Jejeran pohon pinus yang menjadi perbatasan antara pinggir dengan jantung kota Last Town menjadi pemadangan terakhir dimana para penduduk lama bisa melihat sisa bangunan rumah mereka.
Saat kereta kuda membawa mereka semua melewati hutan, tak ada lagi yang tersisa. Semuanya telah tertutup oleh rindangnya pepohonan yang nampak berkabut malam itu. “Aku harap mereka menjaga rumahku dengan baik.” Ucap salah seorang ibu muda yang terduduk sambil menggendong bayi ditangannya. “Ya, aku harap juga begitu.” Gadis kecil yang memiliki mata hazel itu pun dengan setia menjadi pendengar para tetangga yang merupakan penduduk lama disana, termasuk dirinya. Hatinya seketika gundah saat beberapa jam yang lalu orang tua asuh mereka mengatakan bahwa seluruh penghuni jantung kota Last Town harus sesegera mungkin pergi meninggalkan rumah mereka. Memang ada sebuah kompensasi, namun apalah arti sebuah uang kalau tak bisa mengembalikkan kenangan mereka. Seperti itulah perasaannya. “Apa yang kau pikirkan..?”Gadis mungil itu mendongakkan kepalanya. Mata sang kakak yang langsung bertemu pandangan dengannya selalu membuat hatinya tenang. Namun tetap saja ia bergeming. Mayya kecil lebih memilih untuk terdiam membisu. Tak ada kata sampai mereka benar-benar sampai disebuah pemukiman kecil dipinggiran kota. Itulah salah satu kompensasi mereka selain uang yang diberikan. Kelompok bangsawan itu begitu mulia hingga mampu menghambukan uang mereka hanya untuk memikirkan nasib penduduk lama. Mereka yang sampai disana terlihat takjub. Pemukiman itu memang kecil, namun sangat asri dan nyaman. Beberapa bahkan ada yang sengaja mengabadikannya dengan menuliskannya pada sebuah jurnal. “Ini pakaian selimutmu.” Tubuh sang kakak yang jauh lebih tinggi darinya membungkus tubuh kecil Mayya dengan selimut tipisnya. Sama halnya seperti penduduk yang lain, sang kakak juga terlihat terpesona dengan rumah baru mereka. Namun tidak dengan Mayya. Mata kecil milik gadis itu nampak jauh menerawang kemana setelah ini hidup mereka akan berjalan. Dirinya sudah terbiasa hidup didalam lingkungan jantung kota Last Town, sulit baginya untuk beradaptasi. Apalagi sebagian teman bermainnya memilih untuk menerima uang saja dan pindah ke kota lain.“Mayya, tenang saja semua akan baik-baik saja.” sang kakak menggenggam tangan adiknya dan membimbingnya masuk ke dalam rumah baru mereka. Inilah kehidupannya, disana ia akan memulai semuanya.PERMULAANKata orang, tetesan air hujan yang turun pertama kali membasahi tanah di bumi merupakan air mata yang diteteskan oleh Dewi di langit. Hujan yang identik dengan awan yang menggelap menjadi penggambaran rasa hati yang dipendam oleh sang Dewi. Ketika sang Dewi bersedih, maka para peri akan setia mengelilingi hingga sang Dewi kembali ceria. Namun apakah sama jika sang Dewi memilih untuk turun ke bumi dan menjalani kehidupannya sebagai kaum hawa. Tentu para peri takkan bisa mendampingi sang Dewi saat berada di tanah bumi. Keberadaan mereka rentan akan hawa nafsu manusia yang bisa membinasakan kaumnya.Sang Dewi yang memilih untuk turun ke bumi dan mengejar cintanya harus rela hidup seperti layaknya orang biasa. Tanpa keistimewaan, tanpa sanjungan, tanpa hiburan. Hanya kecantikan paras wajahnya-lah yang ia bawa hingga menjadi manusia. Akan tetapi hal itulah yang membuatnya terperangkap. Nafsu manusia yang terkadang tak terkendali menjebaknya hingga
Setelahnya, lelaki itu berbalik. Mata merahnya menatap para pengikutnya dengan tatapan menusuk. Mata sipitnya layaknya seorang yang berasal dari tanah Asia menjadi daya tarik tersendiri dari wajahnya. Lelaki itu menyeramkan sekaligus tampan, begitulah tatapan para pengikut wanitanya yang masih setia memandangi Tuan mereka. “Tetaplah setia, maka kalian akan kupastikan selalu aman.” Janjinya.Kedua dunia yang berbeda, namun tak ada yang tahu bahwa mereka memliki jalan takdir yang sama. Lelaki itu boleh saja memiliki rencana. Tetapi, diatasnya ada yang lebih bisa mengatur itu semua. Dan tanpa ia sadari janjinya itu akan terulang dimasa yang akan datang. Janji itu akan menjadi sumpah yang tak terbantahkan oleh siapapun. Janji itu pula yang akan membawanya pada belahan jiwanya yang entah berada dimana. “Kalian makhluk tak berjiwa, kita akan menyatukan kekuatan untuk melawan para manusia. Mereka makhluk l
MATAHARIDi sebuah ruang yang gelap, sosok-sosok itu berjalan bak bala tentara yang siap berperang. Hanya sebuah obor yang dipasang di setiap dinding bata hitam yang menjadi penerangan satu-satunya lorong-lorong itu. Sepasang kaki-kaki itu berjalan senada satu sama lainnya. Tepat berada di depan mereka, sosok pria besar menjadi pemimpin jalannya mereka “Wanita itu harus kutemukan, harus!” Entah terdengar seperti apa kalimat yang baru saja tercetus dari bibir sang pemimpin itu. mata merahnya menyala penuh tekad yang kuat. Pundaknya yang tegak menyiratkan betapa kerasnya kepala pria itu. Ia harus segera menemukan apa yang ia inginkan, kalau tidak ia akan berbuat lebih jauh dari ini. “Tapi, Tuan.. selama wanita itu masih bersama bayinya, kita tidak akan pernah menemukannya.” Sela salah seorang pengikutnya yang merupakan kaki tangannya. Sejujurnya ia takut melakukan hal itu. Namun itu harus dil
VAMPIREVampir adalah makhluk yang paling dingin. Mereka tak pernah merasakan kehangatan karena mereka makhluk berdarah dingin. Selama hidupnya, mereka hanya bertahan untuk berburu makanan. Darah segar menjadi penghidupan bagi mereka. Dengan taring tajamnya, mereka menusukkan tajam ke salah satu mangsa mereka. Tidak sampai tewas, hanya sampai dahaga mereka terpenuhi. Namun dibalik ke seraman mereka, ada satu yang tak pernah disadari. Mereka membutuhkan sesuatu yang lain untuk bertahan, mereka membutuhkan sesuatu untuk tujuan mereka hidup. Berburu dan meminum darah, tak bisa begitu saja memenuhi lembaran hidup mereka yang panjang.Cinta.Penggambaran yang luas untuk kehidupan mereka yang bahkan bisa hidup sampai ratusan tahun. Mereka tidak bisa mengandalkan hukum rimba untuk menjadikannya seorang pemimpin. Vampir butuh manusia. Meski dimata Vampir manusia adalah makhluk yang rapuh, makhluk yang hanya bertahan hidup tak sampai dari usia para Vampir, namun
PERTEMUANBanyak yang berkata bahwa setelah pertemuan pertama, akan ada pertemuan yang lainnya. Kalau memang begitu adanya, maka kau akan selalu bertemu dengan orang itu dalam suatu hubungan.“Kami adalah vampir. Lebih baik kau pergi.” Ketus Rowman.Mata hazel Mayya membesar. Lagi, ia harus berurusan dengan orang aneh yang lainnya. Setelah sebelumnya ia harus berlari mencari tempat perlindungan, kini ia harus kembali dihadapkan pada sosok bermata merah.“Daddy..” Tatiana berjalan maju selangkah lagi. Ia memberikan senyuman hangat untuk tamu barunya itu. Wanita itu memiliki mata merah juga sama seperti lelaki muda disampingnya, namun melihat kedalamnya Mayya mampu merasakan sengatan hangat yang menyenangkan. Hatinya tenang setelah wanita paruh itu mulai berbicara “Kami tidak jahat, Mayya.”“Benarkah..” cicit Mayya. Ia memeluk erat Jackson yang kini tertidur. Entah sejak kapan anak itu sudah memasuki alam mimpinya. Padahal baru bebe
STORYTempat ini, aku hanya merasa sangat dingin berada didalam sini. Namun ada satu titik dimana aku menemukan penyebabnya dan masih merasakan ada hangat cinta yang terselubung dibalik es yang tersimpan jauh didalam sana....Seorang gadis dengan penampilannya yang sedikit maskulin, nampak berdiri didepan jendela besar yang ada di kamar yang ia tempati dengan pandangan kosong. Jauh didalam pikirannya, ia tak pernah menyangka bahwa ia akan sampai pada tempat ini. Dirinya tahu kalau ia sudah menjajakkan dirinya untuk berada dalam pusaran maut. Bersama dengan makhluk yang ia pikir nyaris tak pernah ada dimuka bumi ini dan hanya terdengar dari cerita tua, Kini Mahkluk itu berada didepan matanya.Mayya, ia sudah hidup sejak kelahirannya di kota ini. Sejak saat dimana pertama kali ia membuka matanya, Mayya sudah mengenal seluk beluk kota ini dari warga desa yang sering berpergian ke hutan mencari kayu. Namun tak banyak, karena setelah ia beranjak usia 10 tah
AFRAID OFTidak akan ada yang tahu kapan hidupmu akan berhenti pada satu titik. Mungkin di titik yang lain, atau kembali lagi ke titik yang sama....Seorang pria nampak duduk bersadar pada kursi berlapis kulit miliknya. Rintik sisa gerimis hujan yang membasahi lahan rumahnya menjadi pusat mata merahnya memandang. Hembusan udara dingin tak terasa lagi baginya yang kini tak sudah tak bisa merasakannya. Ia sama dinginnya dengan itu. Bahkan ia sudah lupa bagaimana rasanya sebuah kehangatan.Mungkin inilah yang disebut sebagai sebuah babak baru, atau entah apa namanya. Hari ini, tepat dua jam yang lalu ia telah membuat sebuah perubahan besar dalam hidupnya. Ia telah membawa masuk sosok yang paling ia larang masuk ke dalam lingkaran yang sudah ia buat. Ia sendiri yang telah mengijinkan sosok itu untuk hidup bersama dengannya.Manusia.Ia benci mendengar makhluk itu masih tetap hidup hingga saat ini. Mereka yang
MAJESTYHanya dia yang memiliki keyakinan kuat yang dapat bertahan....Didalam sebuah ruangan yang gelap, nampak sebuah kotak besar yang terletak ditengah-tengahnya. Sesosok tubuh tengah terlelap didalam kota terbuka itu. Tubuh yang terbalut kulit pucat itu tampak seperti seseorang yang tengah tertidur diatas kasur nyamannya. Namun yang tak menyamakannya dengan seseorang yang tengah tertidur lainnya adalah pakaiannya yang terkesan aneh. Sosok itu memejamkan matanya dengan pakaian setelan jas lengkap dengan jubah yang memiliki kerah meninggi, persis seperti pakaian model pada jaman era reinasance.Tak lama ada seseorang yang nampak membuat daun pintu ruangan tersebut. Meski hanya teraram sinar api obor yang tergantung di empat sudut ruangan, namun suara renyitan pintu begitu nyaring terdengar hingga membuat sosok itu terbangun. Tak bernapas, namun kesadaran itu mulai terasa.“Ada apa Sheed?” ucap sosok itu, masih tetap memejamkan kedua matan