Share

Bab 7

AFRAID OF

Tidak akan ada yang tahu kapan hidupmu akan berhenti pada satu titik. Mungkin di titik yang lain, atau kembali lagi ke titik yang sama.

...

Seorang pria nampak duduk bersadar pada kursi berlapis kulit miliknya. Rintik sisa gerimis hujan yang membasahi lahan rumahnya menjadi pusat mata merahnya memandang. Hembusan udara dingin tak terasa lagi baginya yang kini tak sudah tak bisa merasakannya. Ia sama dinginnya dengan itu. Bahkan ia sudah lupa bagaimana rasanya sebuah kehangatan. 

Mungkin inilah yang disebut sebagai sebuah babak baru, atau entah apa namanya. Hari ini, tepat dua jam yang lalu ia telah membuat sebuah perubahan besar dalam hidupnya. Ia telah membawa masuk sosok yang paling ia larang masuk ke dalam lingkaran yang sudah ia buat. Ia sendiri yang telah mengijinkan sosok itu untuk hidup bersama dengannya. 

Manusia. 

Ia benci mendengar makhluk itu masih tetap hidup hingga saat ini. Mereka yang lemah, tak berdaya, penuh dengan tipu muslihat. Itulah yang ia lihat pada dirinya manusia. Namun manusia adalah sosok makhluk pertama yang mengajarkannya cinta. Tepatnya sosok Khamila. 

Sejak kepergian wanita kesayangannya itu, ia lebih memilih menutup diri. Wanita itu pun sama berdustanya dengan manusia lainnya. Khamila selalu mengatakan bahwa ia akan tetap hidup. Wanita itu akan selalu bersamanya untuk selamanya. Namun, nyatanya ucapannya tak sekuat tubuhnya. Wanita itu hanya bertahan sampai tangisan anak mereka yang kesekian menit lalu memejamkan kedua mata hijaunya. Rowman tak percaya ia telah tertipu muslihat wanita. Wanita yang teramat dicintainya. 

Mungkin itulah sebabnya orang-orang terdahulunya selalu berkata bahwa manusia dan vampir takkan pernah bisa bersama. Vampir, mereka hanya mencintai satu kali untuk seumur hidupnya. Mereka memiliki usia yang sangat panjang. Bahkan teramat panjang hingga bisa melihat tujuh generasi berikutnya. Sedangkan manusia, mereka hanya bisa melihat tiga generasi sebelum akhirnya meninggal dunia. 

Itulah manusia. Ia benci harus berkata pernah mempercayai mereka semua. Manusia hanya otak penuh dusta. Ia benci itu. Namun hari ini ia membiarkan lagi sosok lemah itu kembali memasuki hidupnya. Rasanya seperti  baru saja menggali lubang kematiannya sendiri, Rowman tergidik ngeri membayangkan akan menjadi apa hidupnya. Kematian demi kematian pun akan ia lihat setelah ini. Sekian lama, untuk ratusan tahun yang terlewati ia sudah tak lagi melihat peristiwa itu. Kesedihan dan kesusahan selalu ia hindari. 

Tapi.. 

Gadis itu. bagaimana bisa dengan mudahnya ia merobohkan sebuah dinding yang telah ia buat sedemikian kuat. Tatapan mata hazel itu tak berbohong, Rowman bisa melihatnya. Namun mengijinkan gadis itu datang ke dalam hidupnya bagaikan mengulang lembaran kisah lama yang telah ia tutup rapat. Seperti sebuah nolstagia yang sangat ia benci. 

“Kau.. aku ingin kau menjadi makananku. Biarkan aku meminum darahmu, maka aku akan melindungimu dan juga bayimu.” 

Rowman memijat keningnya. Saat ini kepalanya terasa pening, seperti baru saja tertimpa sebuah beban yang sangat berat. Ia tak tahu apa yang merasuki dirinya sehingga kalimat itu tercetus begitu saja. Ia pun terkejut dengan kalimatnya sendiri. Ia tak pernah seperti ini selama 500 tahun kehidupannya. 

Mayya.

Entah apa yang salah dengan gadis itu. Ia pikir mungkin kalau dirinya menjadi manusia, ia takkan bereaksi aneh seperti ini. Ia tahu seleranya tak pernah berubah sejak 500 tahun  berlalu. Penampilannya jauh dari kesan meggoda. Malah, kalau ia lihat Mayya lebih mirip seperti anak laki-laki. 

Rambutnya. 

Cara berpakaiannya. 

Wajahnya. 

Semua yang Rowman lihat jauh dari kesan penampilan gadis pada umumnya. Kalau boleh ia menebak, mungkin Mayya berusia sekitar 20 tahun. Ya, mungkin. Namun semua itu hampir tak terlihat. Bahkan kalau saja ia tidak diperdengarkan dengan suaranya itu, Rowman takkan bisa membedakan Mayya itu laki-laki atau perempuan. 

Tapi, satu yang Rowman yakini mungkin menjadi alasan utama Mayya begitu menarik dimatanya. Darahnya. Ia yakin ada sesuatu yang mengalir dalam tubuh wanita itu yang tidak disadarinya.

Mayya memiliki sesuatu yang memikat. Darah gadis itu begitu menggoda hingga ia harus mengakui hampir saja ia menerjang tubuh mungil itu. 

Satu yang bisa ia tangkap, gadis itu memiliki sesuatu yang tak biasa.

Mayya mungkin tak menyadarinya, tapi Rowman begitu sadar bahwa ada sesuatu yang terasa begitu memikatnya. Bahkan ia yakin putrinya juga merasakan hal yang sama. Tatiana pasti memiliki rasa yang sama dengannya. 

Dan, ya, bayinya. 

Begitu banyak keanehan yang dibawa gadis itu kerumahnya. Terlalu banyak teka-teki yang sejujurnya malas untuknya mencari tahu. Rowman mengernyit kala melihat wajah bayi itu yang tertidur. Ia tak bisa memastikan apapun jika tak melihat langsung ke arah mata bayi itu. Namun makhluk kecil itu tertidur seperti menghindar darinya. Bayi itu tak mau membuka mata ketika ia melihat ke arahnya.

Suara ketukan membangunkan Rowman dari alam sadarnya. Tak lama ia Tatiana menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Senyumannya yang memunculkan lesung pipinya timbul begitu melihat sosok yang dicarinya tengah berada di kursi kesayangannya.

 

“Daddy..” panggil Tatiana. Wanita itu berjalan memutari meja dan berdiri dihadapan Rowman yang tengah menutup matanya kembali. 

“Ada apa?” Sahut Rowman meski terdengar seperti gumaman. 

 “Tadinya aku datang hanya untuk memeriksa apakah kau ada di dalam atau tidak.” Ujar Tatiana. Ia mengaitkan tanganya dari balik punggungnya. Ia tersenyum simpul melihat ayahnya yang sepertinya tak fokus dalam tubuhnya. 

“Ada apa, daddy?” Tia memiringkan kepalanya. Sebenarnya ia tahu walau tak harus bertanya. Ia hanya ingin mendengar semua dari mulut sang ayah.

Rowman menggeleng lemah. “Tak ada.”

Tatiana tersenyum. Ia bisa membaca apa yang ada dalam pikiran ayahnya itu. ia tahu saat ini ayahnya tengah menyesali apa yang baru saja ia katakan. Mungkin pria itu memilih bungkam dalam keheningan, tapi Tatiana begitu mengenal ayahnya.

Sosok Rowman yang begitu terkontrol kini telah lepas kendali. Hanya karena sosok wanita asing yang baru memasuki kehidupan mereka.

 “Biar aku tebak, kau pasti menyesal bukan?”

Sedetik kemudian Rowman membuka matanya. Dilihatnya Tatiana tengah tersenyum jahil ke arahnya. Ia tahu putrinya memang senang menggoda. Tak pernah merasa dirinya sudah berubah menjadi seorang vampir, Tatiana tetaplah gadis kecilnya terlepas dari ratusan tahun berlalu. 

Rowman menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak. Hanya saja...”

Tatiana memajukkan langkahnya. Sudut bibirnya naik sebelah melihat ayahnya yang begitu frustasi. “Hanya apa?”

“Tidak ada.” Elaknya. Rowman tahu putrinya sedang mengujinya. Tia bukanlah anak yang bodoh, wanita itu bisa dengan mudahnya mengetahui jalan pikirannya hanya dalam hitungan detik saja. 

Tatiana semakin tersenyum jahil pada ayahnya. Ia tahu ayahnya pasti sedang frustasi. Selama ia hidup, ia tak pernah melihat ayahnya menginjinkan manusia untu berada di dalam ruang lingkup mereka. Rowman akan mengusir siapapun yang berwujud manusia yang berani mendekat ke arah mereka. Namun Mayya, dengan mudahnya gadis itu bisa masuk ke dalam kehidupan mereka. 

“Kau yakin? Aku rasa Mayya tidak selemah seperti apa yang ayah pikirkan.” Kata Tia. Wanita itu memainkan ujung rambutnya seraya memutar bola matanya. 

Rowman bergeming. Ia tak tahu dan tidak mau tahu apakah gadis itu kuat atau tidak. Baginya semua sama. Manusia hanya tampak kuat diluar, namun kenyataannya mereka hanyalah makhluk yang terlahir dengan segala kelemahan yang mereka miliki. 

“Aku ragu.” Rowman berdiri. Ia pun bersedekap didepan Tia dengan mimik serius. “Aku minta kau jangan terlalu dekat dengannya Tia. Itu terdengar kurang bagus.”

Tia mendengus kasar. Apa saja yang berhubungan dengan manusia pasti ayahnya menjadi orang nomor satu yang akan menentangnya. Sama seperti ketika ia meminta untuk disekolahkan di tempat manusia. Rowman akan menjadi pria pertama yang akan menghadang jalannya. 

“Memangnya kenapa? Bukankah bagus. Jika ada Mayya, maka aku takkan keluar rumah. Ayolah dad, jangan terlalu berlebihan.” Ucap Tia dengan nada sedikit meninggi. 

Rowman hanya bisa mendesah pelan. Apapun itu akan ia turuti semua kemauan Tia. Putrinya akan mendapat segalanya yang terbaik yang bisa ia berikan. Namun untuk satu itu, ia takkan pernah bisa memberikannya. Tia tak boleh berdekatan dengan manusia. Meskipun Mayya tak menunjukkan tanda-tanda mencurigakan, Rowman tak mau ambil pusing. Mendekatkan keduanya, sama saja membuat putrinya akan semakin bergantung pada kehadiran Mayya. Jika sudah seperti itu mau tak mau ia akan menahan Mayya untuk tetap berada disini. 

Tentu ia takkan membiarkannya. 

“Daddy tak suka kau berdekatan dengannya, Tia. Carilah teman yang seperti dirimu. Vampir remaja banyak diluar sana.”

Tia yang tadinya bersikap biasa, mulai menunjukkan wajah tak sukanya. Ia pun mengikuti tingkah sang ayah yang sedang bersedekap. Bedanya mungkin raut wajah Tia tak setenang ayahnya. Mata merahnya menyala menatap tajam sang ayah. 

“Jangan harap aku mau berteman dengan iblis itu, Daddy.” Imbuhnya tajam. 

Rowman melemaskan tangannya. “Daddy tahu. Dan namanya Ramona, bukan iblis sayang.”

Tia mengibaskan kedua tangannya dikedua sisi kepalanya. “Sudahlah. Apapun keputusanmu, ini kehidupanku. Aku yang akan menentukan dengan siapa aku akan berteman. Termasuk dengan manusia sekalipun.”

Tia berbalik, meninggalkan Rowman dengan wajah yang semakin frustasi. 

“Kau tahu, dad? Mayya juga memiliki alur pikiran yang sama denganmu.” Tukas Tia. 

“Maksudmu?” Kening Rowman membentuk kerutan yang tak biasa. 

Tia memutari kembali meja ayahnya dan berjalan ke arah pintu. Namun sebelum membuka daun pintu kayunya, ia berbalik sebentar melihat wajah ayahnya yang kini sudah berada didepan matanya. “Dia juga menganggap kaumnya lemah. Aku rasa kau senang memiliki seseorang yang sepaham denganmu."

Tia keluar tanpa ingin mendengarkan tanggapan dari ayahnya. Ia tahu ayahnya pasti mengerti apa maksud ucapannya. Namun ia tetap pada pendiriannya. Mayya sudah ia pilih sebagai temannya. Siapapun termasuk ayahnya takkan pernah ia biarkan untuk mengubahnya. 

Rowman memadangi kepergian putrinya dengan raut tak terbaca. Ia tak tahu apakah ia akan marah atau sedih atas sikap Tia yang membangkang padanya. Untuk pertama kalinya ia melihat putrinya bisa semarah itu atas semua keputusannya. Tatiana tak pernah berlaku demikian. Mungkin Tia benar, ia terlalu berlebihan. Dan siapa kira kalau Mayya pun memiliki pendapat yang sama dengannya. Kaumnya memang lemah, ia mengakuinya dengan jelas. 

“Ya, mungkin hanya aku yang terlalu takut padanya.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
mulai dari pikiran Mayya, mungkin dia akan jadi vampir kelak atau bidadari
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status