Share

Sizuka dan Melati Catering

Pagi itu, Rayhan bangun kesiangan. Ia lupa bahwa ada rapat yang harus dihadiri jam 8 pagi. Ia menggeliatkan tubuhnya diatas kasur, masih dengan mata terpejam. Setelah puas merenggangkan otot-otot badannya, Rayhan perlahan membuka kelopak matanya. Berkejap-kejap untuk beberapa detik. Ia lalu bangun dari tidurnya dan duduk sejenak di pinggir kasurnya. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil persis di samping tempat tidurnya. Ia mematikan ponselnya semalam karena menghindari teror telpon dari salah satu perempuan yang di jodohkan dengannya. 

Begitu tombol on ia tekan, terdengar nada notifikasi berkali-kali dan begitu banyak pesan yang masuk. Baru saja ia hendak meletakkan kembali ponselnya di atas meja yang sama, ponselnya berdering. Tanpa melihat siapa yang memanggil, Rayhan menjawab panggilan itu.

"Halo?" jawabnya datar.

"Bos, saya sudah membawa semua berkas yang diperlukan," terdengar suara Yuda, asisten pribadinya yang saat ini sudah duduk manis di ruang tamu, menunggu dirinya.

Berkas? Dahi Rayhan berkerut, mencoba mengingat-ingat untuk apa berkas yang disiapkan Yuda. Ini kan masih... mendadak Rayhan membanting ponselnya di atas kasur dan langsung melesat ke kamar mandinya. Ia membersihkan tubuhnya sebersih dan secepat yang ia bisa. Akibat perdebatan dengan mama nya soal gadis yang ia akui sebagai calon istrinya saat acara perjodohannya beberapa hari yang lalu, ia baru bisa pulang ke rumah pribadinya pukul 1 dinihari. Itulah alasan dirinya bangun kesiangan pagi ini.   

Perdebatan yang melelahkan, karena akhir dari perdebatan itu maka ia harus mengajak "calon istri"nya itu untuk makan malam bersama orangtuanya akhir pekan nanti. Konsekuensi yang tidak ia perhitungan saat menarik gadis itu dan mengakuinya sebagai "calon istri"nya dihadapan Rudy, rekan bisnis papanya.  Kedua orangtua Rayhan tidak mempermasalahkan latar belakang "calon istri"nya namun, yang disesalkan mereka adalah mengapa Rayhan baru membawa "calon istri"nya saat acara perjodohan akan berlangsung.   

Rayhan langsung menyambar setelan kemeja biru langit dan celana panjang berwarna biru navy dengan jas berwarna senada dengan celana yang ia kenakan. Dengan langkah tergesa, ia kembali masuk ke dalam walk in closetnya dan membuka kasar laci tempat menyimpan koleksi dasinya, dan mengambil satu dasi dengan motif kotak-kotak berwarna  putih kecil dengan warna dasar navy. 

Ia langsung keluar dari kamarnya setelah menyisir rambutnya yang sudah ia beri sedikit pomade. 

"Kenapa baru sekarang kamu menelpon saya?" tanyanya kesal pada Yuda, sang asisten.

"Saya sudah menelpon sejak subuh bos, tapi tampaknya ponsel bos kehabisan baterai," jawab Yuda menyindir Rayhan karena sebenarnya ia tahu bahwa Rayhan sengaja mematikan ponselnya saat perjalanan pulang dari rumah orang tuanya. 

"Ah, sudahlah. Kamu hubungi asisten Arya, mereka sudah sampai atau belum. Haduh, kenapa tiba-tiba lapar begini," perintah Rayhan berbarengan dengan keluhan yang keluar dari bibirnya karena ia tadi lupa tidak sarapan. 

Diliriknya jam ditangan kanannya. Jam 07.32. Masih ada sedikit waktu bila ia mampir membeli beberapa potong roti dan segelas kopi panas untuk ia makan di mobil dalam perjalanan ke tempat meeting. 

Saat berhenti di lampu merah, Rayhan melihat toko  roti yang berada tak jauh dari tempatnya berada saat ini. Cukup belok kanan, berjalan sedikitnya 50 meter. Ia memberi instruksi pada Yuda untuk mampir ke toko roti itu. 

Rayhan tidak memperhatikan nama toko roti itu. Ia langsung masuk dan bergegas menuju rak yang berisi jajaran roti tawar dengan berbagai isian di dalamnya. Ia mengambil 3 roti dengan isian daging tuna, daging sapi, dan sosis, lengkap dengan lembaran keju di dalamnya. Kemudian ia melangkah menuju mesin pembuat kopi otomatis dan membuat satu cup kopi pahit tanpa gula. Bukan karena ia menyukai kopi pahit, hanya saja ia tidak punya cukup waktu untuk membuka bungkus gula yang sudah tersedia.

Ia lalu berjalan menuju kasir lalu meletakkan semuanya di meja kasir dan mengambil dompetnya di saku belakang celananya. 

"Selamat pagi, Tuan..." sapa petugas kasir ramah.

"Pagi, semua berapa?" tanyanya bersiap mengambil lembaran merah dari dalam dompetnya.

"Semuanya 45 ribu, Tuan.." jawab petugas kasir sambil memasukkan roti-roti itu ke dalam paperbag mungil berwarna kuning.

Rayhan menyerahkan lembaran merah ke meja kasir. Ia enggan bersentuhan dengan perempuan manapun, kecuali satu orang. Gadis asing yang kemarin ia akui sebagai calon istri kepada rekan bisnis papanya. 

"Ini kembaliannya, Tuan. Terima kasih atas kedatangannya," ucap sang petugas sambil menyunggingkan senyum manisnya.

Rayhan mengambil uang kembalian dari tangan sang kasir dan menatap sekilas petugas ramah itu, saat mengambil roti dan kopinya. Ia tertegun sejenak. Perasaan pernah lihat anak ini deh, gumamnya sambil melangkahkan kakinya lebar-lebar keluar dari toko roti tersebut. Rayhan langsung melahap ketiga roti isi dan menghabiskan kopi pahitnya, ketika mobilnya mulai kembali merayap menuju tempat meeting, di kantor Arya, rekan bisnisnya.

Meeting yang dijadwalkan hari ini akhirnya selesai juga. Rayhan terlibat sedikit perbincangan dengan Arya di ruang kerja Arya.

"Aku dengar sebentar lagi kamu akan menikah?"  tanya Arya sambil memakan kudapan yang baru saja diantarkan sekretarisnya.

"Kabar yang belum jelas jangan dipercaya. Selama  kertas undangan belum ada di meja mu berarti itu hanya berita burung," jawab Rayhan enteng lalu mencomot satu sosis basah yang bentuknya begitu menggoda seleranya. Rayhan merasa pernah memakan sosis ini. Ia mengambil lagi brownies yang ada di hadapannya. Sama. Rasa yang sama dengan brownies yang beberapa hari lalu ia nikmati di rumah orangtuanya.

"Dimana kamu beli kudapan-kudapan ini?" tanya Rayhan sambil mengambil brownies keju setelah sebelumnya memakan brownies coklat.

"Melati catering. Enak-enak disana rotinya," ujar Arya sambil menyeruput kopinya.

Melati catering. Ia pernah mendengar nama itu tapi lupa di mana. Indera penglihatannya  tanpa sengaja menangkap sebuah paper bag yang sama dengan yang ia dapat saat membeli roti isi tadi pagi. Ia bangkit dari duduknya dan melangkah ke meja telpon di ruangan Arya.

Oh, ini. Jadi ia tadi pergi ke toko ini. Menarik. Ia akan menyimpan nomor kontak toko ini. Siapa tahu dalam waktu dekat akan ada acara kantor yang memerlukan jasa catering, maka ia akan merekomendasikan toko ini. Melati Catering.

"Lagian... Ada pegawainya yang cukup cantik, namanya Sizuka. Kakak gua yang nggak doyan jajan beginian dibela-belain tiap hari mesti mampir beli sesuatu. Modus dia, pedekate-in kasirnya. Oh iya, Lu mesti nyoba pudingnya, Han," ujar Arya semangat.

"Kemaren kakak gua mampir buat beliin nenek sesuatu, terus sama cewek yang namanya Sizuka itu, direkomendasiin pudingnya. Mantab. Manisnya pas, lembutnya pun pas. Enak deh pokoknya, nggak nyesel," Arya bercerita sambil merem melek mempraktekkan adegan makan puding.

"Eh, lu dibayar berapa sama mereka sampai segitunya mempromosikan produk-produk mereka," sindir Rayhan terbahak melihat ekspresi Arya yang menurutnya sangat berlebihan.

"Lah, nggak percaya. Dulu gua juga seperti lu, sampai ngatain kakak lebay segala. Tapi pas kemaren gua mampir sendiri, emang bener. Bukan abal-abal. Asli mantul. Apalagi bonus dapat melihat cewek secantik Sizuka.. Hahaha," cerita Arya sembari terkekeh-kekeh.

Rayhan menggeleng-gelengkan kepala. Nanti biar Yuda yang ia suruh untuk beli tiap macam roti dan kue basah yang ada dijual di sana. Rayhan jadi penasaran. Dia lalu berpamitan setelah berhasil memaksa Arya memberikan satu toples sus coklat yang baru saja dibeli pria itu, bersamaan dengan kudapan-kudapan yang lain. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status