Siti masih tidak percaya dengan penglihatannya. Mengapa keberuntungannya hanya sampai sore hari, dan kini berganti dengan kemalangan? Mengapa dirinya harus bertemu dengan pria gila itu lagi? Beraneka pertanyaan bermunculan di kepalanya sedangkan indera penglihatannya masih sibuk mengamati pria yang berada di samping kanannya, yang duduk di belakang kemudi.
Rayhan masih menatap Siti dengan senyuman yang hanya dirinya sendiri yang mengerti arti dibaliknya. Tampak kebahagiaan terselip di balik senyumannya. Satu masalah selesai. Ya, permintaan kedua orangtuanya yang mengharuskannya membawa calon istri pura-puranya untuk makan malam bersama di rumah mereka besok malam minggu, menjadi masalah besar bagi Rayhan. Namun, masalah itu kini sudah ia temukan solusinya. Karena secara tidak sengaja ia bisa kembali bertemu dengan calon istri pura-pura-nya itu berkat Siti.
Rayhan sebenarnya dalam perjalanan pulang dari kantor. Akan tetapi saat di lampu merah ia melihat seorang gadis mengenakan seragam yang sama dengan karyawan toko roti yang ia datangi tadi pagi. Tiba-tiba ia ingat pesan Arya untuk mencoba mencari karyawan toko roti itu yang bernama Sizuka untuk meminta rekomendasi puding yang enak.
Ternyata, gadis yang saat itu hendak pulang dari toko roti itu, menyita perhatiannya. Ia langsung mengarahkan mobilnya tepat di depan toko itu dan kebetulan pas di samping sepeda mini yang sudah hendak meninggalkan dirinya. Rayhan segera keluar dari mobilnya dan langsung menghampiri gadis yang sudah mengayuh sepedanya itu dengan menarik sadel tempat duduk sepeda itu. sehingga menyebabkan diri gadis itu hampir terjengkang ke depan.
Dirinya benar-benar tidak menyangka bila ia akan bertemu lagi dengan calon istri pura-pura-nya mengingat ia sendiri lupa nama gadis itu, terlebih lagi tempat tinggal alih-alih tempat bekerja gadis itu. Ia sempat ragu, namun melihat reaksi dari tubuhnya yang tidak protes dengan kedekatannya dengan tubuh gadis itu dan juga reaksi yang diberikan Siti yang sama persis dengan reaksi saat ia menarik paksa gadis itu dan mendekapnya erat saat memperkenalkanya di depan oom Rudy. Ia yakin seratus persen, bahwa gadis itu benar-benar gadis yang kemarin ia akui sebagai calon istrinya di hadapan orang-orang.
Berbanding terbalik dengan Rayhan. Bibir Siti justru mengomel tidak karuan sambil menatap dengan penuh kesal ke arah Rayhan. Martabak emak?! Mendadak ia teringat akan pesanan emaknya, martabak di ujung perempatan sebelum gang rumahnya.
"Maaf Tuan, saya tidak punya cukup waktu. Saya masih ada urusan yang harus saya selesaikan. Jadi mohon dengan sangat, tolong turunkan saya di sini atau di sana sekalian, di ujung perempatan itu," pinta Siti setengah memerintah Rayhan.
"Kamu mau pergi kemana? Akan saya antar," ujar Rayhan kembali menatap jalanan di hadapannya. Siti melengos kesal. Tiba-tiba ponselnya berdering. Panggilan video dari sang emak. Siti menggeser tombol yang berwarna hijau ke samping kanan.
"Iya, Mak," sahut Siti ketika wajah emaknya sudah muncul di layar ponselnya.
"Lu dimana anakku yang paling cantik?" tanya emak dengan suaranya yang bikin budeg telinga Siti seketika. Rayhan mencuri-curi pandang ke arah Siti yang sedang menjawab panggilan dari seseorang yang dipanggil mak itu.
"Ehm, dimana ya..." gumam Siti sambil menengok-nengok keluar jendela berusaha mencari nama jalan di papan nama toko yang di lewatinya.
"Lah masakan nggak tau jalan yang biasanya dilewati," sahut emaknya yang ternyata mendengar gumaman Siti.
"Iya iya mak, otewe ke babang martabak pojokan perempatan," jawab Siti menyentil kepalanya sendiri.
"Ya udah cepetan, bapak sama emak udah kelaperan nungguin martabaknya. Nggak usah mampir kemana-mana," perintah sang emak yang kemudian mengakhiri panggilan video itu.
Siti menghela nafas panjang memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas punggungnya.
"Itukah yang akan kamu beli?" tanya Rayhan menunjuk ke arah penjual martabak telur di pojokan perempatan di depannya.
Siti mengikuti arah yang ditunjuk oleh jari telunjuk Rayhan. Ia kemudian menganggukkan kepalanya, membenarkan arah yang ditunjuk Rayhan.
Rayhan segera memarkirkan mobilnya dan keluar menuju gerobak martabak yang dimaksud Siti. Siti lalu menyusul keluar dan berjalan mengikuti Rayhan dari belakang.
"Hai Sizuka..pesanan emak atau buat lu sendiri," tanya bang Tohir, si penjual martabak telur dan manis.
"Emak," sahut Siti lemas. Rayhan mengawasi gadis yang berdiri di sampingnya. Tampak olehnya Siti sedang mengamati isi yang sedang dibuat si abang. Tiba-tiba gadis itu berteriak,
"Eh, bang buat emak ya bukan buat aku. Yang buanyak daun bawangnya biar marem emak makannya," protes Siti.
"Lah, lu nggak ikutan?" tanya si abang lagi.
"Gratis gua mau kalau bayar ogaaah,"sahut Siti mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada didekatnya.
Bang Tohir tertawa lepas sambil menggelengkan kepalanya merasa geli melihat mimik wajah Siti. Rayhan mendadak ikut duduk di samping Siti ketika seorang pria berambut gondrong berjalan ke arah mereka. Ia takut bila pria itu akan duduk di samping Siti, yang akhirnya menjadikan dirinya kambing congek di sana.
Bang Tohir menatap sekilas ke arah Rayhan dan Siti. Siapa pria tampan yang ada di samping gebetan dia, tatapnya penuh curiga. Tsk, ternyata Bang Tohir ada hati juga pada Siti.
Merasa diawasi oleh si penjual martabak dengan tatapan tidak bersahabat, Rayhan meraih tangan Siti yang terulur ke bawah kursi dan menggenggamnya. Merasa seseorang menggenggam tangannya, sontak Siti menoleh ke sebelah kirinya dengan tatapan malas. Dirinya merasa lelah jadi dibiarkannya si pria aneh itu menggenggam tangannya, dia hanya ingin memejamkan matanya sejenak. Tidak menunggu lama, Siti pun tertidur dan tanpa sadar telah menyandarkan kepala di lengan Rayhan.
Bang Tohir melihat pemandangan itu dengan rasa tidak suka. Ia menyelesaikan pesanan Siti dengan sedikit berisik. Rasa tidak sukanya terhadap pria asing yang berhasil memegang tangan pujaan hatinya membuat dirinya semakin keras mengadukan alat penggorengan dengan wajannya. Rayhan memandang tajam Bang Tohir. Jika di awal tadi ia berusaha bersikap ramah, kali ini aura menyeramkan tampak keluar dari bahasa tubuhnya. Mendapati perubahan wajah Rayhan yang begitu mencolok, Bang Tohir mengakhiri aksinya dan kembali menyelesaikan pesanan lain dengan kalem. Sungguh, tatapan maut Rayhan sanggup membuat diri Bang Tohir serasa meringkuk di pojokan.
Rayhan membeli 5 kotak martabak, dan ia memberi 2 lembar uang kertas berwarna merah ke Bang Tohir, dan di terima dengan tangan gemetar. Rayhan menambahkan kata-kata kenangan kepada si abang penjual martabak itu, "Jangan pernah mencoba mendekati bahkan menatap berlebihan terhadap gadis ini, bila tidak ingin warungmu rata dengan tanah," ucap Rayhan dengan penuh ancaman. Bang Tohir menganggukkan kepalanya berulang-ulang.
Rayhan menggendong tubuh Siti yang sedang tertidur sambil membawa 3 kresek martabak milik Siti. Ia membuka pintu depan yang sebelah kiri dengan menggunakan remote dan pintu itu terbuka secara otomatis. Rayhan langsung mendudukkan tubuh Siti di kursi dan sekaligus memasangkan sabuk pengamannya. Dasar putri tidur. Nggak sadar apa kalau dia begini bisa mengundang bahaya yang dapat mengancam dirinya, gumam Rayhan sembari menutup pintu mobil dan berjalan memutar ke pintu samping, mendudukkan tubuhnya di belakang kemudi, menghidupkan mesin dan menjalankan mobilnya secara perlahan.
"Hey, Kuda Nil! Bangun! Itu telpon diangkat! Rayhan berbicara dengan setengah berteriak. Siti terkejut karena volume ponselnya yang semakin lama semakin meninggi. Emak!
"Ya, Mak.. Iya...Iya.. Ini udah dapat martabaknya...Ehhmm.. Iya.." Siti mematikan ponselnya. Ia menatap setengah bingung. Tadi kan perasaan ia tidur sebentar di kursi Bang Tohir sambil menunggu martabak pesanannya matang, tapi kok sekarang sudah di mobil lagi, pikirnya.
"Tadi kamu tertidur waktu menunggu martabak pesananmu matang. Dibangunin juga nggak bangun-bangun juga, jadi, maaf, tadi terpaksa kugendong," terang Rayhan santai.
"Digendong? Gen-dong? Kamu?" tanyanya dengan nada masih bingung.
Rayhan mengangguk mantap.
"Apa!!!!?" teriak Siti heboh.
Siti tidak menyangka bila pria arogan di sampingnya ini, ternyata berani bersikap kurang ajar pada dirinya. Menggendong dirinya tanpa minta ijin lebih dulu. Mata Siti menatap Rayhan dengan penuh dendam. "Kenapa? Dirimu kesal karena aku menggendongmu tanpa ijin dulu, begitu?" tanya Rayhan menebak dengan benar apa yang menjadi kekesalan Siti saat ini. "Kalau aku minta ijin dulu belum tentu juga kamu akan memberiku ijin, yang ada justru tendangan mautmu yang akan melayang ke wajahku yang tampan ini," sahut Rayhan sambil mengelus-elus wajahnya. Bersikap narsis biar Siti semakin menjadi sebal. "Hoeeek!! Tampan dilihat darimana,hah? Dilihat dari puncak gunung lawu pake sedotan, masuk akal itu," jawab Siti sarkas sambil matanya menerawang lalu terbahak-bahak sendiri. Rayhan menjadi kesal sendiri. Maksud hati ingin membuat Siti kesal justru dia yang kena batunya. Dia menambah kec
Sudah dua hari ini, sejak dirinya bertemu dengan si pria arogan, hidup Siti menjadi kacau dan galau. Setiap hari dirinya harus mendengarkan ceramah pagi ala sang emak mengenai bagaimana cara menjadi istri yang baik bagi suaminya. Seperti pagi ini. Siti yang masih bersembunyi dibalik selimut, semakin enggan meninggalkan kasurnya karena mendengar ocehan emaknya sedari subuh. Pria arogan menyebalkan itu sudah merusak semua tatanan kehidupan yang sudah susah-susah Siti bangun. Siti semakin membenci laki-laki itu. Meski tampan tapi menyebalkan, Siti ogah berhubungan lebih lama lagi. Ia harus menghindari laki-laki itu. Gedoran di pintu kamarnya terdengar untuk kesekian kalinya. Dengan rasa malas, Siti beranjak bangun dari balutan selimut tebalnya. Setelah merapikan kamarnya, Siti meraih handuk barunya dari dalam lemari, lalu membuka pintu kamarnya dan berjalan ke arah kamar mandi tanpa mengindahkan sang emak yang masih saj
Siti membanting tas ranselnya ke atas kasur. Lagi, pria itu membuatnya kehilangan kesempatan untuk bercakap-cakap dengan idolanya. Untuk kesekian kalinya, Tuan Arken meninggalkan toko roti itu dengan wajah masam. Sebenarnya, Siti agak bingung juga dengan sikap Tuan Arken yang tiba-tiba ngambek karena kehadiran si manusia arogan yang Siti benci bukan kepalang. Laki-laki tampan itu pergi begtu saja dengan wajah kesal, setelah Rayhan meminta ijin untuk berbicara dengan Siti sambil menarik pergi gadis itu.Teringat percakapannya dengan pria angkuh yang ia benci sampai sumsum tulang belakangnya. Mengancam akan menghancurkan segala usaha yang sedang dirintis kedua orang tuanya, bila dirinya mangkir dari acara makan malam bersama dengan orangtua pria angkuh itu nanti malam.Ketika ia hendak menumpahkan kekesalannya, dengan cara meneriaki nama orang yang membuatnya kesal, Siti baru ingat bahwa ia tidak tahu nama calon suami pura-puranya itu. Ia hanya memberi nama Rayha
Rayhan membawa Siti ke sebuah toko baju yang terkenal di kota itu. Ia memilihkan sendiri pakaian yang harus dikenakan Siti. Bisa dibayangkan Rayhan yang berjalan bolak-balik dari satu rak ke rak yang lain mengambil baju dan menempelkannya ke badan Siti yang berada di belakangnya. Siti hanya mengikutinya dari belakang. Ingin rasanya ia duduk saja di kursi tunggu dan membiarkan calon suaminya itu berjalan kesana kemari sendiri tapi harapannya itu sia-sia karena tangan Rayhan tidak lepas dari pergelangan tangannya.Siti tidak berani banyak protes karena ia takut akan diancam harus membayar semua baju yang dipilihkan Rayhan nantinya. Ia ikuti terus langkah tubuh tegap di depannya. Andai kau benar-benar pria yang aku cintai dan kita benar-benar saling mencintai, aku sangat ingin memelukmu dari belakang, khayal Siti melihat punggung tegap Rayhan dari belakang. Ditengah keasyikannya mengkhayal, Siti terpaksa harus merelakan hidungnya yang setengah mancung itu mencium punggung
Setelah menjadikan foto dirinya sendiri sebagai wallpaper ponselnya, barulah Siti duduk tenang sembari bersenandung kecil, tapi masih bisa terdengar oleh Rayhan. Rayhan kembali mengingat sudah berapa kali dirinya dan Siti berdiri berdekatan dan tak jarang sampai bersentuhan kulit, namun rasa tidak nyaman dan panik seperti biasanya, tidak pernah ia rasakan. Anak kecil ini justru dengan bebasnya berada di sekeliling dirinya dan itupun tidak mendapat penolakan dari tubuhnya. Dirinya malah merasa nyaman seperti bila ia berdekatan dengan sang mama. Mobil Rayhan berhenti setelah membelok ke kanan dan berhenti tepat di sebuah rumah besar, sangat besar menurut Siti. Tak berapa lama, gerbang putih yang tinggi menjulang itu terbuka dan masuklah mobil Rayhan dengan perlahan. Ia kemudian keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Siti. Tatkala Siti menjejakkan kakinya ke tanah, Siti menjerit. Rayhan langsung mendelik kaget. "Ada apa?" tanya Rayhan menatap Siti bingung.&n
"Minggu depan,Pa. Minggu depan tolong lamarkan Siti untuk Rayhan," ucap Rayhan lantang membuat Siti membulatkan mata dengan sempurna. Mama Ray terkejut. "Tuan... maksudnya apa ya?" Siti mendekatkan dirinya ke Rayhan menanyakan maksud perkataannya dengan nada ditekan menahan kesal. Ini jelas melenceng jauh dari rencana awal, dan mengandung bahaya yang sangat mengancam dirinya. "Maksudnya aku mau ngajak kamu menikah," jawab Rayhan menatap serius Siti. "No way! Jangan ngarang!" Siti menggumam dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Papa Ardan dan Mama Ray menyaksikan percakapan keduanya dalam diam. "Permisi Om, Tante.. Siti ijin pamit pulang dulu." Siti sudah tidak bisa mentolerir sikap semena-mena Rayhan. Ia beranjak dari duduknya dan meninggalkan ruang makan meski belum mendapat persetujuan tuan rumah. Melihat Siti yang melangkahkan kakinya dengan tergesa d
Siti akhirnya bisa melepaskan dirinya dari kejaran anjing penjaga rumah yang tiba-tiba muncul menggonggongi dirinya layaknya seorang maling. Ia mengatur nafasnya yang masih tersengal-sengal. Di sampingnya duduk Rayhan yang mengemudikan mobil dalam diam. Diamnya Rayhan bukanlah diam biasa. Diamnya Rayhan karena memikirkan persyaratan yang ia berikan pada Siti saat gadis itu memintanya untuk segera menjalankan mobil, meninggalkan anjing penjaga yang mengejar gadis labil itu. Siti mengambil air mineral yang ada di dashboard tanpa ijin si pemilik. Diminumnya sampai habis sambil menghela kerigat yang membasahi keningnya. Rayhan menatap gadis di sebelahnya yang wajahnya bersemu merah karena kelelahan setelah berlarian ke sana kemari. Buliran keringat masih keluar dari sela-sela poni Siti dan mengalir turun membasahi kening, pelipis dan alis Siti. Rayhan mendadak gerah, ia dengan cepat mengambil satu kotak tisu yang ada di depannya dan mengangsurkannya
I hate monday. Ternyata berlaku juga dalam kamus kehidupan Siti. Bukan karena pekerjaan yang membuatnya merasa uring-uringan, melainkan bibir nyiniyir Asih yang sudah membuat moodnya memburuk,ketika kaki kanannya menapak di lantai toko sedang tangan kirinya mendorong kuat pintu masuk yang terbuat dari kaca bening yang tebal. "Nah, yang baru saja jadi topik pembicaraan sudah datang. Tanya langsung aja sama si Julaekah.." ujar Asih ketus dengan mata mengerling menjengkelkan dan bibir tebalnya yang mincap mincep, ke depan dan ke belakang. Siti yang baru saja memasuki toko melangkah dengan langkah bingung. Ada apa nih, pagi-pagi kok hawanya nggak enak begini, gumamnya terus mendekati meja kasir. Udin si driver antaran berjalan mendekati Siti sambil menyerahkan sebuah amplop putih. "Ada yang menitipkan ini untukmu. Seseorang dengan jas mahal melekat di tubuhnya. Siapa?" Udin mencoba menghilangkan rasa penasarannya. "Ya mana tau, fans ku kan ban