Share

Sabtu Yang Menyebalkan

Sudah dua hari ini, sejak dirinya bertemu dengan si pria arogan, hidup Siti menjadi kacau dan galau. Setiap hari dirinya harus mendengarkan ceramah pagi ala sang emak mengenai bagaimana cara menjadi istri yang baik bagi suaminya. 

Seperti pagi ini. Siti yang masih bersembunyi dibalik selimut, semakin enggan meninggalkan kasurnya karena mendengar ocehan emaknya sedari subuh. Pria arogan menyebalkan itu sudah merusak semua tatanan kehidupan yang sudah susah-susah Siti bangun. Siti semakin membenci laki-laki itu. Meski tampan tapi menyebalkan, Siti ogah berhubungan lebih lama lagi. Ia harus menghindari laki-laki itu.

Gedoran di pintu kamarnya terdengar untuk kesekian kalinya. Dengan rasa malas, Siti beranjak bangun dari balutan selimut tebalnya. Setelah merapikan kamarnya, Siti meraih handuk barunya dari dalam lemari, lalu membuka pintu kamarnya dan berjalan ke arah kamar mandi tanpa mengindahkan sang emak yang masih saja nyerocos meski tanpa pendengar. 

Siti mencuci rambutnya dengan shampoo beraroma stroberi kesukaannya, berniat membuang sial yang beberapa hari ini menyertainya. Ia membersihkan badannya sebersih-bersihnya. Pokoknya ia harus berubah sekarang. Dirinya akan menganggap pria arogan itu tidak ada dihadapannya bila pria itu nanti secara tiba-tiba datang ke toko rotinya. Gara-gara pria itu juga, Tuan Arken berubah menjadi dingin  padanya. Tidak lagi menampilkan senyum manisnya ketika Siti menyapa dirinya. 

Siti sudah siap menaiki sepeda mininya ketika dering ponselnya terdengar. Tanpa melihat siapa yang menelpon, Siti menggeser tombol berwarna hijau ke arah kanan.

"Yes, halo.." 

"Tunggu di depan rumah, Yuda sedang dalam perjalanan menjemputmu," suara di ujung sana memerintah Siti sekehendak hatinya.    

Siti menatap layar ponselnya. Tsk. Bodoh. Mengapa  ia  tidak melihat nama si penelpon lebih dulu sebelum ia angkat. Siti diam. Ia sudah berkomitmen untuk kembali menjadi dirinya sendiri. Masa bodoh dengan si pria arogan, masa bodoh dengan statusnya sebagai calon istri putra tunggal pemilik grup Angkasa itu. Toh itu juga hanya pura-pura. Masa bodoh dengan semuanya. 

Siti menarik nafas dan membulatkan tekadnya. Lalu ia mengayuh sepeda mininya dengan semangat  empat lima, berharap hari ini kembali seperti hari sebelum ia bertemu dengan Rayhan, pria angkuh yang menjadikan dirinya sebagai calon istri secara sepihak. Tampan memang, tinggi dan berkulit putih pula, dengan hidung mancung dan bibir sedang yang berwarna merah, secara penampilan fisik tidak bercela.  Namun, Siti justru merasa kesal. Sifat semena-mena Rayhan dan mau menang sendiri itulah yang membuat Siti kesal sendiri.  

Tidak sampai sepuluh menit, kini Siti sudah selesai memarkirkan sepedanya di tempat parkir biasanya. Maman yang sedari tadi sudah duduk manis di kursi jaga, melambaikan tangan selamat pagi pada Siti. Siti hanya menganggukkan kepalanya, membuat Maman heran. Biasanya anak itu sudah berteriak-teriak heboh.

"Selamat Pagi.." sapa Siti berusaha mengembalikan semangatnya.

"Halo cintaku, sayangku. Sizuka..." sapa Asih dengan hebohnya. Tumben anak ini menyapa dirinya lebih dulu, gumam Siti keheranan sambil berjalan masuk ke meja kasir, dan meletakkan tas selempangnya di bawah meja.

"Barusan Tuan Arken ke sini... dan dirinya mencari akyu bukan dirimu..hahahaha.." cerita Asih dengan semangat memamerkan keberuntungannya yang baru kali ini berkesampatan melayani Tuan Arken yang tampan.

Aah, semangat yang tadi dipompanya sepanjang jalan menuju tempat kerjanya,menguap sudah. Siti kembali tidak bersemangat. Ia kemudian meraih tasnya dan mencari uang pecahan 10 ribuan, lalu berjalan keluar dengan  paperbag di tangannya. Ia celingukan mencari sosok pria renta yang biasanya mencari botol bekas di tempat sampah di dekat tempat Maman duduk. Maman yang sudah hafal dengan kebiasaan Siti langsung memanggil nama Siti dan menunjuk ke arah seberang jalan. Siti melihat arah jari telunjuk Maman. Wajahnya langsung sumringah dan dengan berjalan agak cepat, Siti menyebrang jalan dan menghampiri pria yang tadi ia cari. Ia memberikan satu paperbag yang berisi satu bungkus roti tawar dan 1 cup selai nanas sembari menyelipkan selembar uang 10 ribu. Siti kemudian berbalik arah, kembali ke toko dengan hati yang lebih ringan, senyum tak lepas dari wajah imutnya. Memang benar kata pak ustads, hilangkanlah kesedihanmu  meski hanya dengan seulas senyum. 

Siti tidak menyadari bila ada dua pasang mata yang mengawasinya dari dua mobil yang berbeda. Ya, Arken atau lebih sering dipanggil Siti sebagai Tuan Arken, belum beranjak pergi dari parkir mobil di seberang jalan. Ia sengaja menunggu Siti meski ia tadi sudah membeli roti di toko itu. Melihat Siti keluar dari toko itu dengan menenteng paperbag, mengundang rasa penasarannya. Arken memutuskan untuk keluar dari mobilnya dan berjalan menuju ke toko roti itu lagi.

Di arah lain, Rayhan yang duduk dibelakang kemudi memperhatikan dari jauh sejak kedatangan Siti di tempat itu. Saat ia mendapat telpon dari asistennya, Yuda, Rayhan memutuskan untuk datang ke toko roti itu sendiri. Melihat betapa suntuk wajah calon istri pura-puranya itu, membuat dirinya penasaran. Rayhan keluar dari mobilnya dan berjalan menyusuri trotoar di depannya hingga dirinya tiba di depan pintu masuk.

Kedua pria tampan itu berjalan mengarah pada tempat yang sama. Para pejalan kaki yang kebetulan berada di sekitar toko roti itu, terpukau dengan kedatangan dua pria tampan  tanpa cela tersebut. Dua pria itu tak mengindahkan sedikitpun jeritan beberapa wanita yang berpapasan dengan mereka. 

"Selamat datang, Tuan.." sapa Siti ketika mendengar suara bel kedatangan yang akan berbunyi otomatis ketika ada pengunjung yang datang.

Siti terkesima melihat pengunjung yang datang. Tuan Arken. Bukannya ia tadi sudah kemari? tanyanya dalam hati. Saat Siti hendak menyambut Arken, terdengar lagi suara bel kedatangan. Belum sempat ia mengucapkan ucapan selamat datang, lagi, dirinya dibuat terkejut dengan sosok yang datang di toko roti itu.  

Teringat dengan tekad yang tadi pagi ia ucapkan sebelum berangkat. Siti kemudian mengabaikan kedatangan pengunjung kedua. 

"Selamat datang, Tuan Arken," sapa Siti dengan senyum lebar dan wajah berseri sumringah.

Arken menanggukkan kepalanya sebagai balasan sapaan yang diucapkan Siti.

"Ingin membeli apa, Tuan?" tanya Siti menatap intens Arken yang sibuk memandangi puding yang kali ini bernuansa cerah penuh dengan taburan buah-buahan di atasnya.

"Ini susu asli atau hanya kremer saja?" tanyanya.

" Ada yang asli ada yang kremer, Tuan  cari yang mana? " jawab Siti masih dengan tersenyum ramah

"Yang stroberi ini?" tanyanya lebih lanjut. Arken sengaja berlama-lama.

"Permisi..Saya ada perlu dengan Sizuka," Rayhan tiba-tiba datang menyerobot, lalu menarik tangan Siti menjauh dari Arken. Sizuka mendelikkan matanya tanda tidak setuju. Namun dirinya terlambat, Rayhan sudah menarik tangannya lebih dulu sebelum Siti menyadarinya.

"Tuan, sebenarnya ada masalah apa? Kenapa Tuan selalu mengganggu saya?" protes Siti akhirnya.

"Tidak ada apa-apa. Aku ingin menculikmu. Ingat, kau sudah berjanji untuk datang memenuhi undangan kedua orang tuaku. Jangan mencoba untuk melarikan diri. Membayangkanpun jangan atau segala usaha yang tengah dijalankan kedua orang tuamu tidak akan dapat tempat di kota ini," ancam Rayhan. Dirinya heran, mengapa gadis ini suka sekali diancam. 

"Iya, percayalah, aku tidak akan lupa pada janjiku. Tapi sekarang aku sedang bekerja. Baru saja absen, masa iya langsung cabut lagi." Siti berusaha memberi penjelasan dengan sabar sekali. Asal tahu, jauh dilubuk hatinya, ingin sekali dirinya menjadikan lelaki angkuh itu santapan ikan lelenya di rumah. Merasa kesal sekali hingga di pucuk ubun-ubun kepalanya. Baru kali ini ia membenci hari sabtu. Sabtu kali ini menjadi hari Sabtu yang paling menyebalkan seumur hidupnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status