Share

Cantiknya Siti

Rayhan membawa Siti ke sebuah toko baju yang terkenal di kota itu. Ia memilihkan sendiri pakaian yang harus dikenakan Siti. Bisa dibayangkan Rayhan yang berjalan bolak-balik dari satu rak ke rak yang lain mengambil baju dan menempelkannya ke badan Siti yang berada di belakangnya. Siti hanya mengikutinya dari belakang. Ingin rasanya ia duduk saja di kursi tunggu dan membiarkan calon suaminya itu berjalan kesana kemari sendiri tapi harapannya itu sia-sia karena tangan Rayhan tidak lepas dari pergelangan tangannya. 

Siti tidak berani banyak protes karena ia takut akan diancam harus membayar semua baju yang dipilihkan Rayhan nantinya. Ia ikuti terus langkah tubuh tegap di depannya. Andai kau benar-benar pria yang aku cintai dan kita benar-benar saling mencintai, aku sangat ingin memelukmu dari belakang, khayal Siti melihat punggung tegap Rayhan dari belakang. Ditengah keasyikannya mengkhayal, Siti terpaksa harus merelakan hidungnya yang setengah mancung itu mencium punggung keras pria di depannya itu.

"Yaa, kalau mau berhenti bilang-bilang gitu. Kan kasian hidung imut ini, udah tumbuhnya nanggung nabrak pula, gagal mancung ke depan malah mancung ke dalam," rutuk Siti mengelus ujung  hidungnya yang kini sukses berwarna merah.

"Pakai ini dan jangan kebanyakan protes." Rayhan memberi perintah agar Siti segera memakai gaun pilihannya dan berjalan menuju kursi tunggu yang berhadapan langsung dengan ruang ganti pakaian. Dengan menggerutu dan masih mengelus ujung hidungnya yang merah dan terasa sakit, Siti mengikuti perintah Rayhan. Ia melihat gaun itu sekias lalu segera mengganti pakaiannya dengan gaun tersebut, sebuah gaun berwarna navy dengan desain sederhana, panjang hingga lutut, bentuk leher dengan model kerah sabrina yang sedikit menampakkan pundak dan leher Siti yang mulus dan putih. Siti memandangi dirinya pada cerimin yang terletak di hadapannya. Cantik, pujinya sendiri. Dirinya terkekeh sendiri. Kapan lagi mengagumi diri sendiri dengan gaun yang harganya bikit dirinya makan hati. Ia abaikan harga yang masih menggantung di belakang tepat di samping telinganya dan mulai membuka pintu ruang ganti, melangkah keluar untuk melaporkan keadaan dirinya setelah menggunakan gaun hasil pilihan Rayhan.

Rayhan mengalihkan tatapan matanya dari layar ponselnya setelah mendengar derit pintu yang terbuka di hadapannya. Tsk. Kenapa gadis ini malah jadi tambah imut begini, batinnya memandang gemas Siti. Siti bergaya ala fotomodel memutar-mutar badannya, mengangkat tangannya dan meletakkan keduanya di pinggangnya, sesekali meletakkan salah satunya di dagunya dengan memajukan bibirnya meniru-niru gaya para fotomodel saat acara fashion show yang disiarkan di tipi. Rayhan mendengus kesal, padahal jauh di lubuk hatinya Siti berhasil membuatnya tertawa terpingkal-pingkal karena aksinya itu. Pria itu menahan diri sekuat mungkin agar tidak tertawa melihat aneka gaya Siti yang mampu membuat mulas perutnya.

Secepat kilat ia menarik tangan Siti, melangkah keluar dari toko itu dan berjalan menuju tempat lain yang berada dua blok tempat mereka berada sekarang. Siti sekali ini pasrah karena ia tidak ingin mendengar ancaman Rayhan yang ujungnya menyuruh dirinya membayar semua yang dirinya pilihkan untuk Siti. 

Salon? Mengapa kesini, tanyanya dalam hati menatap ke arah Rayhan dengan pandangan heran. Bukankah wajahnya sudah cukup cantik? Ia tadi sudah memoleskan lipstik, eyeshadow dan sedikit blush on di pipi cabinya, dan hasilnya juga cukup bagus menurutnya. Rayhan menatap Siti dengan tatapan memerintah. Siti kali ini tidak mau kalah.

"Kan sudah cantik saya? Ini nih sudah warna-warni mukanya, masa iya mau dibikin lagi seperti pelangi?" sungutnya tidak terima, tidak rela hasil kerja keras merias wajahnya dihapus digantikan dengan riasan tangan orang lain.

"Kamu memang sudah cantik, sekarang dibikin lebih cantik lagi, biar bisa jadi istri beneran untuk Rayhan." Jawaban Rayhan membuat jantung Siti melompat-lompat. Istri beneran? Wow, wow, wow,.... Siapa yang mau, tanyanya pada diri sendiri. Tangannya lalu ditarik mua salon itu.

"Make it simple," ujar Rayhan pada si mbak lalu duduk di kursi tunggu. Siti akhirnya merelakan hasil riasannya di hapus dan digantikan dengan make up dari si mbak. Ia terus saja mengikuti instruksi dari mua itu. Rasa malas mengelilinginya karena masih tidak terima hasta karyanya berdandan untuk pertama kalinya di hapus. Siti baru membuka lagi matanya setelah mendengar  si mbak mengatakan finish dan meminta Siti membuka mamtanya.

"Woooow, ini aku?" tanya Siti dibuat terkagum-kagum dengan hasil riasan si mbak, yang jelas berbeda jauuh dengan riasannya yang tidak ada cocoknya dengan gaun yang ia pakai. Rayhan menolehkan wajahnya begitu mendengar teriakan heboh Siti. Ia lalu bangkit dan berjalan mendekati Siti yang masih terpana dengan riasan di wajahnya. Rayhan memberikan kartu kepada si mbak dan menikmati kehebohan Siti. Terselip senyum tipis melihat semua tingkah Siti. 

Rayhan kembali menarik tangan Siti untuk kesekian kalinya. Namun, tarikannya kali ini lebih membutuhkan tenaga karena Siti enggan meninggalkan meja rias karena masih ingin mengagumi wajahnya lebih lama. Dengan sangat terpaksa, Siti mengikuti Rayhan meninggalkan salon itu, bergegas memasuki mobil mewahnya.

Rayhan menggelengkan kepalanya saat Siti masih asyik berselfi dengan kameranya. Disaat tengah asyik memotret dirinya sendiri, ponselnya mati dan kini ia sedang berusaha meminjam ponsel mahal Rayhan.

"Tuan, pinjam ponselnya ya..jarang-jarang nih bisa cantik kayak begini, seperti artis-artis yang di tipi itu," rayu Siti pada Rayhan yang fokus menyetir. Rayhan masih diam, tidak mengindahkan rayuan Siti sedikitpun. Serentetan kata rayuan sudah keluar dari bibir mungilnya, sayang Rayhan masih tidak bergeming.

"Katanya biar bisa jadi istri beneran, kalau memang begitu harus ada dokumentasi yang bisa meyakinkan tuan besar bahwa saya memang benar calon istri tuan meski cuma kita berdua yang tahu kebenarannya." Rayhan termenung mencerna perkataan Siti barusan. Betul juga. Siapa tahu nanti mama membuka ponsel terus mencari-cari foto Siti di sana, gumamnya dalam hati.

Rayhan lalu menepikan mobilnya. Siti menjerit kesenangan dalam hati, yess. Akan ada princess di ponselnya nanti, serunya dalam hati, merencanakan berbagai pose yang akan ia ambil. Rayhan lalu mengeluarkan ponsel miliknya dari saku celananya. Ia menarik Siti agar mendekat kearahnya. Krek. Krek.Krek. Krek. Krek. Entah sudah berapa banyak foto yang sudah mereka ambil. Rayhan terlihat menikmati pose demi pose yang mereka buat. Pose terakhir adalah saat Siti meletakkan dagunya di atas pundak kiri Rayhan, mereka terlihat sangat serasi. 

Rayhan hendak memasukkan kembali ponselnya namun tangan Siti mendadak mencekal tangannya. 

"Berhenti, Tuan. Sekarang yang harus Tuan lakukan adalah mengirimkan semua foto-foto itu ke nomor saya," pinta Siti sedikit memaksa. Rayhan kali ini mengabulkan permintaan Siti tanpa banyak pertanyaan dan perlawanan. 

Ting. Notifikasi tanda pesan masuk berbunyi di ponsel Siti. Siti buru-buru membuka ponselnya. Ia tersenyum puas dan tidak berhenti-henti memuji dirinya sendiri. 

"Anak emak ini memang cantik. Ini tanpa make up sudah begini geulisnya. Yang ini waktu mau berangkat tadi, udah lumayan banget nambah, dan yang ini, huhuhu... cantiknya nggak kalah sama pemain sinetron di tipi jempol itu." Siti terus mengoceh tanpa mengindahkan tatapan Rayhan yang sesekali melirik ke arahnya. 

Keliatannya mama bakalan suka sama anak ini, nih, batin Rayhan setelah berulang kali mencuri pandang ke arah Siti. Mama Rayhan tipikal perempuan yang tidak bisa diam. Semua hal tidak luput dari komentarnya. Rayhan tidak bisa membayangkan apa jadinya dirinya dan sang papa saat  makan malam nanti. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status