Kokok ayam sudah mulai terdengar di kala sepasang suami istri masih terlelap dalam tidurnya. Angin dingin di pagi hari bahkan tidak bisa menyentuh kulit mereka sedikit pun. Allura dan Rayan masih saling peluk satu sama lain. Burung dara berkicau seakan iri pada kemesraan mereka berdua. Membentuk alunan lagu yang indah didengar alam.
Sinar sang surya menelusup lewat sela tirai jendela minimalis. Mengenai tepat di wajah Allura yang putih bersinar, membuat wajahnya semakin ayu nan rupawan. Netranya sedikit demi sedikit mulai terbuka. Begitu bahagianya ketika hal pertama yang dilihatnya adalah Rayan, suami tercinta. Sudut-sudut bibirnya mulai mengembang membentuk simpul senyum yang manis. Ia tidak berniat untuk bangun melihat tangan Rayan masih melingkar di pinggulnya. Ia takut jika Rayan akan terbangun karena memindahkan tangannya. Ia tahu Rayan sangat lelah setelah begadang semalaman untuk memeriksa berkas-berkas kantornya yang tak pernah habis.
‘Beruntungnya aku bisa memilikimu dalam hidupku Mas,’ batin Allura.
Tangannya membelai wajah sang suami. Mengusap rambut yang menutupi wajah Rayan. Allura terus memandangnya dengan senyum yang masih lebar. Ia merasa tidak pernah bosan memandang wajah Rayan seperti itu. Karena dengan melihat wajahnya, Allura merasa sangat bersyukur. Apalagi melihatnya setenang itu ketika tidur. Apakah ia sedang bermimpi indah sekarang?
Rayan mulai merasakan sentuhan tangan Allura. Rayan pun membuka matanya lalu tersenyum. Ia juga sangat senang Allura lah yang menjadi hal pertama yang dilihatnya setelah membuka mata. Begitulah jika sudah saling mencintai, semua terasa indah jika dijalani bersama. Tidak akan lengkap tanpa rasa cinta dan kasih sayang yang besar.
"Pagi Sayang," ucap Rayan lalu mengecup kening Allura.
"Pagi juga Mas," jawab Allura dengan lembut.
"Kamu sudah bangun dari tadi? Kenapa tidak bangunkan Mas?" tanya Rayan sembari mengusap pipi sang istri.
"Adek hanya tidak mau mengganggu tidurmu Mas. Mas pasti lelah setelah semalaman harus begadang," jelas Allura. Mereka selalu bicara dengan saling menatap.
"Begitu ya? Atau Adek sebenarnya hanya ingin melihat wajah Mas?" goda Rayan. Ia menggelitik perut Allura dengan manja. Tawa Allura pun mulai pecah saat itu juga.
Mereka berdua saling menggelitik satu sama lain. Saling tertawa ria bersama, seakan tidak akan ada masalah yang bisa menghancurkan kebahagiaan mereka. Sangat penting adanya canda tawa dalam pernikahan. Selain membuat bahagia, canda tawa juga bisa memperkuat cinta antara suami dan istri. Tak terkecuali mereka yang menikah tidak berdasarkan cinta, seperti perjodohan. Karena cinta juga bisa tumbuh karena telah terbiasa.
"Hahaha ... Sudah Mas, Adek lelah. Kita juga akan terlambat berangkat kerja jika terus di sini," ucap Allura setelah beberapa menit bermain colek-colekan dengan Rayan.
"Oke, Mas anggap Adek kalah ya, hehe. Jadi, berikan hadiah Mas sekarang," sahut Rayan sembari menunjuk-nunjuk pipinya. Matanya terpejam dan tersenyum puas penuh kemenangan.
"Dasar Mas manja banget ya."
Cup!
Satu kecupan penuh kasih sayang baru saja mendarat di pipi kiri Rayan. Rayan masih memejamkan matanya. Allura hanya diam dan menahan tawa. Dia tahu benar apa maksud Rayan sekarang.
"Eh, di sini nggak dikasih juga?" tanya Rayan yang memanyunkan bibirnya.
"Ah, sudah ih, Mas! Sana mandi, Mas bau huuu..." ejek Allura dengan menutup hidungnya.
"Apa? Bau? Umm, sini kamu ya." Rayan memeluk Allura lebih erat sehingga ia benar-benar menempel dengan tubuhnya. Agar dia juga bisa mencium bau tubuh Rayan.
"Hahaha, Mas lepasin. Adek mau siapin sarapan buat kita. Lagian Kita juga harus berangkat kerja Mas," ujar Allura masih dalam dekapan Rayan.
"Baiklah istriku yang bawel." Rayan mencubit pipi Allura manja. "Tapi ingat ya, kamu masih punya hutang lho," godanya lagi dengan memanyunkan bibir.
"Ih, Mas," sahut Allura malu. Kedua pipinya mulai bersemu merah padam. Rayan tertawa melihat itu. Ia pun melepaskan Allura setelah mencium pipinya. Lalu bergegas menuju kamar mandi.
Allura membersihkan dan merapikan tempat tidur setelah menggelung surainya. Dilanjutkan menyapu rumah lalu menyiapkan pakaian untuk Rayan. Kemeja biru pastel dan celana hitam sudah tersetrika rapi dan diletakkan di kasur. Tak lupa jas biru dongker dan dasi berwarna senada juga sudah disiapkan Allura. Setelah menyiapkan pakaian dan keperluan Rayan dan mandi, Allura menuju dapur dan mulai memasak sarapan. Begitulah habitnya selama dua tahun ini. Ia harus mengerjakan semuanya sebelum berangkat kerja.
Allura sendiri sebagai seorang istri, dia juga bekerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Ia bekerja sebagai admin pergudangan di salah satu perusahaan pabrik kimia. Padahal dari awal, Rayan sudah memintanya untuk resign dan mengurus rumah saja. Tetapi selain seorang istri, Allura juga seorang wanita karir yang hebat. Tak heran jika banyak orang yang menyukainya, termasuk Rayan.
Allura hampir saja selesai menyelesaikan masakannya, tiba-tiba Rayan memeluknya dari belakang. Kepalanya bertengger di bahu sang istri dengan manjanya. Ia terus menciumi tengkuk Allura gemas. Allura menahan gelinya sembari memasak. Lima detik kemudian nasi goreng buatannya sudah siap. Allura menaruh beberapa centong nasi goreng itu di piring Rayan lalu menambah telur mata sapi di atasnya. Ia melakukan hal yang sama dengan piringnya. Allura juga menyiapkan dua gelas air putih untuknya dan Rayan. Mereka berdua pun makan bersama.
Semua barang dan makanan mereka memang sederhana. Mereka berdua memilih untuk menabung uang mereka untuk masa depan anak mereka nanti. Rayan dan Allura memang lebih suka bersikap sederhana walaupun mereka dari keluarga yang sangat berkecukupan. Apalagi sekarang mereka sama-sama bekerja.
"Hari ini Mas antar seperti biasa ya?" ujar Rayan setelah meneguk air di gelasnya hingga habis.
"Iya Mas. Tas dan kunci mobil sudah Adek taruh di meja. Adek mau cuci piring dulu dan mengambil beberapa berkas untuk di kantor," jawab Allura sambil mengambil piring kotor dan mencucinya.
"Baik. Mas tunggu di depan ya."
"Iya Mas." Allura menaruh piring yang sudah dicucinya ke rak piring dan mengelap tangannya. Lalu ia masuk ke kamar dan mengambil beberapa map merah dan hijau di meja kerjanya. Setelah itu ia keluar dan mengunci pintu rumah.
Di depan, Rayan sudah siap dengan mobil silvernya. Setelah melihat Allura, ia pun membukakan pintu untuk sang istri. Pasangan itu memang selalu romantis dalam hal-hal kecil sekalipun. Bisa dibilang, rumah tangga mereka sangat sempurna. Idaman para suami dan istri di dunia ini.
Rayan pun mulai menancap gasnya. Mengendarai kendaraan apapun harus dengan kecepatan standar dan stabil. Itulah yang dilakukan Rayan setiap kali berkendara. Sosok suami yang sempurna di dunia nyata ialah Rayan. Sepanjang perjalanan Allura memeriksa ulang semua pekerjaannya. Ia juga istri yang sangat sempurna. Mereka berdua memang cocok. Sesekali Rayan menasehati istrinya itu untuk lebih banyak beristirahat saja. Masalah mencari nafkah sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Tetapi Allura masih tetap ingin bekerja. Daripada di rumah sendirian menunggu Rayan pulang. Itu sangat membuatnya jenuh. Lalu Rayan bisa apa jika Allura sudah ingin seperti itu? Ia juga tidak bisa memaksakan kehendaknya dan bersikap egois.
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di tempat kerja Allura. Kemacetan di jalan raya tidak bisa dihindari jika sudah jam kerja seperti ini. Apalagi jika dibarengi dengan anak-anak yang berangkat sekolah. Rayan turun lebih dulu agar ia bisa membukakan pintu kembali untuk Allura. Sebenarnya Allura tidak perlu tindakan seperti itu, tetapi dia juga tahu bahwa itu termasuk kasih sayang Rayan kepadanya.
"Jangan lupa untuk makan siang nanti dan selalu berhati-hati dalam mengerjakan sesuatu Sayang. Dan jangan lupa kabari Mas jika sudah pulang," ucap Rayan. Ia membelai pucuk kepala sang istri dengan lembut.
"Iya Mas. Mas juga hati-hati di jalan ya." Allura menatap mata Rayan dalam sambil tersenyum. Itu adalah energi yang mengisi penuh semangat Rayan untuk bekerja. Rayan pun mengecup kening Allura sebelum pergi menuju kantornya. Ia terus memandang Allura dari belakang sampai akhirnya Allura tidak lagi ditangkap oleh pandangannya. Setelah itu baru ia akan masuk mobil dan bergegas pergi.
Rayan tiba di kantornya setelah mengantar Allura ke tempat kerjanya. Ia ada rapat bersama manajer lainnya hari ini untuk membahas investasi yang akan dilakukan minggu depan. Beberapa CEO perusahaan juga datang untuk rapat tersebut. Mereka akan bekerja sama untuk proyek besar yang dimulai pada bulan ini. Rayan adalah orang yang cerdas dalam menciptakan strategi yang luar biasa. Keuangan perusahaannya berkembang pesat setelah ia naik jabatan menjadi manajer di sana. Rayan juga seorang manajer yang kerap berkomunikasi dengan rekan kerjanya, walaupun bawahannya sekali pun. Sebab itu, Rayan sangat disegani di perusahaannya. Tetapi tetap saja, ada beberapa orang yang iri terhadap kesuksesannya. Dunia kerja tidak akan lengkap tanpa adanya persaingan yang ketat. Rayan dan yang lainnya sudah berkumpul di ruang rapat. Ketua divisi proyek lah yang akan melakukan presentasi kali ini.Semua orang yang ada di sana memperhatikan presentasi dengan khidmat, apalag
Pagi yang cerah untuk hari yang spesial. Sang arunika tampak tersenyum pada dunia yang indah. Pagi ini Rayan dan Allura Berencana untuk pergi ke dokter kandungan. Mereka berdua sudah merundingkan ini semalam, bahwa mereka menginginkan seorang anak untuk melengkapi keluarga kecil mereka. Betapa sempurnanya keluarga mereka dengan kehadiran sang buah hati nantinya. “Bangun Sayang, sudah pagi.” Rayan mengecup pipi Allura yang masih terpejam. “Hmm ....” Allura hanya menggeram. “Bangunlah, pagi ini kita akan pergi ke dokter kandungan. Kamu ingat?” ucap Rayan. “Iya Mas,” jawab Allura lirih. Ia mengucek matanya sebelum benar-benar tersadar. “Mas mandi duluan ya.” “Iya Mas. Adek akan memasak sarapan untuk kita,” ujar Allura. Ia pun duduk untuk bersiap. “Tidak usah Sayang. Hari ini Mas tidak ingin kamu kelelahan. Lagi pula ini hari libur, waktunya untuk kita menikmati hari. Mas akan mengajakmu jalan-jalan seharian ini. Pag
Rayan dan Allura masih terlelap setelah melewati beberapa malam yang panjang. Jangan berpikir aneh-aneh, mereka sering tidur terlalu larut karena harus mengerjakan pekerjaan kantor yang mulai menumpuk. Matahari sudah menampakkan wajahnya. Sepertinya mereka berdua lelah setelah berkencan untuk mengerjakan tugas. Alarm di ponsel Allura sudah berbunyi sejak lima belas menit lalu. Namun, ia masih tidak terbangun. Akhirnya Rayan lah yang mendengarnya lalu membangunkan Allura. “Sayang, ponsel kamu berdering dari tadi,” ucapnya. Allura mulai tersadar karena belaian Rayan. Ia pun mengambil ponselnya di meja. “Astaga Mas. Sudah jam tujuh lewat. Adek lupa kalau hari ini, Adek ada rapat tahunan. Dan Adek yang akan melakukan presentasi tahun ini,” pekik Allura setelah melihat layar ponselnya. “Aww!” rintihnya memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. “Kenapa Dek? Adek sakit? Mas bawa ke dokter ya. Biar Mas yang kirim surat ke kantormu nanti.”
Hari ini Allura mengambil cuti untuk beristirahat di rumah. Ia berniat untuk membeli testpack setelah Rayan berangkat kerja. Ia ingin mengetahui jawaban dari dugaannya. Jika itu benar, ia akan memberi surprise pada suaminya itu. Membayangkan wajah gembiranya saja membuat hati Allura sangat berdebar. “Sayang, aku berangkat kerja dulu ya. Kamu benar tidak ingin ditemani di rumah?” tanya Rayan. “Aku sedang ingin beristirahat di rumah saja Mas. Kalau ditemani, Mas tidak akan membiarkan Adek istirahat,” jawab Allura terkekeh. “Baiklah istriku yang bawel. Kalau begitu Mas berangkat ya,” pamit Rayan. Lalu ia mencium kening Allura dan berangkat ke kantornya. “Iya Mas. Hati-hati di jalan ya ....” Allura mengunci pintu rumah setelah Rayan berangkat. Ia segera bersiap untuk pergi ke klinik dan membeli testpack. Ia sangat tidak sabar untuk mengetahui hasilnya nanti. Wajahnya berseri-seri menatap tub
Allura masih memilih cuti dari pekerjaannya. Bukan karena badannya masih tidak enak atau masih terasa sakit, melainkan karena ia ingin checkup ke dokter kesehatan seperti saran Dokter Stevan. Jika pun ada penyakit pada tubuhnya, setidaknya Rayan tidak perlu tahu agar dia tidak khawatir. Ia pikir, sudah cukup merepotkan Rayan dalam beberapa hari belakangan ini. “Apa Adek tidak merasa bosan berada di rumah seorang diri saja?” tanya Rayan dengan memeluk Allura manja dari belakang. “Hmm sebenarnya bosan,” jawab Allura sambil memasukkan beberapa sayur yang sudah dipotong ke dalam air yang mendidih. “Kalau begitu Mas temani yaa,” sahut Rayan dengan cepat. “Tidak.” “Yah, kenapa?” tanya Rayan dengan nada memelas. “Mas harus bekerja.” “Mas kan juga bisa cuti.” “Tidak. Apa Mas mau dikatakan sebagai manajer yang malas hanya karena ingin bermanja-manja dengan istrinya?” “Hmm.” Rayan tampak cemberut.
Hari ini Allura berniat untuk konsultasi ke dokter lagi. Keputusannya sudah bulat, ia ingin hamil. Entah seberapa besar rintangannya nanti. Ia hanya ingin melahirkan seorang anak untuk Rayan. Seperti pagi-pagi yang telah lalu, Allura melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Menyiapkan keperluan suami adalah tanggung jawabnya. “Sayang,” panggil Rayan. “Iya Mas.” “Pasangkan dasi suamimu ini Sayang. Entah kenapa hari ini dia tidak mau menurut padaku,” ujar Rayan. Ia hanya ingin bermanja-manja dengan istrinya sebelum berangkat kerja. “Mas ini ada-ada saja. Sini, biar Adek pakaikan.” Allura pun mulai melipat ke sana ke mari dasi berwarna biru dengan aksen garis-garis. “Adek sudah ingin masuk kerja lagi hari ini?” tanya Rayan memandang wajah Allura yang masih serius memasangkannya dasi. “Iya Mas. Lagi pula, badan Adek sudah sehat.” Allura merapikan dasi dan kerah Rayan. “Sudah selesai Mas. Ayo kita sarapan,” ajaknya.
Satu bulan sudah berlalu. Kehidupan Rayan dan Allura berjalan seperti biasanya. Allura sudah jarang mengambil lembur di kantornya. Sedangkan Rayan masih sering lembur karena proyeknya sedang berjalan. Hari ini adalah hari libur, Rayan berencana untuk mengajak Allura jalan-jalan hari ini. Tetapi Allura menolaknya karena ia merasa tidak enak badan. Allura sedang memasak di dapur. Tapi pagi ini ia merasakan ada sesuatu yang tidak seperti biasanya. Entah penciumannya yang sangat sensitif atau memang karena ia belum makan. “Hoek!” Allura merasa sangat mual. Ia pun mematikan kompor dan berlari ke arah kamar mandi. Rayan yang melihatnya seperti itu, tampak sangat khawatir dan segera menghampirinya. “Hoeek!” Allura terus merasa mual. “Adek kenapa?” tanya Rayan. “Hoek! Tidak tahu Mas. Adek merasa sangat mual. Hoek!” Allura terus mual-mual. Raut wajah Rayan yang tadinya khawatir, kini berubah menjadi berseri-seri. I
Rayan dan Allura sangat berbahagia karena sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua. Keluarganya akan utuh dengan kehadiran buah cinta mereka. Beribu kata syukur mereka ucapkan tidak akan bisa menjelaskan betapa bahagianya mereka. Sama seperti buih di lautan yang tidak bisa dihitung jumlahnya. “Hari ini kita cuti kerja dulu ya Dek. Kita akan ke Bandung untuk menyampaikan berita bahagia ini secara langsung. Ayah dan Ibu pasti juga ingin mendoakan cucunya ini,” ucap Rayan sembari mengelus perut Allura. “Baiklah Mas. Adek akan kirim email dulu ke kantor. Setelah itu Adek akan siapkan keperluan kita untuk di sana.” “Iya. Mas juga mau menelepon ke rumah dulu.” Allura mengirim pesan kepada Lysha kalau hari ini ia akan mengambil cuti sekaligus memberitahu kabar bahagia tentang kehamilannya. Lysha begitu senangnya sampai ia ingin mengunjungi Allura saat itu juga. Tapi ia juga merasa sedih karena Allura pasti akan segera res