Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, tidak terlalu cepat jaraknya sejak Rayan datang ke rumah orang tua Allura di kampung halamannya yang lumayan jauh jaraknya dari Jakarta. Pernikahan digelar di kampung saja karena Rayan sangat-sangat menghargai keputusan ibu dan ayah Allura yang ingin menjalankan tradisi adat di kampung beliau juga, ibu dan ayah Rayan tidak keberatan dengan hal itu karena menurut mereka apapun yang membuat anaknya bahagia maka biarlah seperti itu.
Allura sudah mandi kembang di pagi-pagi hari sekali sesuai adat kampungnya, tidak ada yang menyalahi syariat dalam ajaran agama Islam menurut Rayan juga Allura karena itulah kedua sama-sama yakini.
Acara pernikahan akan dilaksanakan pagi hari sekali di aula perkampungan. Seluruh warga di kampung sangat bersyukur dapat juga berpartisipasi dalam menyiapkan aula kampung sebagai tepat ijab kabul nanti dilakukan.
Suasana kampung sangat meriah di hari sebelum hari pernikahan ini. Ada yang memasak, merapikan
Kokok ayam sudah mulai terdengar di kala sepasang suami istri masih terlelap dalam tidurnya. Angin dingin di pagi hari bahkan tidak bisa menyentuh kulit mereka sedikit pun. Allura dan Rayan masih saling peluk satu sama lain. Burung dara berkicau seakan iri pada kemesraan mereka berdua. Membentuk alunan lagu yang indah didengar alam. Sinar sang surya menelusup lewat sela tirai jendela minimalis. Mengenai tepat di wajah Allura yang putih bersinar, membuat wajahnya semakin ayu nan rupawan. Netranya sedikit demi sedikit mulai terbuka. Begitu bahagianya ketika hal pertama yang dilihatnya adalah Rayan, suami tercinta. Sudut-sudut bibirnya mulai mengembang membentuk simpul senyum yang manis. Ia tidak berniat untuk bangun melihat tangan Rayan masih melingkar di pinggulnya. Ia takut jika Rayan akan terbangun karena memindahkan tangannya. Ia tahu Rayan sangat lelah setelah begadang semalaman untuk memeriksa berkas-berkas kantornya yang tak pernah habis.
Rayan tiba di kantornya setelah mengantar Allura ke tempat kerjanya. Ia ada rapat bersama manajer lainnya hari ini untuk membahas investasi yang akan dilakukan minggu depan. Beberapa CEO perusahaan juga datang untuk rapat tersebut. Mereka akan bekerja sama untuk proyek besar yang dimulai pada bulan ini. Rayan adalah orang yang cerdas dalam menciptakan strategi yang luar biasa. Keuangan perusahaannya berkembang pesat setelah ia naik jabatan menjadi manajer di sana. Rayan juga seorang manajer yang kerap berkomunikasi dengan rekan kerjanya, walaupun bawahannya sekali pun. Sebab itu, Rayan sangat disegani di perusahaannya. Tetapi tetap saja, ada beberapa orang yang iri terhadap kesuksesannya. Dunia kerja tidak akan lengkap tanpa adanya persaingan yang ketat. Rayan dan yang lainnya sudah berkumpul di ruang rapat. Ketua divisi proyek lah yang akan melakukan presentasi kali ini.Semua orang yang ada di sana memperhatikan presentasi dengan khidmat, apalag
Pagi yang cerah untuk hari yang spesial. Sang arunika tampak tersenyum pada dunia yang indah. Pagi ini Rayan dan Allura Berencana untuk pergi ke dokter kandungan. Mereka berdua sudah merundingkan ini semalam, bahwa mereka menginginkan seorang anak untuk melengkapi keluarga kecil mereka. Betapa sempurnanya keluarga mereka dengan kehadiran sang buah hati nantinya. “Bangun Sayang, sudah pagi.” Rayan mengecup pipi Allura yang masih terpejam. “Hmm ....” Allura hanya menggeram. “Bangunlah, pagi ini kita akan pergi ke dokter kandungan. Kamu ingat?” ucap Rayan. “Iya Mas,” jawab Allura lirih. Ia mengucek matanya sebelum benar-benar tersadar. “Mas mandi duluan ya.” “Iya Mas. Adek akan memasak sarapan untuk kita,” ujar Allura. Ia pun duduk untuk bersiap. “Tidak usah Sayang. Hari ini Mas tidak ingin kamu kelelahan. Lagi pula ini hari libur, waktunya untuk kita menikmati hari. Mas akan mengajakmu jalan-jalan seharian ini. Pag
Rayan dan Allura masih terlelap setelah melewati beberapa malam yang panjang. Jangan berpikir aneh-aneh, mereka sering tidur terlalu larut karena harus mengerjakan pekerjaan kantor yang mulai menumpuk. Matahari sudah menampakkan wajahnya. Sepertinya mereka berdua lelah setelah berkencan untuk mengerjakan tugas. Alarm di ponsel Allura sudah berbunyi sejak lima belas menit lalu. Namun, ia masih tidak terbangun. Akhirnya Rayan lah yang mendengarnya lalu membangunkan Allura. “Sayang, ponsel kamu berdering dari tadi,” ucapnya. Allura mulai tersadar karena belaian Rayan. Ia pun mengambil ponselnya di meja. “Astaga Mas. Sudah jam tujuh lewat. Adek lupa kalau hari ini, Adek ada rapat tahunan. Dan Adek yang akan melakukan presentasi tahun ini,” pekik Allura setelah melihat layar ponselnya. “Aww!” rintihnya memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. “Kenapa Dek? Adek sakit? Mas bawa ke dokter ya. Biar Mas yang kirim surat ke kantormu nanti.”
Hari ini Allura mengambil cuti untuk beristirahat di rumah. Ia berniat untuk membeli testpack setelah Rayan berangkat kerja. Ia ingin mengetahui jawaban dari dugaannya. Jika itu benar, ia akan memberi surprise pada suaminya itu. Membayangkan wajah gembiranya saja membuat hati Allura sangat berdebar. “Sayang, aku berangkat kerja dulu ya. Kamu benar tidak ingin ditemani di rumah?” tanya Rayan. “Aku sedang ingin beristirahat di rumah saja Mas. Kalau ditemani, Mas tidak akan membiarkan Adek istirahat,” jawab Allura terkekeh. “Baiklah istriku yang bawel. Kalau begitu Mas berangkat ya,” pamit Rayan. Lalu ia mencium kening Allura dan berangkat ke kantornya. “Iya Mas. Hati-hati di jalan ya ....” Allura mengunci pintu rumah setelah Rayan berangkat. Ia segera bersiap untuk pergi ke klinik dan membeli testpack. Ia sangat tidak sabar untuk mengetahui hasilnya nanti. Wajahnya berseri-seri menatap tub
Allura masih memilih cuti dari pekerjaannya. Bukan karena badannya masih tidak enak atau masih terasa sakit, melainkan karena ia ingin checkup ke dokter kesehatan seperti saran Dokter Stevan. Jika pun ada penyakit pada tubuhnya, setidaknya Rayan tidak perlu tahu agar dia tidak khawatir. Ia pikir, sudah cukup merepotkan Rayan dalam beberapa hari belakangan ini. “Apa Adek tidak merasa bosan berada di rumah seorang diri saja?” tanya Rayan dengan memeluk Allura manja dari belakang. “Hmm sebenarnya bosan,” jawab Allura sambil memasukkan beberapa sayur yang sudah dipotong ke dalam air yang mendidih. “Kalau begitu Mas temani yaa,” sahut Rayan dengan cepat. “Tidak.” “Yah, kenapa?” tanya Rayan dengan nada memelas. “Mas harus bekerja.” “Mas kan juga bisa cuti.” “Tidak. Apa Mas mau dikatakan sebagai manajer yang malas hanya karena ingin bermanja-manja dengan istrinya?” “Hmm.” Rayan tampak cemberut.
Hari ini Allura berniat untuk konsultasi ke dokter lagi. Keputusannya sudah bulat, ia ingin hamil. Entah seberapa besar rintangannya nanti. Ia hanya ingin melahirkan seorang anak untuk Rayan. Seperti pagi-pagi yang telah lalu, Allura melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Menyiapkan keperluan suami adalah tanggung jawabnya. “Sayang,” panggil Rayan. “Iya Mas.” “Pasangkan dasi suamimu ini Sayang. Entah kenapa hari ini dia tidak mau menurut padaku,” ujar Rayan. Ia hanya ingin bermanja-manja dengan istrinya sebelum berangkat kerja. “Mas ini ada-ada saja. Sini, biar Adek pakaikan.” Allura pun mulai melipat ke sana ke mari dasi berwarna biru dengan aksen garis-garis. “Adek sudah ingin masuk kerja lagi hari ini?” tanya Rayan memandang wajah Allura yang masih serius memasangkannya dasi. “Iya Mas. Lagi pula, badan Adek sudah sehat.” Allura merapikan dasi dan kerah Rayan. “Sudah selesai Mas. Ayo kita sarapan,” ajaknya.
Satu bulan sudah berlalu. Kehidupan Rayan dan Allura berjalan seperti biasanya. Allura sudah jarang mengambil lembur di kantornya. Sedangkan Rayan masih sering lembur karena proyeknya sedang berjalan. Hari ini adalah hari libur, Rayan berencana untuk mengajak Allura jalan-jalan hari ini. Tetapi Allura menolaknya karena ia merasa tidak enak badan. Allura sedang memasak di dapur. Tapi pagi ini ia merasakan ada sesuatu yang tidak seperti biasanya. Entah penciumannya yang sangat sensitif atau memang karena ia belum makan. “Hoek!” Allura merasa sangat mual. Ia pun mematikan kompor dan berlari ke arah kamar mandi. Rayan yang melihatnya seperti itu, tampak sangat khawatir dan segera menghampirinya. “Hoeek!” Allura terus merasa mual. “Adek kenapa?” tanya Rayan. “Hoek! Tidak tahu Mas. Adek merasa sangat mual. Hoek!” Allura terus mual-mual. Raut wajah Rayan yang tadinya khawatir, kini berubah menjadi berseri-seri. I