Rayan dan Allura masih terlelap setelah melewati beberapa malam yang panjang. Jangan berpikir aneh-aneh, mereka sering tidur terlalu larut karena harus mengerjakan pekerjaan kantor yang mulai menumpuk. Matahari sudah menampakkan wajahnya. Sepertinya mereka berdua lelah setelah berkencan untuk mengerjakan tugas. Alarm di ponsel Allura sudah berbunyi sejak lima belas menit lalu. Namun, ia masih tidak terbangun. Akhirnya Rayan lah yang mendengarnya lalu membangunkan Allura.
“Sayang, ponsel kamu berdering dari tadi,” ucapnya. Allura mulai tersadar karena belaian Rayan. Ia pun mengambil ponselnya di meja.
“Astaga Mas. Sudah jam tujuh lewat. Adek lupa kalau hari ini, Adek ada rapat tahunan. Dan Adek yang akan melakukan presentasi tahun ini,” pekik Allura setelah melihat layar ponselnya. “Aww!” rintihnya memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing.
“Kenapa Dek? Adek sakit? Mas bawa ke dokter ya. Biar Mas yang kirim surat ke kantormu nanti.” Rayan terlihat sangat khawatir melihat Allura. Ia menyentuh keningnya untuk memeriksa suhu tubuhnya.
“Tidak apa-apa Mas. Hanya pusing setelah bangun tidur. Adek mandi dulu ya Mas.”
“Tapi Dek, lebih baik kamu beristirahat saja hari ini.” Rayan mengusap samping kepala Allura.
“Adek tidak apa-apa Mas ....”Allura meyakinkan Rayan.
“Baiklah, tapi jangan terlalu memaksakan tubuhmu Sayang,” nasehat Rayan.
Allura mengangguk dan tersenyum, mengiyakan apa yang Rayan katakan.
Allura bersiap untuk mandi. Sementara dia mandi, Rayan yang mengerjakan tugas-tugasnya. Merapikan ranjang, membersihkan rumah, dan menyiapkan barang-barang Allura.Rayan memang sering membantu pekerjaan Allura ketika istrinya itu tidak enak badan atau saat pekerjaan Allura sangat banyak. Sesekali ia juga membantu Allura untuk memasak. Begitulah pasangan yang saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi. Apa pun kita kerjakan bersama atau bergantian tanpa harus saling menyalahkan.
Allura tidak terkejut ketika melihat barang-barang dan pakaiannya sudah siap. Suaminya itu sangat perhatian. Ia hanya bisa berterima kasih pada Rayan dan bersyukur bisa menjadi istri Rayan.Allura segera bersiap dan mengecek persiapan untuk presentasinya nanti. Setelah Rayan juga selesai bersiap, mereka bergegas untuk berangkat kerja.
“Jangan lupa kabari Mas jika ada apa-apa Dek. Mas khawatir ....” Rayan menatap mata Allura dalam ketika sampai di tempat kerjanya.
“Suamiku tercinta, istrimu ini tidak apa-apa,” ucap Allura dan menyunggingkan senyum lebar. Entah kenapa dia masih tetap bersikukuh ingin kerja walaupun dalam keadaan sakit. Mungkin, baginya presentasi hari ini sangat penting. Sebab itu, ia tetap ingin bekerja dan menahan pening di kepalanya.
“Jaga kesehatanmu Sayang.” Rayan mengecup kening Allura. Mereka berdua pun berpisah untuk bekerja di tempat masing-masing.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih lima belas menit. Lima menit lagi Allura sudah harus tiba di ruang rapat untuk mempersiapkan presentasinya. Allura mempercepat dan melebarkan langkahnya menuju ruang rapat. Beberapa karyawan sudah tiba di sana dengan berkas di meja masing-masing.Allura masuk dan langsung menyiapkan layar presentasi. Setelah semua tamu undangan sudah berkumpul dan dirasa siap, barulah Allura membuka rapatnya.
“Selamat pagi semuanya. Terima kasih untuk rekan-rekan yang sudah menyempatkan hadir di rapat tahunan hari ini.Saya Allura selaku admin pergudangan di perusahaan ini, izinkan saya untuk menyampaikan presentasi kali ini. Agar mempersingkat waktu, langsung saja Saya mulai presentasinya.”
Allura mulai menjelaskan perkembangan dan penurunan barang di gudangnya, serta strategi yang akan ia lakukan selanjutnya.Beberapa diagram dan persentasenya terlihat di layar monitor. Semua yang hadir di sana pun memperhatikan presentasi Allura. Namun, di sela-sela presentasinya itu, Allura terjatuh. Beberapa karyawan yang berada di sana pun langsung menghampirinya.
“All ... All sadarlah,” ucap Lysha. Ia adalah teman satu kantor Allura. Mereka sudah sangat dekat seperti saudara.
Karena Allura tak kunjung sadar, Lysha menyuruh beberapa karyawan untuk menggendongnya ke mobil dan membawanya ke klinik terdekat. Lysha sendiri yang mengantar dan menemaninya di klinik. Karena hanya dia lah yang paling dekat dengan Allura. Karyawan lain pun sedang melanjutkan rapat tahunan yang terjeda. Sekretaris admin pergudangan–Clarin mengambil alih presentasinya.
“Sshh ....” Allura merasakan pusing di kepalanya. Perlahan matanya terbuka dan mulai sadar.
“All, kamu sudah sadar?” tanya Lysha. “Sebentar, aku panggilkan dokter dulu,” sambungnya.
“Tunggu, tidak usah Lys,” tolak Allura.
“Jika terjadi sesuatu pada kesehatanmu bagaimana? Lalu kamu tidak akan masuk kantor, dan aku akan kesepian tanpamu. Tidak, aku akan panggilkan dokter sekarang.” Lysha pun berdiri dari duduknya, tetapi Allura memegang tangannya dan menghentikannya.
“Aku bilang tidak usah Lysha ... Aku baik-baik saja, tidak perlu diperiksa. Aku hanya minta tolong antarkan saja aku pulang,” ujar Allura. Ia pikir, saat ini ia sedang hamil.
“Baiklah, aku akan mengantarmu.”Lysha pun membantu Allura untuk berjalan dan mengantarnya pulang.
Allura mengirim pesan singkat pada Rayan, bahwa ia sudah pulang dari kantor. Rayan tidak perlu menjemputnya nanti. Mengetahui itu, Rayan khawatir pada Allura. Pasti ia sakit dan terpaksa dipulangkan. Benar saja, saat Rayan sudah sampai di rumah, Allura sedang terbaring lemah di kasur.
“Adek ... sudah Mas bilang bukan, jangan memaksakan dirimu. Lihatlah, sekarang kamu malah jatuh sakit seperti ini,” ucap Rayan yang baru saja datang dan langsung menghampiri istrinya.
“Adek baik-baik saja Mas. Adek hanya pusing karena belakangan ini sering begadang untuk mengerjakan tugas kantor,” sahut Allura.
“Kalau begitu lebih baik Adek resign saja, daripada Adek harus bekerja keras seperti itu dan tidak memperhatikan kesehatan. Lagi pula, gaji Mas cukup untuk kita berdua.”
“Izinkan Adek tetap bekerja Mas. Adek janji akan menjaga kesehatan kok,” ujar Allura meyakinkan. Ia masih saja ingin terus bekerja. Baginya, pekerjaan bukanlah sebuah kewajiban atau penunjang kehidupan, melainkan adalah hobi. Menjadi wanita karir adalah impiannya sejak dulu.
“Benar Adek mau berjanji seperti itu?” tanya Rayan.
“Iya, Adek janji Mas.”
“Janji apa? Coba katakan yang lengkap.” Rayan menyunggingkan senyum penuh kasih sayang pada Allura.
“Adek janji akan menjaga kesehatan walaupun masih bekerja.” Allura mengucapkan kalimatnya dengan sangat detail dan menatap mata Rayan. Ia berjanji sepenuh hati untuk kepercayaan suaminya.
“Nah, anak pintar.” Rayan mengusap-usap kepala Allura sehingga rambutnya berantakan seperti singa. Allura yang sebal dengan itu, membalasnya dengan menggelitik perut Rayan. Mereka pun saling bersenda gurau layaknya anak kecil.
Rayan memilih untuk menjadi pembantu untuk istrinya hari ini. Ia membersihkan diri lalu menuju dapur untuk memasak. Tetapi saat Rayan sudah selesai memasak semua makanan, Allura malah terlihat tidak nafsu makan.
“Ada apa Dek? Apa masakannya tidak enak?” tanya Rayan.
“Eh, tidak Mas.”
“Lalu?”
“Emm, anu ... tiba-tiba Adek ingin mie ayam,” ucap Allura dengan malu-malu.
“Hahaha.” Rayan tertawa geli ketika melihat perilaku istrinya itu. “Kenapa tidak bilang dari tadi Sayang? Dasar istriku yang manja. Kalau begitu, ayo.” Rayan mencubit pipi Allura gemas. Ia pun merapikan masakannya dan menutupnya dengan penutup makanan yang terbuat dari aluminium. Dan segera bersiap untuk mengajak Allura untuk makan mie ayam seperti keinginannya.
‘Kenapa aku tiba-tiba ingin mie ayam ya? Apa benar aku sedang mengidam?’ pikir Allura.
Setelah mengikuti arahan GPS, Rayan dan Allura akhirnya sampai di warung mie ayam yang terkenal di kotanya. Di sana lumayan ramai, karena memang masakan dan menu-menunya sangat lezat. Allura langsung meneguk salivanya saat indra penciumannya menghirup bau sedap dari mie ayam. Ia tidak sabar lagi menyantap satu mangkok atau bahkan lebih mie ayam itu. Ia menarik Rayan masuk dan segera memilih menu yang menggugah seleranya. Lalu mereka duduk berdua di depan dekat rombong penjualnya.
“Wah, cepat sekali datang pesanan kita,” ujar Allura terpukau saat salah seorang pelayan mengantarkan tiga porsi mie ayam dengan daging ekstra.
“Selamat dinikmati Pak, Bu,” ucap pelayan itu dengan senyum ramah.
“Mas, ayo pimpin doa,” pinta Allura.
Rayan terkekeh melihat istrinya itu sudah sangat tidak sabar untuk memakan mie ayamnya. Rayan pun memimpin doa. Allura langsung menyeruput kuah mie ayamnya dengan nafsu. Seperti orang tidak makan selama seminggu saja. Rayan menggeleng-gelengkan kepalanya pelan melihat Allura. Tapi ia merasa senang bisa menuruti permintaan istrinya yang tiba-tiba itu. Ada yang aneh, tapi mereka berdua tidak sadar akan hal itu.
Hari ini Allura mengambil cuti untuk beristirahat di rumah. Ia berniat untuk membeli testpack setelah Rayan berangkat kerja. Ia ingin mengetahui jawaban dari dugaannya. Jika itu benar, ia akan memberi surprise pada suaminya itu. Membayangkan wajah gembiranya saja membuat hati Allura sangat berdebar. “Sayang, aku berangkat kerja dulu ya. Kamu benar tidak ingin ditemani di rumah?” tanya Rayan. “Aku sedang ingin beristirahat di rumah saja Mas. Kalau ditemani, Mas tidak akan membiarkan Adek istirahat,” jawab Allura terkekeh. “Baiklah istriku yang bawel. Kalau begitu Mas berangkat ya,” pamit Rayan. Lalu ia mencium kening Allura dan berangkat ke kantornya. “Iya Mas. Hati-hati di jalan ya ....” Allura mengunci pintu rumah setelah Rayan berangkat. Ia segera bersiap untuk pergi ke klinik dan membeli testpack. Ia sangat tidak sabar untuk mengetahui hasilnya nanti. Wajahnya berseri-seri menatap tub
Allura masih memilih cuti dari pekerjaannya. Bukan karena badannya masih tidak enak atau masih terasa sakit, melainkan karena ia ingin checkup ke dokter kesehatan seperti saran Dokter Stevan. Jika pun ada penyakit pada tubuhnya, setidaknya Rayan tidak perlu tahu agar dia tidak khawatir. Ia pikir, sudah cukup merepotkan Rayan dalam beberapa hari belakangan ini. “Apa Adek tidak merasa bosan berada di rumah seorang diri saja?” tanya Rayan dengan memeluk Allura manja dari belakang. “Hmm sebenarnya bosan,” jawab Allura sambil memasukkan beberapa sayur yang sudah dipotong ke dalam air yang mendidih. “Kalau begitu Mas temani yaa,” sahut Rayan dengan cepat. “Tidak.” “Yah, kenapa?” tanya Rayan dengan nada memelas. “Mas harus bekerja.” “Mas kan juga bisa cuti.” “Tidak. Apa Mas mau dikatakan sebagai manajer yang malas hanya karena ingin bermanja-manja dengan istrinya?” “Hmm.” Rayan tampak cemberut.
Hari ini Allura berniat untuk konsultasi ke dokter lagi. Keputusannya sudah bulat, ia ingin hamil. Entah seberapa besar rintangannya nanti. Ia hanya ingin melahirkan seorang anak untuk Rayan. Seperti pagi-pagi yang telah lalu, Allura melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Menyiapkan keperluan suami adalah tanggung jawabnya. “Sayang,” panggil Rayan. “Iya Mas.” “Pasangkan dasi suamimu ini Sayang. Entah kenapa hari ini dia tidak mau menurut padaku,” ujar Rayan. Ia hanya ingin bermanja-manja dengan istrinya sebelum berangkat kerja. “Mas ini ada-ada saja. Sini, biar Adek pakaikan.” Allura pun mulai melipat ke sana ke mari dasi berwarna biru dengan aksen garis-garis. “Adek sudah ingin masuk kerja lagi hari ini?” tanya Rayan memandang wajah Allura yang masih serius memasangkannya dasi. “Iya Mas. Lagi pula, badan Adek sudah sehat.” Allura merapikan dasi dan kerah Rayan. “Sudah selesai Mas. Ayo kita sarapan,” ajaknya.
Satu bulan sudah berlalu. Kehidupan Rayan dan Allura berjalan seperti biasanya. Allura sudah jarang mengambil lembur di kantornya. Sedangkan Rayan masih sering lembur karena proyeknya sedang berjalan. Hari ini adalah hari libur, Rayan berencana untuk mengajak Allura jalan-jalan hari ini. Tetapi Allura menolaknya karena ia merasa tidak enak badan. Allura sedang memasak di dapur. Tapi pagi ini ia merasakan ada sesuatu yang tidak seperti biasanya. Entah penciumannya yang sangat sensitif atau memang karena ia belum makan. “Hoek!” Allura merasa sangat mual. Ia pun mematikan kompor dan berlari ke arah kamar mandi. Rayan yang melihatnya seperti itu, tampak sangat khawatir dan segera menghampirinya. “Hoeek!” Allura terus merasa mual. “Adek kenapa?” tanya Rayan. “Hoek! Tidak tahu Mas. Adek merasa sangat mual. Hoek!” Allura terus mual-mual. Raut wajah Rayan yang tadinya khawatir, kini berubah menjadi berseri-seri. I
Rayan dan Allura sangat berbahagia karena sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua. Keluarganya akan utuh dengan kehadiran buah cinta mereka. Beribu kata syukur mereka ucapkan tidak akan bisa menjelaskan betapa bahagianya mereka. Sama seperti buih di lautan yang tidak bisa dihitung jumlahnya. “Hari ini kita cuti kerja dulu ya Dek. Kita akan ke Bandung untuk menyampaikan berita bahagia ini secara langsung. Ayah dan Ibu pasti juga ingin mendoakan cucunya ini,” ucap Rayan sembari mengelus perut Allura. “Baiklah Mas. Adek akan kirim email dulu ke kantor. Setelah itu Adek akan siapkan keperluan kita untuk di sana.” “Iya. Mas juga mau menelepon ke rumah dulu.” Allura mengirim pesan kepada Lysha kalau hari ini ia akan mengambil cuti sekaligus memberitahu kabar bahagia tentang kehamilannya. Lysha begitu senangnya sampai ia ingin mengunjungi Allura saat itu juga. Tapi ia juga merasa sedih karena Allura pasti akan segera res
Saat semua orang sudah tertidur lelap, Allura terbangun karena merasa sangat mual. Ia menahan rasa mualnya itu agar Rayan tidak terbangun. Ia menatap wajah suaminya yang tertidur pulas dengan tersenyum. Sepertinya Rayan sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya. Tak terasa air mata Allura menetes dari sudut netranya. Ia teringat kenyataan kalau hidupnya tidak akan bertahan lama dan ia tidak akan bisa melihat momen seperti hari ini lagi. Satu misinya sudah selesai. Kini ia harus mencari istri untuk Rayan sekaligus menjadi ibu untuk anaknya nanti.Allura membuat akun dating dengan identitas Rayan di ponselnya. Allura harus menemukan perempuan yang baik untuk suami dan anaknya nan
Saat hari masih petang, Allura sudah merasa mual yang luar biasa. Ia pergi ke kamar mandi dan terus mual-mual. Rayan yang mendengarnya langsung terbangun dan menghampirinya. Rayan terus mengusap-usap punggung Allura untuk membuat mualnya tidak terlalu parah, tetapi Allura tetap merasa sangat mual. “Kita ke dokter saja bagaimana Dek?” tanya Rayan. “Tidak Mas, Adek hanya mual biasa saja. Hoek ....” Allura merasa sangat pusing. Jika ia dibawa ke dokter, ia takut kalau penyakitnya akan diketahui oleh Rayan. “Tapi Mas tidak bisa melihatmu seperti ini Sayang,” ujar Rayan khawatir. “Tidak apa-apa Mas, Ibu bilang ini hal yang wajar.” Allura berusaha menahan mual dan pusingnya agar Rayan tidak terlalu mengkhawatirkannya. “Baiklah, ayo duduk di kasur saja. Mas akan buatkan sarapan untukmu.” Rayan membantu Allura berjalan ke arah ranjang. “Adek pikir, Adek izin dari kantor dulu Mas,” ucap Allura setelah ia duduk. “Baguslah,
Hari ini Allura sudah membuat janji temu dengan wanita dari akun dating yang ia buat untuk Rayan. Ia berharap wanita ini adalah pilihan yang tepat. Beruntungnya kalau Allura bisa menemukannya dalam dating pertamanya. “Adek benar-benar ingin periksa kandungan hari ini? Kenapa tidak lusa atau lain hari saja saat Mas bisa menemani,” ujar Rayan. “Adek periksa hari ini saja Mas. Adek bisa sendiri kok. Mas fokus saja dengan proyek Mas hari ini.” Allura tersenyum meyakinkan Rayan. “Tapi Adek harus hati-hati ya. Dan jangan lupa katakan pada Mas apa yang dokter katakan tentang anak kita ini.” Rayan mengelus perut Allura. “Iya Mas. Sudah sana berangkat, nanti terlambat lho.” “Adek mengusir Mas nih? Dulu awal-awal pernikahan kita, Adek susah sekali melepaskan Mas yang mau berangkat kerja,” goda Rayan dengan memeluk Allura manja. “Ih, sudah sana berangkat Mas.” Allura mencoba melepaskan pelukan Rayan dengan pelan. Ia tidak ingin ben