Hari ini Allura mengambil cuti untuk beristirahat di rumah. Ia berniat untuk membeli testpack setelah Rayan berangkat kerja. Ia ingin mengetahui jawaban dari dugaannya. Jika itu benar, ia akan memberi surprise pada suaminya itu. Membayangkan wajah gembiranya saja membuat hati Allura sangat berdebar.
“Sayang, aku berangkat kerja dulu ya. Kamu benar tidak ingin ditemani di rumah?” tanya Rayan.
“Aku sedang ingin beristirahat di rumah saja Mas. Kalau ditemani, Mas tidak akan membiarkan Adek istirahat,” jawab Allura terkekeh.
“Baiklah istriku yang bawel. Kalau begitu Mas berangkat ya,” pamit Rayan. Lalu ia mencium kening Allura dan berangkat ke kantornya.
“Iya Mas. Hati-hati di jalan ya ....”
Allura mengunci pintu rumah setelah Rayan berangkat. Ia segera bersiap untuk pergi ke klinik dan membeli testpack. Ia sangat tidak sabar untuk mengetahui hasilnya nanti. Wajahnya berseri-seri menatap tubuhnya di cermin. Ia mengelus perutnya dan membayangkan perut itu akan terus membesar seiring berjalannya waktu. Allura segera mandi dan menuju klinik. Ia memesan ojek online dari ponselnya. Lima menit kemudian, ojek online-nya sudah tiba. Rin langsung berangkat tanpa basa-basi.
“Bisa tunggu sebentar tidak Pak? Saya hanya akan membeli beberapa obat saja lalu pulang,” ujar Allura pada Pak Ridwan yang tak lain adalah driver ojek online yang mengantarnya.
“Bisa Neng,” jawab Pak Ridwan.
“Sebentar ya Pak.”
Allura pun masuk ke klinik. Ia membeli dua testpack untuk membuktikan hasil yang valid. Setelah membayarnya, Allura pun keluar.
“Sudah Pak,” ucap Allura.
“Eh, mangga Neng,” ucap Pak Ridwan mempersilahkan ia memberikan helm berwarna hijau untuk dipakai Allura lagi.
Beberapa menit kemudian, Allura sudah sampai di depan rumah.
“Tiga puluh dua ribu semuanya ya Pak?” tanya Allura sembari merogoh tasnya dan mengambil dompet.
“Iya Neng,” jawab Pak Ridwan.
“Nih, ya Pak. Kembaliannya ambil saja,” ucap Allura ramah. Ia menyodorkan selembar uang dua puluh ribu, sepuluh ribu, dan lima ribu kepada Pak Ridwan.
Allura berlari kecil menuju pintu rumahnya. Ia sangat tidak sabar rupanya. Jantungnya berdebar hebat memikirkan hasil testpack-nya nanti. Ia kembali mengunci pintu, lalu menuju kamarnya. Duduk di ranjang dengan memeluk tasnya sambil senyum-senyum girang. Jika ada orang yang melihatnya, pasti sudah disangka tidak waras. Senyum-senyum sendiri padahal tidak ada yang terjadi. Ia pun mengambil dua testpack yang sudah dibelinya tadi lalu masuk ke kamar mandi.
Beberapa menit sudah berlalu, tetapi Allura tak kunjung keluar dari kamar mandi. I terpaku melihat hasil testpack yang dipegangnya. Hanya satu garis merah. Allura tidak percaya dan mencobanya lagi pada testpack yang kedua.
Allura ambruk di kamar mandi dengan hati yang hancur. Hasilnya tetap negatif. Harapannya seakan hancur begitu saja. Perasaannya sedih tidak karuan. Bulir air mata mulai menetes dari ujung netranya. Ia melemparkan kedua testpack-nya sembarangan. Ia meremas rambutnya frustasi. Padahal harapannya tampak begitu nyata sesaat tadi. Tetapi takdir selalu punya caranya sendiri untuk menguji umat manusia. Perasaan seolah hanya permainan semata. Diterbangkan lalu dilepas hingga terjatuh sangat dalam.
Sudah lima belas menit lamanya Allura menangis. Ia tidak bisa memberi kejutan bahagia untuk suaminya. Harapannya hancur begitu saja. Kenapa takdir harus bermain-main dengan harapannya? Ia hanya meminta seorang anak untuk melengkapi kebahagiaan keluarganya. Namun, takdir masih berkata tidak untuk itu.
Allura mengusap air mata di pipi lalu mencuci wajahnya. Ia berniat pergi konsultasi ke dokter kandungan tanpa Rayan. Ia pikir ada masalah dengan dirinya. Ia juga masih berharap kalau hasil testpack itu salah. Ia pun membawa testpack yang dibuangnya tadi untuk dibawa ke dokter kandungan.Ia memesan ojek online lagi dan menuju rumah sakit.
Beberapa saat kemudian, Allura sudah sampai di rumah sakit dan langsung menuju antrian untuk mendapat nomor giliran. Tiba-tiba rasa sakit di kepalanya kembali menyerang. Sangat sakit sampai Allura tak kuasa menahannya. Pandangannya sudah mulai kabur dan berputar-putar.
Bruk!
Allura terjatuh begitu saja. Beberapa orang memanggil bidan untuk membawanya untuk diperiksa. Allura pun dibawa ke ruang rawat gawat darurat. Ia hanya pingsan.
“Aww,” pekik Allura menyentuh keningnya yang terasa sakit.
“Mbak sudah sadar?” tanya seorang suster yang merawat Allura.
“Saya kenapa?”
“Mbak tadi pingsan saat mengantri,” jelas suster itu.
“Ah, terima kasih Sus, tapi saya harus konsultasi ke dokter kandungan,” ujar Allura.
“Baik, biar saya antar Mbak.” Suster itu pun mengantar Allura masuk ke ruang dokter kandungan. Kebetulan antrian sudah kosong saat itu.
“Ada yang bisa saya bantu Bu Allura?” tanya Dokter Stevan.
“Begini Dok, beberapa minggu yang lalu, Saya dan suami datang kemari untuk program kehamilan, dan Dokter bilang Saya sudah siap untuk hamil. Beberapa hari kemarin Saya merasa pusing dan mual, lalu mengidam. Saya pikir, Saya hamil ... Tapi setelah saya mengecek menggunakan testpack hasilnya negatif,” jelas Allura sembari menyodorkan hasil testpack-nya.
Dokter Stevan melihat testpack yang diberi Allura. “Bu Allura membawa hasil periksa minggu lalu saat ke mari?”
“Bawa Dok.” Allura mengeluarkan selembar kertas dari tasnya. “Ini.”
“Keadaan rahim Bu Allura bagus, Ibu dan suami juga sama-sama tidak mandul. Apa Bu Allura ingin Saya USG?” tanya Dokter Stevan.
“Boleh Dok,” jawab Allura. Ia hanya mempunyai setitik harapan bahwa hasil USG-nya menunjukkan hasil positif.
“Silahkan.” Dokter Stevan menyuruh Allura tiduran lalu mengoleskan sesuatu ke perut Allura.
Dokter Stevan mulai menggunakan alat USG ke perut Allura dan memeriksanya dari segala arah yang memungkinkan si jabang bayi terlihat. Nihil, Allura memang tidak hamil.
“Bu Allura memang negatif hamil,” kata Dokter Stevan setelah selesai pemeriksaan.
“Tapi bagaimana bisa Dok? Saya bahkan sudah ‘melakukannya’ dan memiliki tanda-tanda kehamilan.”
“Mungkin, Bu Allura sebaiknya memeriksakan secara keseluruhan kesehatanIbu,” saran Dokter Stevan.
“Tapi bukankah hasil kesehatan Saya kemarin baik-baik saja?”
“Memang benar Bu. Tapi itu hanya kesehatan organ-organ reproduksi saja. Kita tidak tahu jika ada penghambat dari faktor lain.”
“Saya tidak memiliki riwayat penyakit Dok.”
“Terkadang beberapa penyakit tidak berejalah pada orang tertentu Bu. Saya tetap menyarankan Bu Allura untuk memeriksakan kesehatan,” ucap Dokter Stevan mendesak Allura agar ia segera cek up.
“Baiklah, Saya akan memikirkan saran dari Dokter. Terima kasih Dok.” Allura pun keluar dan pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, Allura membersihkan diri dan bersiap menyiapkan makan malam untuk Rayan. Selama itu ia selalu hati dan pikirannya selalu gelisah. Ia bingung apakah ia harus memberi tahu hasil testpack tadi dan saran dari Dokter Stevan atau tidak. Ia khawatir Rayan akan bersikap berlebihan jika mengetahuinya. Jadi, ia putuskan tidak memberi tahu apa pun pada Rayan dan bersikap biasa saja.
“Sini berikan jasnya Mas. Mas mandilah dulu, biar Adek siapkan makan malamnya,” ucap Allura pada Rayan yang baru saja sampai.
“Terima kasih Sayang.” Rayan pun membuka jas dan tasnya pada Allura dan bergegas mandi.
Setelah Rayan selesai mandi dan berpakaian. Allura mengajaknya untuk makan malam. Rasa lelah yang dipikulnya seakan hilang dalam sekejap karena kasih sayang istrinya. Allura memasak makanan kesukaannya dengan penuh kasih sayang. Soto ayam yang dimasaknya sangat lezat. Sampai-sampai Rayan menambah porsi untuk kedua kalinya. Allura pun senang melihat suaminya suka dengan masakannya. Seketika semua pikiran negatif hilang begitu saja. Ia kembali tersenyum dan berpikir positif saja. Semua rintangan akan mudah jika dijalani bersama, begitu pikirnya. Sudah sepantasnya ia membahagiakan suami yang sangat mencintainya.
Allura masih memilih cuti dari pekerjaannya. Bukan karena badannya masih tidak enak atau masih terasa sakit, melainkan karena ia ingin checkup ke dokter kesehatan seperti saran Dokter Stevan. Jika pun ada penyakit pada tubuhnya, setidaknya Rayan tidak perlu tahu agar dia tidak khawatir. Ia pikir, sudah cukup merepotkan Rayan dalam beberapa hari belakangan ini. “Apa Adek tidak merasa bosan berada di rumah seorang diri saja?” tanya Rayan dengan memeluk Allura manja dari belakang. “Hmm sebenarnya bosan,” jawab Allura sambil memasukkan beberapa sayur yang sudah dipotong ke dalam air yang mendidih. “Kalau begitu Mas temani yaa,” sahut Rayan dengan cepat. “Tidak.” “Yah, kenapa?” tanya Rayan dengan nada memelas. “Mas harus bekerja.” “Mas kan juga bisa cuti.” “Tidak. Apa Mas mau dikatakan sebagai manajer yang malas hanya karena ingin bermanja-manja dengan istrinya?” “Hmm.” Rayan tampak cemberut.
Hari ini Allura berniat untuk konsultasi ke dokter lagi. Keputusannya sudah bulat, ia ingin hamil. Entah seberapa besar rintangannya nanti. Ia hanya ingin melahirkan seorang anak untuk Rayan. Seperti pagi-pagi yang telah lalu, Allura melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Menyiapkan keperluan suami adalah tanggung jawabnya. “Sayang,” panggil Rayan. “Iya Mas.” “Pasangkan dasi suamimu ini Sayang. Entah kenapa hari ini dia tidak mau menurut padaku,” ujar Rayan. Ia hanya ingin bermanja-manja dengan istrinya sebelum berangkat kerja. “Mas ini ada-ada saja. Sini, biar Adek pakaikan.” Allura pun mulai melipat ke sana ke mari dasi berwarna biru dengan aksen garis-garis. “Adek sudah ingin masuk kerja lagi hari ini?” tanya Rayan memandang wajah Allura yang masih serius memasangkannya dasi. “Iya Mas. Lagi pula, badan Adek sudah sehat.” Allura merapikan dasi dan kerah Rayan. “Sudah selesai Mas. Ayo kita sarapan,” ajaknya.
Satu bulan sudah berlalu. Kehidupan Rayan dan Allura berjalan seperti biasanya. Allura sudah jarang mengambil lembur di kantornya. Sedangkan Rayan masih sering lembur karena proyeknya sedang berjalan. Hari ini adalah hari libur, Rayan berencana untuk mengajak Allura jalan-jalan hari ini. Tetapi Allura menolaknya karena ia merasa tidak enak badan. Allura sedang memasak di dapur. Tapi pagi ini ia merasakan ada sesuatu yang tidak seperti biasanya. Entah penciumannya yang sangat sensitif atau memang karena ia belum makan. “Hoek!” Allura merasa sangat mual. Ia pun mematikan kompor dan berlari ke arah kamar mandi. Rayan yang melihatnya seperti itu, tampak sangat khawatir dan segera menghampirinya. “Hoeek!” Allura terus merasa mual. “Adek kenapa?” tanya Rayan. “Hoek! Tidak tahu Mas. Adek merasa sangat mual. Hoek!” Allura terus mual-mual. Raut wajah Rayan yang tadinya khawatir, kini berubah menjadi berseri-seri. I
Rayan dan Allura sangat berbahagia karena sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua. Keluarganya akan utuh dengan kehadiran buah cinta mereka. Beribu kata syukur mereka ucapkan tidak akan bisa menjelaskan betapa bahagianya mereka. Sama seperti buih di lautan yang tidak bisa dihitung jumlahnya. “Hari ini kita cuti kerja dulu ya Dek. Kita akan ke Bandung untuk menyampaikan berita bahagia ini secara langsung. Ayah dan Ibu pasti juga ingin mendoakan cucunya ini,” ucap Rayan sembari mengelus perut Allura. “Baiklah Mas. Adek akan kirim email dulu ke kantor. Setelah itu Adek akan siapkan keperluan kita untuk di sana.” “Iya. Mas juga mau menelepon ke rumah dulu.” Allura mengirim pesan kepada Lysha kalau hari ini ia akan mengambil cuti sekaligus memberitahu kabar bahagia tentang kehamilannya. Lysha begitu senangnya sampai ia ingin mengunjungi Allura saat itu juga. Tapi ia juga merasa sedih karena Allura pasti akan segera res
Saat semua orang sudah tertidur lelap, Allura terbangun karena merasa sangat mual. Ia menahan rasa mualnya itu agar Rayan tidak terbangun. Ia menatap wajah suaminya yang tertidur pulas dengan tersenyum. Sepertinya Rayan sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya. Tak terasa air mata Allura menetes dari sudut netranya. Ia teringat kenyataan kalau hidupnya tidak akan bertahan lama dan ia tidak akan bisa melihat momen seperti hari ini lagi. Satu misinya sudah selesai. Kini ia harus mencari istri untuk Rayan sekaligus menjadi ibu untuk anaknya nanti.Allura membuat akun dating dengan identitas Rayan di ponselnya. Allura harus menemukan perempuan yang baik untuk suami dan anaknya nan
Saat hari masih petang, Allura sudah merasa mual yang luar biasa. Ia pergi ke kamar mandi dan terus mual-mual. Rayan yang mendengarnya langsung terbangun dan menghampirinya. Rayan terus mengusap-usap punggung Allura untuk membuat mualnya tidak terlalu parah, tetapi Allura tetap merasa sangat mual. “Kita ke dokter saja bagaimana Dek?” tanya Rayan. “Tidak Mas, Adek hanya mual biasa saja. Hoek ....” Allura merasa sangat pusing. Jika ia dibawa ke dokter, ia takut kalau penyakitnya akan diketahui oleh Rayan. “Tapi Mas tidak bisa melihatmu seperti ini Sayang,” ujar Rayan khawatir. “Tidak apa-apa Mas, Ibu bilang ini hal yang wajar.” Allura berusaha menahan mual dan pusingnya agar Rayan tidak terlalu mengkhawatirkannya. “Baiklah, ayo duduk di kasur saja. Mas akan buatkan sarapan untukmu.” Rayan membantu Allura berjalan ke arah ranjang. “Adek pikir, Adek izin dari kantor dulu Mas,” ucap Allura setelah ia duduk. “Baguslah,
Hari ini Allura sudah membuat janji temu dengan wanita dari akun dating yang ia buat untuk Rayan. Ia berharap wanita ini adalah pilihan yang tepat. Beruntungnya kalau Allura bisa menemukannya dalam dating pertamanya. “Adek benar-benar ingin periksa kandungan hari ini? Kenapa tidak lusa atau lain hari saja saat Mas bisa menemani,” ujar Rayan. “Adek periksa hari ini saja Mas. Adek bisa sendiri kok. Mas fokus saja dengan proyek Mas hari ini.” Allura tersenyum meyakinkan Rayan. “Tapi Adek harus hati-hati ya. Dan jangan lupa katakan pada Mas apa yang dokter katakan tentang anak kita ini.” Rayan mengelus perut Allura. “Iya Mas. Sudah sana berangkat, nanti terlambat lho.” “Adek mengusir Mas nih? Dulu awal-awal pernikahan kita, Adek susah sekali melepaskan Mas yang mau berangkat kerja,” goda Rayan dengan memeluk Allura manja. “Ih, sudah sana berangkat Mas.” Allura mencoba melepaskan pelukan Rayan dengan pelan. Ia tidak ingin ben
Setelah gagal di pertemuan pertamanya, Allura merasa sangat putus asa. Ia tidak tahu harus melanjutkan rencananya itu atau tidak. Kemungkinan besar wanita seperti Aisyah akan menolak kondisinya lagi. Ia pulang ke rumah dengan kondisi hati yang benar-benar hancur. Ia sangat ingin menangis. Tapi jika ia terus menangis matanya akan terlihat sembab, dan Rayan akan mengetahui kalau dirinya sedang bersedih. Sebentar lagi Rayan akan pulang dari kantor. Allura pun menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. “Sayang, Mas pulang.” Rayan tiba-tiba memeluk Allura dari belakang. Ia sengaja mengendap-endap masuk ke dapur untuk mengejutkan Allura. “Ih, Mas ngagetin Adek saja. Hampir saja Adek pukul pakai wajan penggorengan, hehe.” Allura terkekeh. “Wah jahat sekali istriku ini.” Rayan mencium pipi Allura gemas. “Ihh, sudah sana mandi dulu Mas. Bau tahu haha.” Allua mencoba menutup kesedihannya di depan Rayan. “Emm, ini bau. Sini kamu.” Rayan t