Share

Bab 5 Sadness

Hari ini Allura mengambil cuti untuk beristirahat di rumah. Ia berniat untuk membeli testpack setelah Rayan berangkat kerja. Ia ingin mengetahui jawaban dari dugaannya. Jika itu benar, ia akan memberi surprise pada suaminya itu. Membayangkan wajah gembiranya saja membuat hati Allura sangat berdebar.

“Sayang, aku berangkat kerja dulu ya. Kamu benar tidak ingin ditemani di rumah?” tanya Rayan.

“Aku sedang ingin beristirahat di rumah saja Mas. Kalau ditemani, Mas tidak akan membiarkan Adek istirahat,” jawab Allura terkekeh.

“Baiklah istriku yang bawel. Kalau begitu Mas berangkat ya,” pamit Rayan. Lalu ia mencium kening Allura dan berangkat ke kantornya.

“Iya Mas. Hati-hati di jalan ya ....”

Allura mengunci pintu rumah setelah Rayan berangkat. Ia segera bersiap untuk pergi ke klinik dan membeli testpack. Ia sangat tidak sabar untuk mengetahui hasilnya nanti. Wajahnya berseri-seri menatap tubuhnya di cermin. Ia mengelus perutnya dan membayangkan perut itu akan terus membesar seiring berjalannya waktu. Allura segera mandi dan menuju klinik. Ia memesan ojek online dari ponselnya. Lima menit kemudian, ojek online-nya sudah tiba. Rin langsung berangkat tanpa basa-basi.

“Bisa tunggu sebentar tidak Pak? Saya hanya akan membeli beberapa obat saja lalu pulang,” ujar Allura pada Pak Ridwan yang tak lain adalah driver ojek online yang mengantarnya.

“Bisa Neng,” jawab Pak Ridwan.

“Sebentar ya Pak.”

Allura pun masuk ke klinik. Ia membeli dua testpack untuk membuktikan hasil yang valid. Setelah membayarnya, Allura pun keluar.

“Sudah Pak,” ucap Allura.

“Eh, mangga Neng,” ucap Pak Ridwan mempersilahkan ia memberikan helm berwarna hijau untuk dipakai Allura lagi.

Beberapa menit kemudian, Allura sudah sampai di depan rumah.

“Tiga puluh dua ribu semuanya ya Pak?” tanya Allura sembari merogoh tasnya dan mengambil dompet.

“Iya Neng,” jawab Pak Ridwan.

“Nih, ya Pak. Kembaliannya ambil saja,” ucap Allura ramah. Ia menyodorkan selembar uang dua puluh ribu, sepuluh ribu, dan lima ribu kepada Pak Ridwan.

Allura berlari kecil menuju pintu rumahnya. Ia sangat tidak sabar rupanya. Jantungnya berdebar hebat memikirkan hasil testpack-nya nanti. Ia kembali mengunci pintu, lalu menuju kamarnya. Duduk di ranjang dengan memeluk tasnya sambil senyum-senyum girang. Jika ada orang yang melihatnya, pasti sudah disangka tidak waras. Senyum-senyum sendiri padahal tidak ada yang terjadi. Ia pun mengambil dua testpack yang sudah dibelinya tadi lalu masuk ke kamar mandi.

Beberapa menit sudah berlalu, tetapi Allura tak kunjung keluar dari kamar mandi. I terpaku melihat hasil testpack yang dipegangnya. Hanya satu garis merah. Allura tidak percaya dan mencobanya lagi pada testpack yang kedua.

Allura ambruk di kamar mandi dengan hati yang hancur. Hasilnya tetap negatif. Harapannya seakan hancur begitu saja. Perasaannya sedih tidak karuan. Bulir air mata mulai menetes dari ujung netranya. Ia melemparkan kedua testpack-nya sembarangan. Ia meremas rambutnya frustasi. Padahal harapannya tampak begitu nyata sesaat tadi. Tetapi takdir selalu punya caranya sendiri untuk menguji umat manusia. Perasaan seolah hanya permainan semata. Diterbangkan lalu dilepas hingga terjatuh sangat dalam.

Sudah lima belas menit lamanya Allura menangis. Ia tidak bisa memberi kejutan bahagia untuk suaminya. Harapannya hancur begitu saja. Kenapa takdir harus bermain-main dengan harapannya? Ia hanya meminta seorang anak untuk melengkapi kebahagiaan keluarganya. Namun, takdir masih berkata tidak untuk itu.

Allura mengusap air mata di pipi lalu mencuci wajahnya. Ia berniat pergi konsultasi ke dokter kandungan tanpa Rayan. Ia pikir ada masalah dengan dirinya. Ia juga masih berharap kalau hasil testpack itu salah. Ia pun membawa testpack yang dibuangnya tadi untuk dibawa ke dokter kandungan.Ia memesan ojek online lagi dan menuju rumah sakit.

Beberapa saat kemudian, Allura sudah sampai di rumah sakit dan langsung menuju antrian untuk mendapat nomor giliran. Tiba-tiba rasa sakit di kepalanya kembali menyerang. Sangat sakit sampai Allura tak kuasa menahannya. Pandangannya sudah mulai kabur dan berputar-putar.

Bruk!

Allura terjatuh begitu saja. Beberapa orang memanggil bidan untuk membawanya untuk diperiksa. Allura pun dibawa ke ruang rawat gawat darurat. Ia hanya pingsan.

“Aww,” pekik Allura menyentuh keningnya yang terasa sakit.

“Mbak sudah sadar?” tanya seorang suster yang merawat Allura.

“Saya kenapa?”

“Mbak tadi pingsan saat mengantri,” jelas suster itu.

“Ah, terima kasih Sus, tapi saya harus konsultasi ke dokter kandungan,” ujar Allura.

“Baik, biar saya antar Mbak.” Suster itu pun mengantar Allura masuk ke ruang dokter kandungan. Kebetulan antrian sudah kosong saat itu.

“Ada yang bisa saya bantu Bu Allura?” tanya Dokter Stevan.

“Begini Dok, beberapa minggu yang lalu, Saya dan suami datang kemari untuk program kehamilan, dan Dokter bilang Saya sudah siap untuk hamil. Beberapa hari kemarin Saya merasa pusing dan mual, lalu mengidam. Saya pikir, Saya hamil ... Tapi setelah saya mengecek menggunakan testpack hasilnya negatif,” jelas Allura sembari menyodorkan hasil testpack-nya.

Dokter Stevan melihat testpack yang diberi Allura. “Bu Allura membawa hasil periksa minggu lalu saat ke mari?”

“Bawa Dok.” Allura mengeluarkan selembar kertas dari tasnya. “Ini.”

“Keadaan rahim Bu Allura bagus, Ibu dan suami juga sama-sama tidak mandul. Apa Bu Allura ingin Saya USG?” tanya Dokter Stevan.

“Boleh Dok,” jawab Allura. Ia hanya mempunyai setitik harapan bahwa hasil USG-nya menunjukkan hasil positif.

“Silahkan.” Dokter Stevan menyuruh Allura tiduran lalu mengoleskan sesuatu ke perut Allura.

Dokter Stevan mulai menggunakan alat USG ke perut Allura dan memeriksanya dari segala arah yang memungkinkan si jabang bayi terlihat. Nihil, Allura memang tidak hamil.

“Bu Allura memang negatif hamil,” kata Dokter Stevan setelah selesai pemeriksaan.

“Tapi bagaimana bisa Dok? Saya bahkan sudah ‘melakukannya’ dan memiliki tanda-tanda kehamilan.”

“Mungkin, Bu Allura sebaiknya memeriksakan secara keseluruhan kesehatanIbu,” saran Dokter Stevan.

“Tapi bukankah hasil kesehatan Saya kemarin baik-baik saja?”

“Memang benar Bu. Tapi itu hanya kesehatan organ-organ reproduksi saja. Kita tidak tahu jika ada penghambat dari faktor lain.”

“Saya tidak memiliki riwayat penyakit Dok.”

“Terkadang beberapa penyakit tidak berejalah pada orang tertentu Bu. Saya tetap menyarankan Bu Allura untuk memeriksakan kesehatan,” ucap Dokter Stevan mendesak Allura agar ia segera cek up.

“Baiklah, Saya akan memikirkan saran dari Dokter. Terima kasih Dok.” Allura pun keluar dan pulang ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, Allura membersihkan diri dan bersiap menyiapkan makan malam untuk Rayan. Selama itu ia selalu hati dan pikirannya selalu gelisah. Ia bingung apakah ia harus memberi tahu hasil testpack tadi dan saran dari Dokter Stevan atau tidak. Ia khawatir Rayan akan bersikap berlebihan jika mengetahuinya. Jadi, ia putuskan tidak memberi tahu apa pun pada Rayan dan bersikap biasa saja.

“Sini berikan jasnya Mas. Mas mandilah dulu, biar Adek siapkan makan malamnya,” ucap Allura pada Rayan yang baru saja sampai.

“Terima kasih Sayang.” Rayan pun membuka jas dan tasnya pada Allura dan bergegas mandi.

Setelah Rayan selesai mandi dan berpakaian. Allura mengajaknya untuk makan malam. Rasa lelah yang dipikulnya seakan hilang dalam sekejap karena kasih sayang istrinya. Allura memasak makanan kesukaannya dengan penuh kasih sayang. Soto ayam yang dimasaknya sangat lezat. Sampai-sampai Rayan menambah porsi untuk kedua kalinya. Allura pun senang melihat suaminya suka dengan masakannya. Seketika semua pikiran negatif hilang begitu saja. Ia kembali tersenyum dan berpikir positif saja. Semua rintangan akan mudah jika dijalani bersama, begitu pikirnya. Sudah sepantasnya ia membahagiakan suami yang sangat mencintainya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status