Share

Bab 6 Brain

Allura masih memilih cuti dari pekerjaannya. Bukan karena badannya masih tidak enak atau masih terasa sakit, melainkan karena ia ingin checkup ke dokter kesehatan seperti saran Dokter Stevan. Jika pun ada penyakit pada tubuhnya, setidaknya Rayan tidak perlu tahu agar dia tidak khawatir. Ia pikir, sudah cukup merepotkan Rayan dalam beberapa hari belakangan ini.

“Apa Adek tidak merasa bosan berada di rumah seorang diri saja?” tanya Rayan dengan memeluk Allura manja dari belakang.

“Hmm sebenarnya bosan,” jawab Allura sambil memasukkan beberapa sayur yang sudah dipotong ke dalam air yang mendidih.

“Kalau begitu Mas temani yaa,” sahut Rayan dengan cepat.

“Tidak.”

“Yah, kenapa?” tanya Rayan dengan nada memelas.

“Mas harus bekerja.”

“Mas kan juga bisa cuti.”

“Tidak. Apa Mas mau dikatakan sebagai manajer yang malas hanya karena ingin bermanja-manja dengan istrinya?”

“Hmm.” Rayan tampak cemberut.

“Jangan cemberut begitu, Mas tambah jelek lho, haha.” Allura mencolek hidung mancung Rayan.

“Ish, awas Adek ya. Sekarang berani mengejek Mas jelek?” Rayan menggelitik perut Allura.

“Ah, iya-iya ampun Mas, haha geli.” Rayan pun menghentikan gelitikannya.

“Lain kali Mas akan menemanimu di rumah ya. Adek tidak boleh membantah,” ancam Rayan.

“Baiklah Mas. Sekarang Mas duduklah, Adek mau menyiapkan sarapannya dulu,” ujar Allura. Rayan pun duduk menuruti perkataannya.

Allura mengambil dua centong nasi untuk Rayan. Lalu mengambil dua dadar jagung dan menyiramnya dengan sayur sop yang tadi sudah dimasak Allura.Makanan sesederhana itu tampak mewah di mata Rayan. Itu karena istrinya selalu mengerjakan semuanya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Beribu kalimat bahkan tidak cukup untuk menjelaskan betapa saling mencintainya Rayan dan Allura.

Seperti biasa, Allura baru bisa pergi setelah semua pekerjaannya selesai dan Rayan sudah berangkat ke kantornya. Dia harus memastikan kalau Rayan benar-benar tidak mencurigainya. Apa yang akan dipikirkan Rayan jika tahu istrinya itu berbohong? Selama ini rumah tangga mereka baik-baik saja. Pertengkaran kecil seperti itu pasti mudah untuk dilewati.

Allura sudah tiba di rumah sakit. Karena tidak ingin kejadian seperti kemarin terjadi, ia sudah meminum obat sakit kepala dan beberapa vitamin agar staminanya meningkat. Tidak sampai sepuluh menit mengantri, Allura sudah mendapat nomor antreannya. Sepertinya rumah sakit sedang sepi hari ini.Allura duduk di kursi tunggu dan menunggu gilirannya. Entah kenapa rasa sakit di kepalanya masih terasa.

‘Ah, kenapa kepalaku terasa sangat pusing. Aku harus menahannya sebelum aku selesai checkup hari ini,' pikirnya.

Allura terus memijat-mijat lembut pelipisnya. Sudah nomor tujuh yang dipanggil, dua orang lagi baru gilirannya untuk masuk. Lima belas menit berlalu, kini giliran Allura yang dipanggil.

“Bu Allura,” panggil Suster dari dalam ruangan.

“Iya Saya,” jawab Allura lalu masuk ke ruang Dokter.

“Bu Allura, ingin periksa kesehatan ya?” tanya Dokter.

“Iya Dok. Saya dan suami sudah melakukan program hamil, tapi sampai sekarang saya tak kunjung hamil. Padahal beberapa hari yang lalu saya mengalami tanda-tandanya, seperti mengidam dan sering pusing atau lemas,” jelas Allura.

“Sudah konsultasi pada dokter kandungan?”

“Sudah Dok, dan Saya disuruh ke sini. Dokter kandungan Saya bilang, mungkin saja Saya mengidap penyakit di luar organ reproduksi.”

“Baiklah. Kalau begitu mari kita periksa Bu. Sebelum itu silakan ganti pakaian Ibu. Suster, tolong bantu Ibu Allura,” suruh Dokter pada Suster yang berada di sebelahnya.

Suster itu menuntun Allura ke sebelah kanan ruangan lalu menutup tirainya agar Allura bisa berganti pakaian. Allura disuruh melepaskan seluruh pakaian dan perhiasannya. Ia hanya boleh menggunakan daster yang sudah disediakan. Setelah itu Allura disuruh merebahkan tubuhnya di sebuah alat yang lebih besar dari ukuran badannya.Lalu Allura dimasukkan dalam alat itu, bentuknya seperti tabung yang sangat besar. Alat itu mulai men-scan tubuh Allura dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Setelah beberapa detik, Allura pun keluar. Ia harus menunggu untuk hasil pemeriksaannya.

“Bagaimana Dok?” tanya Allura pada Dokter yang baru saja duduk setelah mengambil hasil pemeriksaan. Dokter itu tampak serius memandang kertas yang baru saja tercetak dari mesin print.

“Ini adalah berita buruk untuk Ibu,” ucap Dokter itu. Ia memperlihatkan kertas yang dipegangnya pada Allura. “Ibu Allura mengidap penyakit kanker stadium tiga,” sambungnya.

Allura terkejut menutup mulutnya yang menganga tak percaya. Matanya terus membelalak melihat gambar otaknya sendiri. Dokter itu terus menjelaskan bagaimana penyakit Allura kian tumbuh di sana. Allura tak kuasa mengetahui kenyataan pahit seperti ini. Air matanya terus bercucuran. Hatinya sangat hancur bak dihantam ombak yang besar. Dokter bilang kalau hidup Allura tidak akan bertahan lama.

“Penyakit Bu Allura harus segera diobati. Tapi untuk itu, Bu Allura harus mengorbankan banyak hal, termasuk keinginan untuk hamil,” ujar Dokter.

“Bagaimana jika Saya tidak mengobatinya Dok?” tanya Allura sedih.

“Bu Allura hanya memiliki kurang lebih satu tahun untuk bertahan hidup,” jelas Dokter.

Allura sudah tidak bisa bicara apapun lagi. Ia bilang akan memikirkan hal ini lebih lanjut di rumahnya. Hati Allura hancur berkeping-keping. Mimpi-mimpi yang selama ini ia impikan seakan hancur begitu saja oleh badai yang menerjang tanpa permisi.

Sesampainya di rumah, Allura hanya bisa menangis. Bagaimana ia harus mengatakan hal ini pada Rayan? Apa yang akan Rayan lakukan setelah mengetahui penyakitnya ini? Allura benar-benar merasa sedih. Kenapa takdir sekali lagi menamparnya dengan sangat keras? Allura merasa semua ini tidak adil untuknya. Kenapa mimpinya untuk menjadi seorang ibu harus terhalang oleh penyakit yang bahkan tidak ia ketahui selama ini. Allura tersadar dari lamunannya setelah ponselnya berdering.

Suamiku ❤️

Dua jam lagi Mas pulang Sayang. Adek sudah makan siang kan?

Sudah Mas.

Baguslah. Ya sudah, Mas kerja lagi ya.

Tunggu Mas pulang ya 😘

Iya Mas, hati-hati.

Allura bahkan tidak memikirkan makanan sama sekali. Bagaimana bisa ia sudah makan? Nafsu makannya seakan lenyap oleh rasa sedihnya. Tapi ia berusaha menepis semua kesedihan itu demi Rayan. Ia tidak mau jika Rayan tahu matanya sembab sehabis menangis. Jika Rayan tahu, maka ia tidak akan membiarkan Allura melewati pertanyaannya sampai ia tahu kenapa istrinya itu menangis sangat lama. Apa iya karena menonton drama korea? Setahu Rayan, selama ini Allura tidak menyukai drama korea. Ia lebih memilih untuk menonton video-video edukasi seperti tata cara berbisnis yang baik dan benar.

Dua jam kemudian, Rayan pulang. Allura segera merapikan pakaian kotor Rayan seperti biasa. Setelah itu makan malam bersama. Semua berjalan seperti biasa. Rayan sama sekali tidak curiga padanya. Surat hasil pemeriksaannya pun sudah disembunyikan di tempat yang aman. Tempat yang tidak mungkin digapai oleh Rayan.

“Oh, iya Sayang. Mas sangat lupa untuk memberitahumu sesuatu,” ucap Rayan setelah merebahkan dirinya di kasur.

“Apa Mas?”

“Sahabat kita, Dimas dan Claire akan segera menjadi orang tua. Dimas memberitahuku saat rapat proyek beberapa minggu lalu. Dia menyuruh kita main-main ke sana,” jelas Rayan.

Deg!

Kenapa dada Allura terasa sangat sakit? Bukankah seharusnya ia bahagia mendengar berita ini? Sahabatnya dan Rayan sejak kuliah akan menjadi orang tua. Dia dan Rayan akan menjadi bibi dan paman. Tapi kenapa ia malah merasa sedih?

“Dek?” panggil Rayan karena Allura tidak merespon berita yang diberinya.

“Ah, iya Mas.”

“Adek kenapa? Adek melamun?”

“Tidak. Adek hanya berpikir, kado apa yang akan kita berikan kepada anak Dimas dan Claire. Kita kan paman dan bibinya nanti, kita harus memberi hadiah yang sangat spesial bukan?” Allura menyembunyikan rasa yang bergejolak dalam hatinya. Saat mengatakan kata ‘anak’ hatinya seakan teriris lambat. Sangat perih, ingin rasanya ia menangis.

“Kamu benar. Anak kita juga akan menjadi saudaranya nanti,” ujar Rayan yang semakin membuat hati Allura sedih.

“Sudah-sudah, ayo tidur Mas. Ini sudah malam, Mas bisa terlambat untuk bangun pagi besok. Masalah kado itu serahkan saja pada Adek ya,” kata Allura. Ia sudah tidak ingin membahas lebih jauh lagi tentang ‘anak’ ini.

“Baiklah. Selamat tidur Sayang.” Rayan mengecup kening Allura lalu memejamkan matanya.

“Selamat tidur Mas.”

Jam menunjukkan pukul satu malam. Allura masih tidak bisa tertidur. Ia masih memandang wajah suaminya yang tertidur pulas. Begitu berseri-serinya wajah itu ketika membahas tentang anak. Bagaimana Allura bisa merampas kebahagiaan itu dari Rayan? Bagaimana ia bisa egois dengan hanya memikirkan kesembuhannya? Ia juga ingin memiliki anak dengan Rayan. Bagaimana pun caranya, ia harus melahirkan anak itu. Walaupun setelah itu, kemungkinan untuknya bertahan hidup sangat kecil. Baginya yang utama adalah kebahagiaan Rayan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status