Allura masih memilih cuti dari pekerjaannya. Bukan karena badannya masih tidak enak atau masih terasa sakit, melainkan karena ia ingin checkup ke dokter kesehatan seperti saran Dokter Stevan. Jika pun ada penyakit pada tubuhnya, setidaknya Rayan tidak perlu tahu agar dia tidak khawatir. Ia pikir, sudah cukup merepotkan Rayan dalam beberapa hari belakangan ini.
“Apa Adek tidak merasa bosan berada di rumah seorang diri saja?” tanya Rayan dengan memeluk Allura manja dari belakang.
“Hmm sebenarnya bosan,” jawab Allura sambil memasukkan beberapa sayur yang sudah dipotong ke dalam air yang mendidih.
“Kalau begitu Mas temani yaa,” sahut Rayan dengan cepat.
“Tidak.”
“Yah, kenapa?” tanya Rayan dengan nada memelas.
“Mas harus bekerja.”
“Mas kan juga bisa cuti.”
“Tidak. Apa Mas mau dikatakan sebagai manajer yang malas hanya karena ingin bermanja-manja dengan istrinya?”
“Hmm.” Rayan tampak cemberut.
“Jangan cemberut begitu, Mas tambah jelek lho, haha.” Allura mencolek hidung mancung Rayan.
“Ish, awas Adek ya. Sekarang berani mengejek Mas jelek?” Rayan menggelitik perut Allura.
“Ah, iya-iya ampun Mas, haha geli.” Rayan pun menghentikan gelitikannya.
“Lain kali Mas akan menemanimu di rumah ya. Adek tidak boleh membantah,” ancam Rayan.
“Baiklah Mas. Sekarang Mas duduklah, Adek mau menyiapkan sarapannya dulu,” ujar Allura. Rayan pun duduk menuruti perkataannya.
Allura mengambil dua centong nasi untuk Rayan. Lalu mengambil dua dadar jagung dan menyiramnya dengan sayur sop yang tadi sudah dimasak Allura.Makanan sesederhana itu tampak mewah di mata Rayan. Itu karena istrinya selalu mengerjakan semuanya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Beribu kalimat bahkan tidak cukup untuk menjelaskan betapa saling mencintainya Rayan dan Allura.
Seperti biasa, Allura baru bisa pergi setelah semua pekerjaannya selesai dan Rayan sudah berangkat ke kantornya. Dia harus memastikan kalau Rayan benar-benar tidak mencurigainya. Apa yang akan dipikirkan Rayan jika tahu istrinya itu berbohong? Selama ini rumah tangga mereka baik-baik saja. Pertengkaran kecil seperti itu pasti mudah untuk dilewati.
Allura sudah tiba di rumah sakit. Karena tidak ingin kejadian seperti kemarin terjadi, ia sudah meminum obat sakit kepala dan beberapa vitamin agar staminanya meningkat. Tidak sampai sepuluh menit mengantri, Allura sudah mendapat nomor antreannya. Sepertinya rumah sakit sedang sepi hari ini.Allura duduk di kursi tunggu dan menunggu gilirannya. Entah kenapa rasa sakit di kepalanya masih terasa.
‘Ah, kenapa kepalaku terasa sangat pusing. Aku harus menahannya sebelum aku selesai checkup hari ini,' pikirnya.
Allura terus memijat-mijat lembut pelipisnya. Sudah nomor tujuh yang dipanggil, dua orang lagi baru gilirannya untuk masuk. Lima belas menit berlalu, kini giliran Allura yang dipanggil.
“Bu Allura,” panggil Suster dari dalam ruangan.
“Iya Saya,” jawab Allura lalu masuk ke ruang Dokter.
“Bu Allura, ingin periksa kesehatan ya?” tanya Dokter.
“Iya Dok. Saya dan suami sudah melakukan program hamil, tapi sampai sekarang saya tak kunjung hamil. Padahal beberapa hari yang lalu saya mengalami tanda-tandanya, seperti mengidam dan sering pusing atau lemas,” jelas Allura.
“Sudah konsultasi pada dokter kandungan?”
“Sudah Dok, dan Saya disuruh ke sini. Dokter kandungan Saya bilang, mungkin saja Saya mengidap penyakit di luar organ reproduksi.”
“Baiklah. Kalau begitu mari kita periksa Bu. Sebelum itu silakan ganti pakaian Ibu. Suster, tolong bantu Ibu Allura,” suruh Dokter pada Suster yang berada di sebelahnya.
Suster itu menuntun Allura ke sebelah kanan ruangan lalu menutup tirainya agar Allura bisa berganti pakaian. Allura disuruh melepaskan seluruh pakaian dan perhiasannya. Ia hanya boleh menggunakan daster yang sudah disediakan. Setelah itu Allura disuruh merebahkan tubuhnya di sebuah alat yang lebih besar dari ukuran badannya.Lalu Allura dimasukkan dalam alat itu, bentuknya seperti tabung yang sangat besar. Alat itu mulai men-scan tubuh Allura dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Setelah beberapa detik, Allura pun keluar. Ia harus menunggu untuk hasil pemeriksaannya.
“Bagaimana Dok?” tanya Allura pada Dokter yang baru saja duduk setelah mengambil hasil pemeriksaan. Dokter itu tampak serius memandang kertas yang baru saja tercetak dari mesin print.
“Ini adalah berita buruk untuk Ibu,” ucap Dokter itu. Ia memperlihatkan kertas yang dipegangnya pada Allura. “Ibu Allura mengidap penyakit kanker stadium tiga,” sambungnya.
Allura terkejut menutup mulutnya yang menganga tak percaya. Matanya terus membelalak melihat gambar otaknya sendiri. Dokter itu terus menjelaskan bagaimana penyakit Allura kian tumbuh di sana. Allura tak kuasa mengetahui kenyataan pahit seperti ini. Air matanya terus bercucuran. Hatinya sangat hancur bak dihantam ombak yang besar. Dokter bilang kalau hidup Allura tidak akan bertahan lama.
“Penyakit Bu Allura harus segera diobati. Tapi untuk itu, Bu Allura harus mengorbankan banyak hal, termasuk keinginan untuk hamil,” ujar Dokter.
“Bagaimana jika Saya tidak mengobatinya Dok?” tanya Allura sedih.
“Bu Allura hanya memiliki kurang lebih satu tahun untuk bertahan hidup,” jelas Dokter.
Allura sudah tidak bisa bicara apapun lagi. Ia bilang akan memikirkan hal ini lebih lanjut di rumahnya. Hati Allura hancur berkeping-keping. Mimpi-mimpi yang selama ini ia impikan seakan hancur begitu saja oleh badai yang menerjang tanpa permisi.
Sesampainya di rumah, Allura hanya bisa menangis. Bagaimana ia harus mengatakan hal ini pada Rayan? Apa yang akan Rayan lakukan setelah mengetahui penyakitnya ini? Allura benar-benar merasa sedih. Kenapa takdir sekali lagi menamparnya dengan sangat keras? Allura merasa semua ini tidak adil untuknya. Kenapa mimpinya untuk menjadi seorang ibu harus terhalang oleh penyakit yang bahkan tidak ia ketahui selama ini. Allura tersadar dari lamunannya setelah ponselnya berdering.
Suamiku ❤️
Dua jam lagi Mas pulang Sayang. Adek sudah makan siang kan?
Sudah Mas.
Baguslah. Ya sudah, Mas kerja lagi ya.
Tunggu Mas pulang ya 😘
Iya Mas, hati-hati.
Allura bahkan tidak memikirkan makanan sama sekali. Bagaimana bisa ia sudah makan? Nafsu makannya seakan lenyap oleh rasa sedihnya. Tapi ia berusaha menepis semua kesedihan itu demi Rayan. Ia tidak mau jika Rayan tahu matanya sembab sehabis menangis. Jika Rayan tahu, maka ia tidak akan membiarkan Allura melewati pertanyaannya sampai ia tahu kenapa istrinya itu menangis sangat lama. Apa iya karena menonton drama korea? Setahu Rayan, selama ini Allura tidak menyukai drama korea. Ia lebih memilih untuk menonton video-video edukasi seperti tata cara berbisnis yang baik dan benar.
Dua jam kemudian, Rayan pulang. Allura segera merapikan pakaian kotor Rayan seperti biasa. Setelah itu makan malam bersama. Semua berjalan seperti biasa. Rayan sama sekali tidak curiga padanya. Surat hasil pemeriksaannya pun sudah disembunyikan di tempat yang aman. Tempat yang tidak mungkin digapai oleh Rayan.
“Oh, iya Sayang. Mas sangat lupa untuk memberitahumu sesuatu,” ucap Rayan setelah merebahkan dirinya di kasur.
“Apa Mas?”
“Sahabat kita, Dimas dan Claire akan segera menjadi orang tua. Dimas memberitahuku saat rapat proyek beberapa minggu lalu. Dia menyuruh kita main-main ke sana,” jelas Rayan.
Deg!
Kenapa dada Allura terasa sangat sakit? Bukankah seharusnya ia bahagia mendengar berita ini? Sahabatnya dan Rayan sejak kuliah akan menjadi orang tua. Dia dan Rayan akan menjadi bibi dan paman. Tapi kenapa ia malah merasa sedih?
“Dek?” panggil Rayan karena Allura tidak merespon berita yang diberinya.
“Ah, iya Mas.”
“Adek kenapa? Adek melamun?”
“Tidak. Adek hanya berpikir, kado apa yang akan kita berikan kepada anak Dimas dan Claire. Kita kan paman dan bibinya nanti, kita harus memberi hadiah yang sangat spesial bukan?” Allura menyembunyikan rasa yang bergejolak dalam hatinya. Saat mengatakan kata ‘anak’ hatinya seakan teriris lambat. Sangat perih, ingin rasanya ia menangis.
“Kamu benar. Anak kita juga akan menjadi saudaranya nanti,” ujar Rayan yang semakin membuat hati Allura sedih.
“Sudah-sudah, ayo tidur Mas. Ini sudah malam, Mas bisa terlambat untuk bangun pagi besok. Masalah kado itu serahkan saja pada Adek ya,” kata Allura. Ia sudah tidak ingin membahas lebih jauh lagi tentang ‘anak’ ini.
“Baiklah. Selamat tidur Sayang.” Rayan mengecup kening Allura lalu memejamkan matanya.
“Selamat tidur Mas.”
Jam menunjukkan pukul satu malam. Allura masih tidak bisa tertidur. Ia masih memandang wajah suaminya yang tertidur pulas. Begitu berseri-serinya wajah itu ketika membahas tentang anak. Bagaimana Allura bisa merampas kebahagiaan itu dari Rayan? Bagaimana ia bisa egois dengan hanya memikirkan kesembuhannya? Ia juga ingin memiliki anak dengan Rayan. Bagaimana pun caranya, ia harus melahirkan anak itu. Walaupun setelah itu, kemungkinan untuknya bertahan hidup sangat kecil. Baginya yang utama adalah kebahagiaan Rayan.
Hari ini Allura berniat untuk konsultasi ke dokter lagi. Keputusannya sudah bulat, ia ingin hamil. Entah seberapa besar rintangannya nanti. Ia hanya ingin melahirkan seorang anak untuk Rayan. Seperti pagi-pagi yang telah lalu, Allura melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Menyiapkan keperluan suami adalah tanggung jawabnya. “Sayang,” panggil Rayan. “Iya Mas.” “Pasangkan dasi suamimu ini Sayang. Entah kenapa hari ini dia tidak mau menurut padaku,” ujar Rayan. Ia hanya ingin bermanja-manja dengan istrinya sebelum berangkat kerja. “Mas ini ada-ada saja. Sini, biar Adek pakaikan.” Allura pun mulai melipat ke sana ke mari dasi berwarna biru dengan aksen garis-garis. “Adek sudah ingin masuk kerja lagi hari ini?” tanya Rayan memandang wajah Allura yang masih serius memasangkannya dasi. “Iya Mas. Lagi pula, badan Adek sudah sehat.” Allura merapikan dasi dan kerah Rayan. “Sudah selesai Mas. Ayo kita sarapan,” ajaknya.
Satu bulan sudah berlalu. Kehidupan Rayan dan Allura berjalan seperti biasanya. Allura sudah jarang mengambil lembur di kantornya. Sedangkan Rayan masih sering lembur karena proyeknya sedang berjalan. Hari ini adalah hari libur, Rayan berencana untuk mengajak Allura jalan-jalan hari ini. Tetapi Allura menolaknya karena ia merasa tidak enak badan. Allura sedang memasak di dapur. Tapi pagi ini ia merasakan ada sesuatu yang tidak seperti biasanya. Entah penciumannya yang sangat sensitif atau memang karena ia belum makan. “Hoek!” Allura merasa sangat mual. Ia pun mematikan kompor dan berlari ke arah kamar mandi. Rayan yang melihatnya seperti itu, tampak sangat khawatir dan segera menghampirinya. “Hoeek!” Allura terus merasa mual. “Adek kenapa?” tanya Rayan. “Hoek! Tidak tahu Mas. Adek merasa sangat mual. Hoek!” Allura terus mual-mual. Raut wajah Rayan yang tadinya khawatir, kini berubah menjadi berseri-seri. I
Rayan dan Allura sangat berbahagia karena sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua. Keluarganya akan utuh dengan kehadiran buah cinta mereka. Beribu kata syukur mereka ucapkan tidak akan bisa menjelaskan betapa bahagianya mereka. Sama seperti buih di lautan yang tidak bisa dihitung jumlahnya. “Hari ini kita cuti kerja dulu ya Dek. Kita akan ke Bandung untuk menyampaikan berita bahagia ini secara langsung. Ayah dan Ibu pasti juga ingin mendoakan cucunya ini,” ucap Rayan sembari mengelus perut Allura. “Baiklah Mas. Adek akan kirim email dulu ke kantor. Setelah itu Adek akan siapkan keperluan kita untuk di sana.” “Iya. Mas juga mau menelepon ke rumah dulu.” Allura mengirim pesan kepada Lysha kalau hari ini ia akan mengambil cuti sekaligus memberitahu kabar bahagia tentang kehamilannya. Lysha begitu senangnya sampai ia ingin mengunjungi Allura saat itu juga. Tapi ia juga merasa sedih karena Allura pasti akan segera res
Saat semua orang sudah tertidur lelap, Allura terbangun karena merasa sangat mual. Ia menahan rasa mualnya itu agar Rayan tidak terbangun. Ia menatap wajah suaminya yang tertidur pulas dengan tersenyum. Sepertinya Rayan sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya. Tak terasa air mata Allura menetes dari sudut netranya. Ia teringat kenyataan kalau hidupnya tidak akan bertahan lama dan ia tidak akan bisa melihat momen seperti hari ini lagi. Satu misinya sudah selesai. Kini ia harus mencari istri untuk Rayan sekaligus menjadi ibu untuk anaknya nanti.Allura membuat akun dating dengan identitas Rayan di ponselnya. Allura harus menemukan perempuan yang baik untuk suami dan anaknya nan
Saat hari masih petang, Allura sudah merasa mual yang luar biasa. Ia pergi ke kamar mandi dan terus mual-mual. Rayan yang mendengarnya langsung terbangun dan menghampirinya. Rayan terus mengusap-usap punggung Allura untuk membuat mualnya tidak terlalu parah, tetapi Allura tetap merasa sangat mual. “Kita ke dokter saja bagaimana Dek?” tanya Rayan. “Tidak Mas, Adek hanya mual biasa saja. Hoek ....” Allura merasa sangat pusing. Jika ia dibawa ke dokter, ia takut kalau penyakitnya akan diketahui oleh Rayan. “Tapi Mas tidak bisa melihatmu seperti ini Sayang,” ujar Rayan khawatir. “Tidak apa-apa Mas, Ibu bilang ini hal yang wajar.” Allura berusaha menahan mual dan pusingnya agar Rayan tidak terlalu mengkhawatirkannya. “Baiklah, ayo duduk di kasur saja. Mas akan buatkan sarapan untukmu.” Rayan membantu Allura berjalan ke arah ranjang. “Adek pikir, Adek izin dari kantor dulu Mas,” ucap Allura setelah ia duduk. “Baguslah,
Hari ini Allura sudah membuat janji temu dengan wanita dari akun dating yang ia buat untuk Rayan. Ia berharap wanita ini adalah pilihan yang tepat. Beruntungnya kalau Allura bisa menemukannya dalam dating pertamanya. “Adek benar-benar ingin periksa kandungan hari ini? Kenapa tidak lusa atau lain hari saja saat Mas bisa menemani,” ujar Rayan. “Adek periksa hari ini saja Mas. Adek bisa sendiri kok. Mas fokus saja dengan proyek Mas hari ini.” Allura tersenyum meyakinkan Rayan. “Tapi Adek harus hati-hati ya. Dan jangan lupa katakan pada Mas apa yang dokter katakan tentang anak kita ini.” Rayan mengelus perut Allura. “Iya Mas. Sudah sana berangkat, nanti terlambat lho.” “Adek mengusir Mas nih? Dulu awal-awal pernikahan kita, Adek susah sekali melepaskan Mas yang mau berangkat kerja,” goda Rayan dengan memeluk Allura manja. “Ih, sudah sana berangkat Mas.” Allura mencoba melepaskan pelukan Rayan dengan pelan. Ia tidak ingin ben
Setelah gagal di pertemuan pertamanya, Allura merasa sangat putus asa. Ia tidak tahu harus melanjutkan rencananya itu atau tidak. Kemungkinan besar wanita seperti Aisyah akan menolak kondisinya lagi. Ia pulang ke rumah dengan kondisi hati yang benar-benar hancur. Ia sangat ingin menangis. Tapi jika ia terus menangis matanya akan terlihat sembab, dan Rayan akan mengetahui kalau dirinya sedang bersedih. Sebentar lagi Rayan akan pulang dari kantor. Allura pun menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. “Sayang, Mas pulang.” Rayan tiba-tiba memeluk Allura dari belakang. Ia sengaja mengendap-endap masuk ke dapur untuk mengejutkan Allura. “Ih, Mas ngagetin Adek saja. Hampir saja Adek pukul pakai wajan penggorengan, hehe.” Allura terkekeh. “Wah jahat sekali istriku ini.” Rayan mencium pipi Allura gemas. “Ihh, sudah sana mandi dulu Mas. Bau tahu haha.” Allua mencoba menutup kesedihannya di depan Rayan. “Emm, ini bau. Sini kamu.” Rayan t
Allura menjalani aktivitas paginya seperti biasa. Bedanya, hari ini ia tidak perlu bersiap untuk berangkat ke kantor lagi. Ia sudah resmi berhenti bekerja. Sekarang waktunya sepenuhnya hanya untuk mengurus rumah tangganya. Menjadi ibu rumah tangga ternyata jauh lebih melelahkan daripada hanya menjadi wanita karier. Harus belanja keperluan rumah, memasak, bersih-bersih. Lalu jika semua itu sudah selesai, ia harus apa? Allura hanya mengobrol dengan bayi di kandungannya dan membuka akun dating. “Siang nanti Mas antar belanja ya?” tanya Rayan sebelum berangkat ke kantornya. “Memangnya Mas tidak sibuk?” “Tidak. Mas hanya perlu memeriksa beberapa dokumen saja di kantor hari ini.” “Baiklah. Kebetulan banyak barang yang akan Adek beli.” “Siap Sayang. Dah, Mas berangkat kerja dulu ya.” “Iya Mas, hati-hati.” Rayan mencium kening Allura seperti biasa lalu berangkat ke kantornya. Allura membuat beberapa daftar