Share

My Super Power

Kata Rock Ice, jenis kekuatan super seseorang bisa dipengaruhi dari kebiasaannya sehari-hari. Dilihat dari histori anggota Superhero Inc. memang benar begitu. Orang yang sering marah-marah, kemungkinan besar bisa punya kekuatan semacam menyemburkan api dari mulutnya. Orang yang kakinya sering kena knalpot panas, bakal punya kekuatan regenerasi instan alias cepat menyembuhkan luka. Dan orang yang punya hobi mengambil pulpen tanpa izin, bakalan punya kekuatan memanjangkan tangannya seperti manusia karet. Contoh yang terakhir itu aku tak begitu paham, entah itu termasuk kekuatan super atau azab Ilahi.

Selama ini, aku hobi menyiram tanaman di depan kosku. Sewaktu hujan deras pun aku bela-belain pakai jas hujan agar tidak kehujanan ketika menyiram tanaman. Mungkin kekuatan superku nanti akan berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan.

Aku tidak akan menyesal jika aku bisa mengubah tubuhku menjadi manusia pohon semacam Groot-nya Guardians of Galaxy. Asalkan aku tetap bisa mengucapkan kata apapun, tidak cuma satu kata. Aku tidak mau seperti Vin Diesel yang jadi pengisi suara dengan bayaran mahal tapi dialognya hanya satu kalimat “I’m Groot. I’m Groot. I’m Groooooot,” sampai film tamat. Enak banget cari duit.

Sebelum potensi kekuatan superku digali, aku sempat menjalani ujian teori. Ujian tersebut tujuannya untuk mengetes seberapa tinggi jiwa pahlawan dalam diriku. Aku disuruh mengerjakan soal di dalam ruangan bersama pelamar lainnya. Dan kami semua lulus dengan mudahnya. Setelah itu, aku menanda-tangani sebuah kontrak.

“Inti kontrak ini, setelah kamu mendapat kekuatan, kamu harus bekerja di bawah naungan Superhero Inc. Jika kamu mengundurkan diri sebagai superhero, kekuatan kamu akan dinonaktifkan,” jelas Rock Ice.

Aku masih melayangkan ujung pena di atas surat kontrak yang memuat namaku sebagai pihak kedua.

“Per bulan kamu akan digaji besar. Belum termasuk bonus jika kamu dapat rating dan review bagus dari subscribers,” lanjut Rock Ice.

Tanpa perlu pikir panjang, aku menanda-tanganinya. Surat kontrak yang telah dibubuhi tanda-tanganku itu langsung diambil sekretaris untuk ditanda-tangani oleh direktur. Aku penasaran seperti apa direktur dari perusahaan ajaib ini. Apakah seperti Albus Dumbledore atau Profesor Xavier?

Setelah deal, aku langsung duduk di kursi pembangkit kekuatan dengan tubuh gemetaran. Aku takut kalau aku ternyata tidak memiliki potensi kekuatan super seperti para pelamar yang gagal. Sampai saat ini, yang aku inginkan hanya menjadi superhero sebagai ladang nafkahku. Aku bosan jadi kasir minimarket. Kalau jadi superhero kan aku bisa sambilan mencicil menyusun skripsi.

Selama ini, aku nggak bisa mengetik skripsi pakai mesin kasir. Kalau pun aku memaksa, aku akan bimbingan skripsi dengan mengajukan struk belanja ke dosen pembimbing. Mungkin nanti yang dicoret bukan skripsinya, tapi mukaku juga turut dicoret-coret.

“Sudah siap?” tanya seorang wanita cantik yang bertugas memasangkan helm pembangkit kekuatan ke kepala pelamar.

“Siap.” Aku mengucapkan kata itu dengan ketidak-siapan.

Helm telah terpasang di kepalaku yang asimetris. Tubuhku seakan dialiri aliran listrik. Aku hanya bisa kejang-kejang. Aku mencoba memejamkan mata. Konsentrasi penuh terhadap sakit yang kurasakan. Ternyata tidak lebih sakit ketimbang diputusin ketika sedang sayang-sayangnya.

Ketika rasa sakit pergi, aku membuka mata. Ruangan yang aku tempati sudah penuh dengan tumbuh-tumbuhan dan tanaman rambat. Apakah ini artinya aku telah berpindah tempat ke hutan? Apakah aku akhirnya memiliki kemampuan teleportasi alias berpindah tempat semauku? Oh, kalau begitu, aku bisa ke Dufan kapan saja. Tanpa perlu menunggu ada promo beli teh botol dapat potongan harga.

Tapi aku melihat Rock Ice terperangah di balik kaca bening di depanku yang beberapa bagiannya tertutupi dedaunan. Jika aku punya kemampuan berpindah tempat ke hutan, kenapa orang ini ikut-ikutan pindah? Kenapa ada kaca di hutan?

“Hino! Kamulah yang kami tunggu-tunggu selama ini!” teriak Rock Ice yang buru-buru masuk ke ruanganku.

Oh, khayalanku bisa ke Dufan setiap saat langsung menguap. Aku masih di tempat yang sama. Tapi mungkin aku baru saja melakukan perubahan besar pada ruangan ini.

“Maksudnya?” Aku masih belum mengerti.

“Kamu termasuk pemilik kemampuan epik.” Kata Rock Ice sembari melepas helm dari kepalaku yang asimetris.

“Epik ya.” Aku mengangguk sambil memegang daguku. Sudah kuduga.

“Kekuatan ini akan menjadi milik kamu jika kamu bisa lolos dalam uji kelayakan!” seru Rock Ice membuatku bertanya-tanya.

“Uji kelayakan?” Aku bangkit dari kursi dan mengikutinya keluar ruangan.

“Tentu saja kami tidak akan membiarkanmu berkeliaran begitu saja dengan kekuatan super di tanganmu,” ucap Rock Ice. “Follow me.”

“Boleh, nama twitter-nya apa, Bang?” Aku buru-buru mengeluarkan ponsel dari saku celanaku.

“Bukan, maksudku, bukan itu.” Rock Ice geleng-geleng kepala. Matanya terpejam tampak lelah.

“Oh. Instagram ya. Bentar, aku install dulu.” Aku masih polos menanggapinya.

“Jangan konyol. Ikuti aku, Hino.” Rock Ice membentakku. “Maksudnya, kamu ikuti langkahku! Bukan mengikutiku di social media.”

Aku mematung mendengar bentakannya. Kesabarannya ternyata tipis sekali orang ini.

“Kita langsung ke ruangan uji kelayakan.” Rock Ice berjalan dalam langkah cepat.

Aku mengikutinya dengan langkah besar.

Ketika berjalan di belakang Rock Ice, aku berpapasan dengan beragam superhero yang sudah mengenakan kostum masing-masing.

Sampai akhirnya, Rock Ice menghentikan langkahnya.

“Apa yang harus aku siapkan?” Aku bertanya dengan nada lugu.

“Kamu sudah lebih dari siap.” Rock Ice memegang kedua bahuku.

Kemudian Rock Ice membuka sebuah pintu dan langsung mendorongku masuk ke dalamnya. Di ruangan itu hanya ada aku seorang dalam kegelapan. Kemudian lampu dinyalakan. Di sekelilingku hanya tembok putih dengan cahaya terang dari lampu neon.

Tiba-tiba saja jatuh monster dari atap. Bentuknya mirip Godzilla versi mini. Godzilla itu meneteskan liurnya dan melihatku dengan tatapan lapar. Aku celingak-celinguk cari senjata untuk pertahanan diri. Tapi nihil. Di ruangan sebesar lapangan futsal ini hanya ada aku dan dia.

Aku mulai berprasangka buruk. Jangan-jangan aku dijebak Rock Ice.

“Yang akan kamu hadapi hanya monster simulasi, Hino. Dia tidak akan membunuhmu, tapi kamu harus menghentikannya. Sebab jika kamu tidak bisa menumbangkannya, kekuatan yang baru kamu dapatkan harus ditangguhkan,” ancam Rock Ice lewat speaker.

“Apa? Jangan ambil kekuatan ini dariku. Kekuatan ini yang memilihku.” Aku tidak rela dipisahkan dengan kekuatanku yang bisa menyulap sebuah ruangan jadi hutan.

“Jangan banyak omong. Kamu punya waktu satu menit dari sekarang. Habisi dia!” Rock Ice kembali membentak via speaker.

Godzilla itu langsung menyerangku. Aku yang belum siap hanya bisa melarikan diri. Jadilah kami lari berputar-putar di dalam ruangan. Aku tidak punya apapun untuk menghentikannya. Seandainya aku Ultraman, aku sudah berubah sejak tadi.

“Hino, apa yang kamu lakukan? Gunakan kekuatanmu, Bro. Mainkan tanganmu!” suara Rock Ice keluar dari speaker.

Mainkan tangan, katanya? Memangnya aku Spiderman yang bisa mengeluarkan jaring laba-laba dari tanganku? Aku hanyalah pencinta tanaman biasa.

Tapi tidak ada ruginya juga aku mencoba meniru Spiderman. Dalam pelarian dari kejaran Godzilla, aku memainkan tanganku seperti Peter Parker mencoba mengeluarkan jaring laba-labanya. Dalam satu kali percobaan, aku melotot.

Tanganku memang tidak mengeluarkan jaring. Tapi tanganku bisa mengeluarkan tanaman rambat yang melesat cepat. Tanaman itu menembak ke arah Godzilla yang masih memburuku.

Sekali lagi aku mencoba mengeluarkan tanaman rambat dari tanganku. Aku arahkan tanganku ke wajah Godzilla. Kali ini tanamannya berhasil mencambuk muka bengis Godzilla. Mungkin karena aku mengeluarkannya dengan tenaga ekstra.

Oh, aku mengerti sekarang. Semakin kuat tenaga yang aku kerahkan, semakin hebat tanaman rambat yang aku keluarkan. Aku langsung mengerahkan semua tenaga ketika mengeluarkan kekuatanku. Hasilnya sungguh menakjubkan. Godzilla itu langsung keok di detik terakhir.

Aku memandangi tanganku yang sakti.

“Luar biasa, Hino! Kamu berhasil lolos uji kelayakan. Kamu layak memiliki kekuatan itu,” ucap Rock Ice dari speaker.

“Aku terharu,” ucapku sembari cengengesan.

Aku masih penasaran dengan kekuatan yang ada di dalam diriku. Apakah aku bisa bergelayutan seperti Spiderman dengan tanaman rambat dari tanganku ini?

Aku mengetesnya dengan menembakkan tanaman rambat ke atap. Tanaman itu langsung menancapkan akarnya dengan kuat pada atap.

“Wow! Aku bisa berayun-ayun di sini,” ucapku sambil gelantungan seperti Tarzan. Aku tidak sabar untuk mencoba lompat dari gedung ke gedung dengan tanaman rambat super kuat ini.

“Hei, Hino, cukup bermain-mainnya. Keluarlah!” seru Rock Ice. “Ruangan ini harus dibersihkan dari tanaman yang kau hasilkan.”

Aku keluar ruangan dengan wajah bahagia.

“Oke, sekarang, pulanglah, istirahat. Besok pagi, kita bertemu lagi di sini. Akan ada banyak hal yang harus kamu lakukan sebelum beroperasi sebagai superhero kebanggaan masyarakat.” Rock Ice mengusirku secara halus.

Aku tersenyum.

Ketika aku pergi, Rock Ice memanggilku.

“Hino, gunakan kekuatanmu dengan bijak. Kamu tentunya sudah membaca kontraknya, kan? Rahasiakan kekuatanmu,” pesan Rock Ice.

“Orang bodoh mana yang memamerkan kekuatannya kepada orang lain?” ucapku retoris.

***

“Lihat! Aku bisa mengeluarkan tanaman dari tanganku. Aku Spiderman versi tumbuh-tumbuhan,” ucapku sebelum pamer kepada Nona, kekasihku.

Sebelum pulang ke kos, aku bertandang ke rumah Nona. Cewek beruntung yang punya kekasih seorang superhero.

Kini, kami berdua sedang quality time di belakang rumah Nona yang punya kebon pisang pribadi.

Aku mengarahkan tanganku ke arah pohon pisang. Sejurus kemudian, dari tanganku memancar tanaman rambat yang langsung terikat di batang pohon pisang.

“Kamu terkejut?” Aku menoleh ke arah Nona.

“Sepertinya kamu yang akan terkejut.” Nona hanya menunjukkan wajah bosan.

“Terkejut? Hanya petir di siang bolong yang mampu mengejutkanku sekarang.” Aku terkekeh jumawa.

Tiba-tiba langit bergemuruh. Awan mendadak hitam. Petir menyambar pohon pisang yang sebelumnya kulilit dengan tanaman dari tanganku. Pohon pisang terbakar. Aku buru-buru memotong tanaman rambat yang terhubung dengan tanganku sebelum apinya merambat sampai tanganku.

Kemudian hujan turun. Memadamkan api yang membakar pohon pisang.

“Omonganku…” aku melongo. Benar kata Nona, akulah yang terkejut. “Kenapa bisa ada petir di siang bolong setelah aku menantangnya?”

“Kamu sudah bisa menyimpulkan sesuatu?” tanya Nona penuh misteri.

Aku bengong.

Nona tersenyum. Membuat langit menjadi cerah kembali.

“Apa-apaan ini?” Aku ketakutan. Apakah sekarang Nona sudah menjadi pengendali cuaca? Jangan-jangan selama ini Nona mengambil kursus pawang hujan tanpa sepengetahuanku.

“Aku sama sepertimu,” kata Nona.

Aku tidak mengerti apa yang cewek manis ini ucapkan. Awalnya, aku berniat memberi kejutan kepadanya, tapi kenapa di ujung cerita malah aku yang terkejut?

Saus tartar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status