Share

Super Plant vs. Zombies

"Hino, hati-hati! Mereka tidak sebodoh zombie di film romantis yang pernah kita tonton!"

Suara itu.

Aku mendongak ke atas. Nona terbang dengan payungnya. Lalu Nona melempar sebuah benda kepadaku.

"Tangkap ini!" serunya.

Aku menangkap benda yang dilempar oleh Nona. Sebuah ketapel.

Nona menghadirkan awan hitam pada pertempuran ini. Zombie yang hendak memakan otakku tiba-tiba tersambar petir. Seketika saja zombie itu hangus dan jadi abu.

Aku menghela nafas lega.

"Pakailah katapel itu, Hino. Cepat!" Seru Nona dari atas sana. "Ambil batu, biji-bijian, atau apa saja sebagai pelurunya."

Aku menjatuhkan diri ke rerumputan dan meraba-raba sekitar. Aku menemukan sebongkah batu kerikil. Dengan katapel, aku tembakkan batu itu ke arah kepala zombie. Batu itu melesat hebat menuju zombie yang aku bidik.

"Wow!" Aku takjub memandangi katapel yang aku genggam. Benda ini membuat batu yang ditembakkan jauh lebih bertenaga dan destruktif.

Demi terkena tembakan batu tepat di jidat, zombie pun terkapar. Aku ulangi sampai zombie-zombie itu bertumbangan satu per satu.

Sementara di atas sana Nona membantu menyambar zombie-zombie itu dengan petir kecil dari awan olahannya.

Secara bergantian, aku menggunakan katapel untuk menembaki zombie dan Nona menyambar makhluk busuk itu dengan petir.

Aku merasa sedang main sebuah game yang tidak asing. Aku teringat dulu kami berdua sering memainkan game adiktif ini sampai lupa waktu.

Aku mendongak. Nona balas menatapku.

"Seperti tidak asing ya?" Tanyaku dengan tangan tetap telaten menembaki kepala-kepala zombie.

"Ya. Plants vs. Zombies," ujar Nona sembari menggerakkan tangannya untuk mengatur awan.

Dengan kerja sama antara aku dan mantan pacarku, zombie-zombie berhasil dikalahkan. Singkat cerita, masalah selesai. Aku pun berlari mengikuti Nona yang terbang dengan payungnya. Nona menunjukkanku garis finish. Mudah saja baginya untuk melihat ujung dari labirin ini karena dia berada di atas.

Ketika berjalan menuju pintu keluar, aku sempat berpapasan dengan seorang superhero yang mendapatkan tameng baja. Dia harus menghadapi seekor bayi naga yang menyemburkan api ke arahnya. Tapi dia punya tameng untuk melindungi diri.

Aku juga sempat melihat seorang superhero lain yang harus bertarung dengan gorila raksasa. Superhero ini mendapatkan semacam sarung tinju. Jadilah dia bisa menggunakan benda itu untuk adu jotos dengan gorila.

Ada juga superhero yang nasibnya sama sepertiku tadi, dikepung sekawanan zombie. Tapi dia bisa melawan karena memiliki pistol kejut. Dia menembaki zombie-zombie dengan pistol kejut. Pistol kejut itu gunanya membuat sasaran terkejut dan terdiam selama beberapa detik. Waktu sesingkat itu memungkinkannnya untuk kabur dari para zombie yang mematung secara kolektif.

***

"Kenapa kamu kembali?" Tanyaku ketika mencapai garis finish.

Nona mendarat di dekatku.

"Aku melihat katapel itu ditemukan oleh superhero yang sudah mendapatkan gadget lain. Jadi, aku merebutnya," terang Nona sembari melipat payungnya.

"Kenapa?" desakku.

"Aku tidak suka dengan keserakahan. Sebab di saat ada orang yang serakah, ada orang lain yang mengalami kekurangan karenanya." Nona mengeluarkan kutipan andalannya.

Aku tertegun. Prinsip Nona sama dengan prinsip yang dipegang olehku selama ini. Selalu.

"Berhubung kamu belum mendapatkan gadget, aku berikan gadget itu kepadamu." Nona berbicara sambil memandang langit. Enggan menatap wajahku.

"Aku tidak perlu dikasihani. Apalagi oleh kamu." Aku melepas katapel yang dari tadi menggantung di leherku.

"Hino..." Nona menggigit bibirnya.

"Kukembalikan gadget ini untukmu. Aku tidak perlu katapel ini." Aku melungsurkan katapel ke tangannya.

"Simpanlah. Suatu hari mungkin katapel itu bermanfaat. Anggap itu kenang-kenangan dariku." Nona memakaikan kembali katapel itu ke leherku layaknya medali emas untuk pemenang olimpiade.

Aku membeku sejenak.

"Kenang-kenangan? Memangnya kita mau berpisah?" Aku mengerutkan kening.

"Kamu yang sudah memutuskannya kemarin." Nona mengingatkanku dengan peristiwa hari itu.

Aku diam. Nona pun demikian.

Ketika kami berdua berada dalam keheningan, seseorang teriak dari kejauhan.

"Hei, Pengendali Cuaca! Apa kamu berhasil mendapatkan payungnya?"

Nona menoleh dan melambaikan tangan pada lelaki tampan tersebut.

Nona kembali menatapku dan berucap, "Sampai ketemu lagi, Hino."

"Ya. Terima kasih, Nona." Aku tersenyum lemah.

Nona bergegas menghampiri lelaki berkostum gelap tersebut. "Ya. Aku mendapatkannya. Kamu mau mencobanya? Mari, kita terbang bersama!"

Nona dan cowok ganteng itu memegang gagang payung, lalu melesat ke udara bersama.

Aku murka melihatnya. Tujuh sumpah pun kumaki.

***

"Katapel ya? Ini gadget paling lemah yang disediakan hari ini," ucap Rock Ice setelah aku melapor bahwa aku hanya dapat gadget itu. Itu pun diberikan suka-rela oleh mantan.

Kami sedang berada di bagian percetakan kostum untuk merevisi kostumku. Bob akan menambahkan lubang pada kostum bagian pergelangan tanganku.

"Iya sih. Belum lagi aku harus bawa batu kerikil kemana-mana sebagai amunisi." Aku mengeluarkan beberapa kerikil sebesar biji mata yang aku kantongi.

"Jujur saja, kamu lebih mirip anak kampung daripada superhero kekinian," celetuk Rock Ice.

Aku memandang diriku di cermin. Wajahku tertutup topeng, tapi aku hanya memakai singlet dan celana pendek motif polkadot. Sangat kampungan.

"Oh ya, sambil menunggu kostummu jadi, ada satu tahap lagi yang mesti kamu lewati," cetus Rock Ice.

"Lagi?" Aku mulai merasa malas.

"Cuma cari nama beken," terang Rock Ice. "Sepertiku yang pakai nama Rock Ice."

"Belum kepikiran." Aku menanggapinya cuek.

"Pikirkanlah. Sebab tanpa stage name, kamu tidak akan bisa beroperasi sebagai superhero," ujar Rock Ice.

"Sepenting itu?" Aku geleng-geleng kepala.

"Tentu saja. Kamu akan dikenal masyarakat sebagai superhero dengan nama beken. Bukan nama aslimu, Hino. Apa sih yang sebenarnya kamu pikirkan?" Rock Ice tampak heran dengan keherananku.

"..."

"Kuberi contoh, Peter Parker lebih dikenal sebagai Spiderman. Clark Kent terkenal sebagai Superman.” Rock Ice mulai mengabsen stage name superhero dan nama asli mereka.

"Bagaimana dengan Tony Stark?" Aku mencoba skakmat ucapannya.

Rock Ice mendadak bingung. Sebab faktanya Tony Stark sama terkenalnya dengan Iron Man.

“Batman dan Bruce Wayne pun sama-sama terkenal di Gotham,” tambahku. “Faktanya, mereka pribadi yang sama.”

"Ah, sudahlah, Hino. Jangan banyak omong. Ayo, pikirkan stage name yang cocok untukmu," desak Rock Ice.

Aku memegang dagu untuk menggunakan fungsi otakku: berpikir.

"Aku usulkan harus ada unsur 'Plant' di namamu. Agar mencerminkan kekuatanmu. Seperti aku yang memakai nama Rock Ice yang menggambarkan hidupku yang rock n' roll dan kekuatanku yang mampu membuat apapunyang kusentuh menjadi es." Rock Ice tampak puas dengan nama beken yang disandangnya. Padahal, jujur saja, nama Rock Ice nggak keren-keren amat.

“Aku kira nama Rock Ice diambil karena pemiliknya senang ngemil es batu,” selorohku.

“Yeah. Itu juga benar.” Rock Ice mengamininya. “Jadi?”

"Plant-Man." Aku mengangguk-angguk. “Ya, Plant-Man. Itulah namaku sekarang. Kenalkan aku Plant-Man!” Aku menjabat tangan Rock Ice.

"Mainstream sekali. Itu rumus dasar nama superhero: sifat ditambah embel-embel 'man' di belakangnya." Rock Ice menolak ideku.

"Oke. Bagaimana dengan Plant-Boy?" usulku lagi.

"Terdengar seperti playboy. Dan sangat kekanak-kanakan. Ingat, Barnacle Boy yang menjadi pendamping Mermaid Man itu tetap dipanggil ‘Boy’ walaupun sudah manula. Carilah nama yang simple,” saran Rock Ice.

"Simple Plant."

"Itu nama band."

"Simple Past Tense."

"Rumus bahasa Inggris. Mana Plant-nya?"

"Plants vs. Zombies."

"Kamu udah frustasi ya?"

"Wonder Plant."

"Kamu siapanya Wonder Woman?"

"Oke, wait..."

"..."

Aku berpikir sebelum melempar ide ke wajah bosan Rock Ice. Aku mencari kata yang cocok untuk disematkan dengan kata ‘Plant’ yang akan kusandang.

“Man of Plant?” usulku akhirnya.

“Sedikit lagi. Kurang simpel.” Rock Ice mulai menemukan pencerahan.

“Plant Knight?” usulku lagi.

“Masih kurang cocok,” jawab Rock Ice. “Coba sedikit lebih keras.”

"Super Plant!" Aku menyemburkan nama itu dengan sekuat tenaga.

"Boleh juga tuh." Rock Ice mengelap wajahnya.

"Jadi, Super Plant ya?" Aku lega ketika nama usulanku disetujui.

"Tulis namamu di formulir ini dan kumpulkan ke sekretaris. Setelah itu kamu akan dapat smartphone dan akun pribadi di aplikasi Go-Hero." Rock Ice menanda-tangani sebuah formulir dimana ada nama Super Plant tertulis di sana. Sepertinya ini formulir pengambilan jatah smartphone.

"Terima kasih, Kapten!" Aku menerima dokumen tersebut dengan hati senang. Akhirnya, selesai juga segala tetek-bengek perekrutan. Aku sudah bisa beroperasi sebagai superhero.

"Hei, mau kemana?" cegah Rock Ice ketika aku berjalan menuju ruang sekretaris.

"Ke ruang sekretaris lah!” jawabku polos.

"Pake baju dulu, Tong!” Rock Ice mengingatkanku tentang betapa bodohnya diriku. Kalau sedang senang, sering lupa diri.

"Oh iya!" Aku menepuk jidat.

***

Setelah mendapatkan smartphone, aku girang sekali. Sampai kamar kos, aku tiduran sambil buka aplikasi Go-Hero yang sudah ter-install dari sononya. Di sana ada foto profilku yang super ganteng. Aku lalu mengisi bagian info profil. Agar orang-orang mengenalku sebelum memanggilku sebagai penolong mereka.

Stage Name: Super Plant

Status: Lajang sejak kemarin

Bio: Seorang lelaki yang menjadi superhero untuk melupakan mantan.

Lokasi: Dimana ada kekacauan, di situlah aku berada untuk mengurus sisanya.

Kutipan favorit: Nikmatilah masa mudamu sebelum datang masa tuamu.

Subcriber: 0

Sensasinya seperti baru bikin akun social media. Aku senang sekali.

Subcriber akunku yang semula 0 menjadi 1. Ada satu orang yang berlangganan info terbaru dariku. Siapakah dia?

Tiba-tiba saja aku dapat pemberitahuan bahwa ada orang yang mengomentari pergantian statusku.

Ketika buka menu pemberitahuan, aku tidak kaget. Ternyata Rock Ice yang memberi komentar.

Rock Ice: “Kolom status bukan diisi status hubungan. Dasar superhero galau! Ganti woy!”

Aku kaget dan menepuk jidat. Untunglah, Rock Ice gerak cepat mengingatkan kekhilafanku.

Aku buru-buru balas komentar Rock Ice.

Super Plant: “Makasih, suhu. Efek baru putus dan mantan udah punya gacoan baru nih.”

Rock Ice: “Malah curhat, bukannya mikir.”

Super Plant: “Iya, ini mau langsung aku ganti kok.”

Ternyata di kolom status ada opsi seperti: available, busy, libur, cuti hamil, bulan madu, menghadiri khitanan keponakan. Yang artinya kolom status ini untuk memberi tahu ketersediaan superhero dalam bertugas. Aku langsung ganti statusnya menjadi available.

Belum semenit aku memasang status available, ada pengguna yang memanggilku. Dia butuh bantuan dan lokasinya dekat dengan kamar kosku.

Ini artinya aku mendapat panggilan pertama sebagai superhero. Aku buru-buru ambil kostum Super Plant yang aku simpan di dalam lemari. Dengan gerakan super cepat, aku memakainya. Dan tak lupa mengalungkan katapel di leher.

Aku bertanya dalam hati, kejahatan macam apakah yang akan aku hadapi pertama kali?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status