Share

Langit dan Bumi
Langit dan Bumi
Penulis: Nayla Salmonella

Bab 1 Langit

"Bagiku, kamu adalah langitku."

"Bagiku, kamu adalah bumiku."

Di sebuah taman kota yang teduh, pepohonan yang rindang dan sepi kedua insan itu tertawa lepas bersama. Sejenak kemudian diam. Terutama si lelaki yang memang tak begitu suka tertawa. Lelaki itu lebih memilih untuk kembali dalam hening dan mengunyah sebutir buah ceri. Beda dengan si perempuan yang lebih semringah. Tentu saja dia senang memadu cinta, dan menunjukkannya pada dunia.

"Kita kayak pasangan norak, ya?" tanya si perempuan.

"Kamu sih. Aku jadi kehilangan wibawa." Si lelaki memasang wajah jutek.

"Kenapa harus malu sih, Mas? Di sini, 'kan, cuma ada aku. Gak ada orang lain. Ayo lepas saja seragammu!" perempuan ayu itu mencolek lelaki tercintanya.

"Tuh 'kan kamu mulai lagi..." elak si lelaki enggan.

Tampaknya si perempuan bukan orang yang mudah menyerah. Dengan cekatan dia menarik lengan ketat seragam kekasihnya. Seragam coklat itu sedikit kusut karena ulah jahil perempuan muda berkulit putih itu. Si lelaki kesal. Walau cinta, dia tetap memegang prinsip dan keteguhan sikapnya, dingin.

"Balikin chevron gue, Bego!" desis si lelaki kesal. Si perempuan tertawa-tawa.

"Bodoh amat, wuee! Aku nggak suka Mas Angga pakai seragam kalau pacaran sama aku!"

Lelaki bernama Angga itu mengejar kekasihnya. Dia tak suka tanda segitiga di bajunya diambil, apalagi dipakai mainan. Seragam itu adalah hidupnya. Nyawanya, segalanya. Dengan darah dan air mata itu dia dapatkan. Dia tak suka dipakai mainan.

"Sini dong! Kamu jangan main-main sama tentara, ya!" ujar Angga.

"Kania!" panggil Angga sekali lagi.

"Sinilah Mas ambil sendiri, wue!" Kania masih saja seperti kanak-kanak yang asyik menggoda Angga.

"Jangan serius terus nanti Mas Angga cepet tua!" seloroh Kania.

"Satu!" Seperti biasa Angga mulai menghitung angka. Seperti itulah caranya menghentikan tingkah manja Kania.

"Dua ...!" Kania membalas sambil menjulurkan lidah sok imut.

"Oh ... kamu, ya!"

Tanpa pikir panjang, Anggapun langsung mengejar Kania. Tentu saja itu sangat mudah. Dia calon tentara, Kania cuma anak SMA biasa. Fisik Kania sangat kalah dibanding Angga. Tak butuh lama, gadis itu terkunci dalam dekapan badan besar Angga. Dia terlihat menahan tawa ketika Angga justru terlihat sangat marah.

"Kamu jangan main-main sama seragamku, ya!" ucap Angga tegas.

"Aku nggak main-main kok. Aku hormat sama Mas Angga. Hormat!" Kania berpura-pura memberikan hormat dengan tangannya.

"Masih main-main, ya!" ancam Angga. Kania terkekeh.

"Hei Bocah, kamu tahu betapa susahnya aku dapat semua ini. Seragam yang nggak kamu suka ini, tanda chevron ini, semua pakai keringat!" kata Angga tegas.

"Iya Mas Angga ... Kania ngerti," ucap Kania pelan.

"Hei kamu masih main-main, ya, sama aku!" kata Angga masih kesal.

"Nggak Mas Angga," celetuk Kania usil.

"Panggil namaku yang bener! Aku beneran marah, ya!" sambung Angga yang kini jadi marah. Tatapannya terlihat beringas walau itu pada kekasihnya.

"Siap ... salah!" ujar Kania akhirnya takut.

"Yang bener!" tegas Angga. Wataknya memang dingin seperti es batu.

"Maafkan Kania Langit Amaranata, ya, Sermadatar Airlangga Sakha Handojo. Kania tidak bermaksud bermain-main. Kania hanya ingin bercanda dengan Mas Taruna," ucap Kania sambil menunduk.

Angga alias Airlangga tersenyum simpul. Tentu saja marahnya hanya tipuan. Supaya suasana enak saja. Itu caranya memadu kasih dengan perempuan yang empat tahun lebih muda darinya itu. Tak lama kemudian, Angga meraih kedua belah pipi tembem Kania. Dipencetnya hingga bibir Kania seperti bebek.

"Adik Kecilku takut, ya?" olok Angga.

"Ih Mas Angga!" Kania kesal dan memukul lengan Angga keras. Tentu saja Angga cuma tertawa keras. Pukulan yang tak terasa.

"Sstt, panggil gue Erlan, Bocah! Aku nggak suka dipanggil gitu!" kata Angga lagi.

"Nggak mau. Panggilan itu 'kan buat keluarga. Aku 'kan bukan keluargamu, wue!"

"Nanti kan juga jadi keluargaku!" sambung Angga.

"Nggak maulah," balas Kania.

"Lho kenapa, emang kamu nggak mau jadi istriku?"

"Nggak maulah ..." jawab Kania.

"Kenapa? Katanya kamu cinta sama aku, Kania." Angga mulai bingung.

"Iya aku nggak mau, soalnya masih sekolah. Banyak ulangan, ujian kenaikan kelas juga!"

Angga terkekeh, "ya ampun anak ini. Anak SMAku, memang menggemaskan. Okay deh, jaga diri baik-baik buatku, ya."

"Mas Tarunaku juga jaga diri baik-baik, ya," balas Kania sambil tersenyum manis.

"Tentu, ya, udah sini chevron-ku. Seragam ini harus terus dipakai. Nggak boleh rusak atau hilang atribut. Kamu boleh bermain denganku, tapi tidak dengan seragamku. Setuju?" tandas Angga sekali lagi.

Kania mengangguk, "iya Mas Angga..."

"Nah gitu lagi! Malas akulah!" ucap Angga kesal.

"Siap Mas Erlan. Buminya Kania."

"Norak kamu, Langitnya Erlan!"

"Kamu yang norak, Mas."

Keduanya kembali terkekeh. Lagi dan lagi. Lantas kembali mencolek pipi atau poni. Kadang Angga atau Erlan mencubit gemas pipi montok Kania. Kania juga kadang memukul kecil lengan atletis Angga. Keduanya bahagia, sekalipun tak ada yang tahu. Manusia lain mungkin tak pernah tahu cinta mereka. Namun, dunia menjadi saksi setiap detik kisah mereka. Yang entah di mana muaranya.

***

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status