Share

Bab 2 Kisah Hidup Alana

Di awal kisah, sudah tersinggung sedikit tentang keluargaku. Sebenarnya aku malas membahas tentang mereka, tapi ya mau tak mau itu harus dibahas. Mau gimana lagi, ini kisah hidup Alana. Emangnya Alana langsung lahir ke dunia, tanpa kedua orang tua? Nggak mungkin, kan? Oleh karena itu, mereka harus kuceritakan dalam kisah ini.

Biasanya ayah memanggilku Savannah, dengan suara manisnya. Sumpah ya ayah ini tentara, tapi nggak ada serem-seremnya. Biasanya bunda memanggilku Al, Lana, Lan atau Alana pakai tanda seru. Panggilan itu tergantung sama suasana hatinya sih. Terus kalau abang ganteng manggil aku dengan cukup singkat, Nak! Pakai ekspresi datar dan suara sadis ala-ala polisi galak gitulah.

Sumpah ya Bang, bisa gak sih manggil aku tuh yang normal aja. Alana, pakai nada suara manis gitu bak kakak ke adiknya. Bukannya malah kayak anak-anak ke emaknya. Naaak! Nakkk! Emangnya aku ini penanak nasi? Emangnya aku sejenis kata 'enak' gitu? Ih, KZL! Padahal abangku itu ganteng loh sumpah. Suaranya juga bagus, sebelas dua belas sama Mas Afgan alias mendayu merdu gitulah. Namun, ya gitu deh, kalau udah manggil aku persis kayak tikus kejepit pintu, sengak.

Bisa dibayangkan 'kan gimana keluargaku? Gak mirip-mirip amat sama keluarga TNI pada umumnya yang kaku dan dingin, 'kan? Ayah yang melankolis dan sedikit puitis, overprotektif terutama sama aku. Lalu bunda yang galak, cerewet, judes, dan gampang luluh serta tak mau kalah overprotektif. Abang ganteng yang ngeselin, yang nggak pernah ngajak aku jalan atau beliin coklat. Aku kurang kasih sayang, atau kebanyakan kasih sayang sih?

Selain itu, aku juga berada di antara himpitan kegalauan ayah dan Bang Ranu. Benar, mereka sedang terlibat konflik dingin terselubung. Bukan jadi rahasia kalau ayah nggak suka sama profesi abangku. Padahal kurang keren apa sih dia? Berseragam karena seorang polisi muda, mapan, sudah langsung perwira lagi di usia 25 tahun, dan gantengnya mewarisi ayah banget.

Bang Ranu adalah tipikal anak yang adorable dan pamer-able banget. Ganteng iya, mapan iya, keren iya. Di usia 19 tahun masuk Akpol dengan mulus tanpa sepeser rupiahpun. Di usia 23 tahun lulus dengan meriah Adhi Makayasa. Dan sekarang ia sudah menyandang gelar Ipda alias Inspektur Polisi Dua. Balok emas di pundaknya, Bok! Beneran deh sampai sekarang halaman depan rumah dinas ayah masih sering dipenuhi buket bunga buat dia. Biasalah dari fans fanatik dia gitulah, euw.

Namun, kenapa kok ayah dan Bang Ranu masih sering terlibat perang dingin? Masih sering terlibat percakapan tak jelas? Terselubung dan hanya orang cerdas yang paham, bukan termasuk aku. Alasannya simpel, karena Bang Ranu tak bisa meneruskan jejak ayah sebagai seorang tentara. Ayah sangat ingin anak lelaki satu-satunya itu bisa jadi perwira tentara, seperti dirinya. Termasuk otoriter ayahku, ya?

Ya apapun itu, sampai sekarang masalah sepele itu masih menjadi masalah besar dalam keluargaku. Ayah dan Bang Ranu jarang terlibat percakapan lebih dari 5 menit. Kalau ayah asyik menyirami rumput di depan, Bang Ranu lebih suka ngendon depan TV sambil makan kacang goreng buatan bunda. Suka bingung deh sama mereka. Harusnya ayah bangga ya anaknya jadi pegawai, nggak jadi pengangguran. Kembali lagi pada watak ayah yang entah apa.

Lalu, bagaimana sikap bunda pada keduanya? Jawabannya adalah, bunda tidak peduli dan sama sekali tak mau peduli. Serius, bundaku adalah ibu paling easy going, paling nyantai sedunia. Prinsipnya, asal ayah dan Bang Ranu nggak sampai gulat-gulatan aja mah biarin. Toh nanti kalau sudah sadar ya sadar sendiri. Bunda yang ajaib.

Bunda lebih bingung kalau harga wortel naik daripada permusuhan dingin antara ayah dan Bang Ranu. Bunda lebih suka ngurusin harga sayuran, beras, telur, gula, sabun mandi, dan lain sebagainya daripada mereka berdua. Bagi bunda, permusuhan terselubung mereka sungguh kekanakan dan itu aneh. Oke, sependapat Bunda! Sungguh seorang IRT yang telah lelah dengan dinamika rumah tangganya sendiri! Salut sama kesantaian bunda.

Lantas gimana denganku? Aku sih cuma kambing congek di rumah ini. Sebagai satu-satunya anak gadis yang sedang ranum bukannya dijaga baik-baik, aku malah dijadikan samsak hidup. Bukan jadi samsak pada arti sebenarnya kok, hanya aku selalu dijadikan sasaran kegabutan mereka. Ayah dan bunda yang terlalu sayang padaku, sehingga malah jadi terlalu protektif. Dan Bang Ranu yang berada di tengah himpitan ayah dan melampiaskannya padaku dengan sikap sadistis tanpa romantis. Cara Bang Ranu melihatku bak melihat lap kumal yang siap dimusnahkan.

Pulang kuliah jam berapa? Sama siapa? Pokoknya bunda jemput! Gak usah makan di kantin kampus, nanti kamu dibius pakai narkoba. Gak usah naik angkot nanti kamu diculik. Gak usah kabur diam-diam dan nongkrong di balkot, nanti kamu dibawa orang. Mungkin itu sederet kalimat yang selalu diucapkan bunda setiap hari padaku. Hiks, hidupku bagaikan Rapunzel di dunia modern.

Please, aku sudah 20 tahun. KTP aja udah punya sejak 3 tahun yang lalu. SIM A dan C juga sudah punya dan cuma jadi penghias dompet bunda. Iyalah, bunda menyita kedua SIM-ku itu, hiks. Lebih baik bunda nggak masak daripada nggak bisa jemput aku pulang kuliah. Lebih baik bunda ketinggalan acara Persit daripada nggak bisa tahu kabarku setiap detiknya. Dan itu sebelas dua belas dengan sikap ayah.

Perpaduan ayah dan bunda telah siap untuk menghancurkan hidup Alana kapan saja. Jadinya Alana menjadi seorang anak yang berlogo kupu-kupu, kuliah pulang-kuliah pulang. Berangkat kuliah 10 menit menjelang jam masuk kuliah. Dan 10 menit sebelum jam kuliah selesai, sopir ayah sudah terpampang manis di depan gedung. Tentu saja dengan panggilan telepon menyala, terhubung langsung ke ayah atau bunda.

Why? Why always Alana, Ayah Bunda? Simpel Lana, karena kami tak mau kamu rusak. That's it! Alasan yang simpel tapi menohok, senohok-nohoknya. Mereka tak mau aku rusak dalam hal apapun, baik fisik maupun mental. Makanya mereka menjagaku sebisa mungkin. Selain ilmu agama yang diterapkan sejak dini, pelajaran PMP di rumah juga tak pernah ketinggalan. Mereka tak mau aku jadi menjelma jadi anak ibukota yang ehem, maaf, rusak. Mendingan aku kuper berat daripada jadi urakan, itu pemikiran mereka.

Bahkan, ayah dan bunda susah payah mengutip 'Generasi Micin', 'Kids Zaman Now' hanya demi menceramahiku. Mereka tak mau aku jadi salah satu atau salah dua dari dua istilah itu. Okay fine, hela napas, please aku nggak segampang itu. Aku bukan tipe anak yang suka ikut arus. Contohnya ketika teman-temanku demam Tik-Tok, aku nggak ikutan. Sejujurnya, aku punya dunia dan caraku sendiri dalam memandang dunia. Aku berprinsip, sumpah! Namun, apa yang mereka katakan? Mereka tak percaya itu dan menganggapku pintar bicara. Hiiii, sumpek!

Di balik kesumpekan hidupku punya orang tua seperti itu, terbesit sedikit kebanggaan di benak ini. Siapa yang tak bangga terlahir sebagai putri bungsu seorang perwira tentara dengan 3 melati di pundaknya? Walaupun sedikit melankolis romantis, otoriter, overprotective, tak kusangkal kalau ayah punya wibawa yang ehem ketika berseragam. Kolonel Infanteri Adi Haris Wibawa, usia 52 tahun. Berwajah ganteng, kulit kuning dengan mata tajam dan hidung mancung.

Punya bunda yang cantik menawan di balik daster bunga-bunganya, bernama Sekar Arum Dewayani atau yang kadang ditulis Sekar Arum Wibawa. Wanita elegan pecinta acara masak memasak yang berusia 48 tahun. Penyuka parfum bunga mawar dan anggrek yang hobinya ngomel. Namun, bisa juga elegan ketika berseragam Persit dan memandu para anggotanya. Hobi memanjakanku, atau cenderung terlalu memanjakan karena sangat ingin punya anak perempuan dulu.

Okay, itulah sekilas tentang keluargaku? Sekarang tentangku yang hidup bak badak bercula satu yang dilindungi habis-habisan. Namun, aku juga bisa hidup normal. Normal dalam artian, masih bisa jatuh cinta dan merasakan apa itu cinta. Ih, jadi malu. Namun, serius, aku telah mengenal cinta semenjak datang ke kota romantis ini. Ibaratnya suasana romantis kota ini mengubahku secara otomatis menjadi melankolis.

Ah, jadi senyum-senyum sendiri kalau mengingat tentang ia. Ia romantis untuk ukuran lelaki yang biasanya cuek, mengacu pada Bang Ranu. Bayangin cara menyatakan cintanya, lelaki itu memenuhi balkon kampus dengan daun kering yang dibentuk namaku, "Alana I Love You!" Waaah, romantis nggak sih? Ya walapun setelah itu dijewer satpam kampus sih, tetep aja romantis. Ih, penasaran kan dia siapa? Mau tahu aja apa mau tahu banget! Ikutin terus yuk petualangan Alana!

***    

Bersambung...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Juman BW
masih meraba-raba ke mana jalannya cerita ini. sama sekali gak punya gambaran ceritanya bakal dibawa ke mana.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status