Share

My Supervisor

Ojek online yang aku pesan secara online sudah muncul di depan pagar rumah. Hal itu semakin membuat ibuku menggeram. Aku tahu karena sedetik lalu aku melirik wajahnya. Dia terpaku di teras rumah melihat kepergianku bersama abang tukang ojek.

Aku juga tahu yang ada di pikiran ibu  saat ini pasti dia sedang mengutuk perilaku diriku. Dia pasti kesal melihatku naik ojek padahal ibu mempunyai supir pribadi yang bisa aku pakai jasanya kapan saja. Tapi aku tidak mau melakukan itu dengan alasan, masa iya sih seorang karyawan biasa seperti aku di antar naik mobil mewah. Apa kata orang nanti? Aku memang merahasiakan kekayaan orang tuaku kepada teman-teman sekantor dan teman-teman yang bekerja di satu supermarket denganku.

Banyak alasan yang aku lontarkan ketika salah satu atau kumpulan dari mereka meminta untuk datang ke rumahku. Aku tidak ingin mereka tahu akan kemegahan dalam hidupku. Aku ingin melihat ketulusan dari mereka, berteman denganku karena memang menyayangi diriku, bukan karena aku ini anak orang kaya. Itulah sudut pandangku.

Selama beberapa menit aku dibonceng akang ojek, akhirnya aku tiba di depan halaman kantor. Kantor yang sangat sederhana, jauh dari kemegahan karena di sini bukanlah kantor pusat dari perusahaan tempatku bekerja. Hanya kantor yang dikhususkan untuk para Supervisor, Leader dan para karyawan seperti diriku.

"Ini kang." Aku menyerahkan beberapa lembar uang sesuai tarif yang tertera di aplikasi online.

"Terima kasih, Neng!" jawab si akang.

"Iya, sama-sama Kang!" balasku.

Si akang ojek online lalu pergi meninggalkanku. Aku menyapu pandangan ke sekeliling halaman, lalu masuk ke dalam kantor. Aku terdiam sesaat.

Sepi!

"Kenapa mereka belum pada datang?" gumamku dalam hati. Biasanya jam segini  anak-anak SPG sudah pada ngumpul di halaman kantor. Kami biasa menggibah dulu sebelum akhirnya sang supervisor datang menghampiri dan menyuruh masuk ke ruangannya untuk memberikan pengarahan.

Aku menyisir ruangan demi ruangan. Tidak ada satupun teman seprofesiku hadir di sini. Yang terlihat hanya para supervisor dan leader yang sibuk dengan laptop mereka masing-masing. Aku mendesah. Lantas, aku berjalan menuju bangku panjang yang ada di dalam kantor. Aku duduk, lalu mengambil hpku dari dalam tas. Aku buka aplikasi whatsapp dan aku cari grub SPG B.A di sana. Tanganku mulai mengetik.

📱Woi, mana nih yang jadwal offnya barengan denganku! Apa kalian tidak pada ke kantor nyerahi laporan hari ini?! Kok aku lihat kantor ini sunyi, tidak ada satu orangpun di antara kalian yang hadir di sini!

Beberapa detik kemudian, teman dalam grub menjawab.

📱Eaa ampyuun, Dit! Apa kamu tidak dengar pengarahan senin kemarin? Jadwal penyerahan laporan berubah menjadi jam dua siang! Tidak pagi lagi!"

Hah!

Aku terkesiap membaca balasan dari Andien, teman satu profesiku yang kebetulan jadwal off dan ngantornya sama denganku.

📱Wkkk ... si Ditong kebanyakan melamun, jadi begitu😝

Sinta meledek.

📱Si dita bukan kebanyakan melamun, tapi karna terlalu semangat bekerja, sampe2 dia kelimpungan begitu.  Ha ha ha......🤣🤣

Giliran Naina yang mengejekku.

📱Iiiiiihhh..... kesel tau!!!😫😫

Balasku yang tak lama kemudian disusul stiker tawa dan ejekan dari teman-temanku yang lain.

Aku mematikan hpku, lalu memasukkannya kembali ke dalam tas. Kesal sekali rasa hati ini. Kenapa aku sampai tidak mengetahui arahan itu sih! Mana teman-teman grub selama seminggu ini gak ada bahas tentang ini lagi. Karma kebanyakan ngegibah di whatsapp nih kayaknya. Bukannya membahas pekerjaan, malah nyeritai orang. Iiihhh ... kesal! Mana masih jam sembilan lagi. Masa iya, aku harus nunggu sampe jam dua di sini. Bisa bejamur aku. Tapi, kalau aku pulang, entar yang ada aku diintrogasi lagi sama ibuku yang kebetulan tidak nge-visit boutiquenya hari ini.

"Uuuuhhhh ... sebal! sebal! sebal!" Aku menghentak hentak kakiku, mengepal tanganku dan mengayun ngayunkannya ke udara sebagai ekspresi kekesalanku.

Tapi, tiba-tiba aku terdiam dan kaget. Mataku menangkap sesosok pria berotot, bertubuh tinggi dan berwajah maskulin. Dia berdiri di hadapanku dengan kedua tangan yang berada di kedua saku celana, laki laki ini memandangku dengan heran. Itu terlihat dari satu alisnya yang naik.

Hah!

"Pak Bryan!"

Kontan aku bangkit dari dudukku. Aku menjadi salah tingkah.

"Sedang apa kamu di sini masih pagi begini?" tanyanya padaku.

Aduh! Tatapan matanya!

"E ... ee ... ma-maaf Pak! Sa-saya tidak tahu kalau jadwal ngantor anak-anak spg telah berubah!" jawabku terbata-bata.

Aduh! Tolong dong Pak! Matanya jangan serius gitu melihat ke arahku! Aku jadi grogi nih!

Pak Bryan adalah supervisor kami. Usianya sekitar tiga puluh lima tahunan. Atau mungkin lebih, atau bisa juga kurang. Entahlah, yang jelas dia terlihat sangat berwibawa. Dia terkenal sangat hangat kepada lawan bicaranya. Dia tipekal laki-laki yang bisa dekat dengan siapa saja. Ditambah memiliki wajah tampan dan tubuh yang atletis, membuatnya semakin digandrungi para wanita, tak terkecuali rekan rekan SPG.

"Apa kamu tidak mendengarkan saya, saat saya beri arahan senin kemarin ya? Kenapa kamu bisa kecepatan begini!" katanya lagi.

"He he...." Aku nyengir, menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.

Plis deh! Aku benar benar seperti orang bodoh sekarang! Bahkan aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi kepada supervisorku ini. Tapi seperinya, dia menyadari kecanggunganku.

"Hem, ya sudah kalau begitu! Karena hari ini kamu sudah terlanjur datang dijam segini, mari ikut ke ruangan saya. Saya ingin melihat hasil penjualan kamu selama seminggu ini! Hari ini hari khusus buatmu!"

Oh, God! Thank You! Ternyata kamu sangat manis pak ... auughh....

"Hey!"

Aku tersentak saat jari laki-laki itu memetik ke arah wajahku.

"Hah! I-iya Pak! Maaf!"

Haduh! Lagi lagi halusinasiku membuatku malu. Bagaimana ini? Aku jadi semakin merasa bodoh di hadapan supervisorku ini.

"Pantas saja kamu sering ketinggalan informasi. Ternyata kamu orangnya suka melamun sih!" Pak Bryan meledekku. Dia tertawa lucu, lalu berjalan menuju ruangannya.

Tuh kan! Dia menyadari kalau aku sedang berhalusinasi. Oh, God! Tolong hilangkan setan dalam diriku ini! Kenapa setiap melihat laki-laki yang sangat berwibawa seperti itu, aku jadi salting, alias salah tingkah! Plis God!

Ku sadari langkah panjang pak Bryan sudah membawanya ke depan ruangannya. Aku pun segera berlari ke arahnya. Mengikuti perintah darinya.

Tanpa ku sadari, bahwa di menit-menit selanjutnya akan menjadi menit tersial dalam hidupku. Dihari itu, merupakan hari terkelam yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku, bahkan jika nantinya aku ke neraka sekalipun, aku tidak akan pernah bisa memaafkan perbuatannya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status