Share

Gara-Gara Secangkir Kopi

Jleb!

Aku tersentak ketika tangan pak Bryan menggenggam tanganku. Aku terpaksa menghentikan aktivitas mengilap kemejanya.  Aku langsung memandang wajah pak Bryan yang sudah memandang wajahku duluan. Menatapku tajam hingga seluruh tubuhku gemetaran. Tanganku yang sedang dipegangnya sampai terasa dingin dan kaku. Sumpah demi apa coba, pak Bryan menatap mataku begitu dekat. Aku menundukkan pandanganku, menghindari tatapan matanya. Aku tarik tanganku dan segera aku menjauh dari sisi supervisorku ini.

"Maafkan saya, Pak!"

Sekali lagi, dan mungkin akan berulang kali lagi aku mengucapkan kalimat ini. Sambil terus menunduk menahan rasa malu, aku menunggu jawaban atas permintaan maafku kepadanya.

Ayo dong Pak! Jangan diam saja! Katakan sesuatu yang membuat hatiku tenang. Aduh!  Bagaimana ini! Apa aku harus pamit padanya? Atau aku sebaiknya mengundurkan diri saja! Jika begini terus, aku bakalan mati karena menahan malu!

"Kamu tahu ini masih jam berapa?" Pertanyaannya menyentakku.

"Ee ... jam ... jam sembilan lewat lima belas menit, Pak!" sahutku sambil menunjukkan jam tanganku kepadanya.

Oh, God! Untuk apa juga aku menunjukkan jam tanganku kepadanya! Dia kan juga pakai jam di tangannya! Apa maksud dari pertanyaannya itu? Apa yang selanjutnya dia katakan kepadaku? Apa dia akan mengultimatumku?!

"Masih jam segini, tapi kamu sudah mengotori pakaian saya! Bahkan saya saja belum menemui atasan saya hari ini! Lalu bagaimana saya akan melanjutkan pekerjaan saya kalau begini caranya! Apakah kamu tahu, siang ini saya akan ada meeting dengan para staf dan atasan yang ada di sini!" paparnya dengan nada suara yang terdengar berat.

"Maaf, Pak!"

Tidak ada kata lain lagi yang bisa aku ucapkan selain kata 'maaf'. Tolong dong pak! Aku rela diusir dari sini sekarang juga! Aku sudah tidak sanggup berhadapan dengan bapak! Aku malu pak!

"Bagaimana saya bisa memaafkanmu! Saya tidak akan mungkin pergi menemui atasan saya dengan pakaian kotor seperti ini! Bisa malu saya! Kalau sampai saya kehilangan pekerjaan karena ulahmu ini bagaimana?" kecamnya lagi.

Apa? Dia bilang apa?! Kalau sampai kehilangan pekerjaan? Oh, ya ampun Pak! Itu cuma noda kopi keles! Mana mungkin bapak bisa sampai kehilangan pekerjaan karenanya! Sangat tidak masuk akal pak! Hadeuh!

"Lalu, apa yang dapat saya lakukan untuk menebus kesalahan saya Pak?! Saya akan bersedia melakukan apa saja demi maaf dari Bapak!" ucapku memelas.

Mungkin karena supervisorku ini melihat wajahku yang memelas, dia mulai melembutkan tatapan matanya. Pak Bryan bangkit dari duduknya, lalu melangkah pelan mendekati diriku. Dia berdiri di hadapanku.

Eh, apa-apan ini! Dia membuka satu persatu kancing kemejanya tepat di hadapanku, hingga dada dan petakan tubuhnya terlihat olehku. Sungguh sangat atletis sekali badan pria ini. Aku sampai berhalusinasi yang tidak-tidak karena melihat otot-otot di lengan dan perutnya. Tapi kenapa dia membuka pakaiannya di hadapanku? Dia mau apa?!

Aku mundur satu langkah ke belakang. Tapi, dia langsung mengambil tanganku, lalu menyerahkan kemeja itu ke tanganku. Aku mendongakkan kepala, menatapnya bingung dan tidak mengerti.

"Pergi ke toilet! Bersihkan pakaian saya di sana! Kamu tidak akan dapat membersihkan noda kopi ini hanya dengan selembar atau berlembar tissue. Saya akan menunggumu di sini! Cepat laksanakan!!" bentaknya.

"Ba-baik Pak!" jawabku gemetaran.

Kaki kakiku dengan cepat melangkah menuju kamar mandi. Aku tinggalkan supervisorku yang sepertinya sedang menyimpan emosi kepadaku.

***

Cek, kucek, kucek!

Aku terus mengucek bagian kemeja yang terkena noda kopi itu di westafel toilet. Sampai aku sendiri merasa kesal karenanya. Dengan segala kemarahan yang entah harus pada siapa aku lemparkan, aku mencibir dan memaki hari sialku ini.

Andai saja aku tidak lemot begini! Andai saja aku tahu kalau jam ngantor anak-anak spg telah berubah jadwal! Dan andai saja aku mendengarkan perintah ibuku untuk tidak ke kantor pagi ini! Pasti kesalahan ini tidak akan terjadi. Biarlah aku absen satu hari tidak menyerahkan laporan minggu ini, dari pada aku harus menghadapi kesialan ini.

Andai, andai, andai! Itulah yang ada dibenakku saat ini. Rasanya kemarahanku lebih pantas aku lemparkan kepada diriku sendiri. Bukan pada pria yang seenaknya menyuruhku membasuh dan membersihkan noda di pakaiannya ini. Ya, walaupun aku tahu, bahwa ini adalah kesalahanku. Setidaknya, katakan sesuatu kek yang membuat perasaanku menjadi tenang. Seperti 'iya saya maafkan, tapi tolong basuh pakaian ini ya' kalau begitukan enak didengar. Bukan langsung memerintah seperti tadi. Aku jadi berasa kayak pembantu kalau begini caranya.

"Iiihhh .... kesaaal....!!!" desisku sambil meremas-remas kemeja itu dengan kasar.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status