Share

Serpihan Kenangan

Selepas dari kedai eskrim itu, Kenan dan Keira pulang ke rumah. Hujan masih terus mengguyur kota London. Ramalan cuaca sedang buruk menurut siaran radio yang Kenan putar di mobil tadi.

"Good afternoon, Sir," sapa seseorang saat Kenan melangkah lebih dulu masuk ke dalam rumah.

"Good afternoon. Apa rumah sudah bersih?" Kenan bertanya sambil berjalan memasuki rumah besar itu.

"Done, Sir. Kolam renang pun sudah saya bersihkan. Hari ini jadwalnya nona Keira renang dengan private coachnya."

"Oke, Bi. Bibi boleh pulang. Biar saya yang temani Keira hari ini."

"Baik, Tuan. Kalau begitu saya dan suami pamit dulu."

"Ya, terimakasih," jawab Kenan tak lupa melempar sedikit senyumnya ke wanita yang kira-kira berusia 50an itu.

Dia Rose, pembantu pulang-pergi yang disewa Kenan. Jack, suami Rose juga bekerja di sana sebagai supir yang dibutuhkan Kenan saat tidak bisa menjemput Keira. Pasangan suami istri ini sudah bekerja di rumah itu sejak Kenan dan Keira pindah ke London 10 tahun lalu.

"Papi," panggil gadis imut kesayangan Kenan.

"Whats wrong, Baby?" jawab Kenan sembari meletakkan tas kerja dan tas sekolah Keira di sofa ruang keluarga. Ia duduk mengistirahatkan badan disana.

"There's a box in your car. What is this?" Keira mengangkat satu kotak berwarna biru dongker.

Persis kamu Mei, batin Kenan. Ia melihat putrinya berjalan ke arahnya sambil terus memandangi box itu dengan mimik penasaran. Ia tahu setelah ini akan dicecar beberapa pertanyaan. Dan benar saja, si mungil berkokok di hadapannya, "Dari siapa, Pi? Apa isi kotak ini, Pi? Kenapa kotaknya agak besar? Apa yang ngasih perempuan? Apa Kei boleh buka ini? Mungkin papi nggak suka sama isinya makanya papi abaikan."

"Hahaha tanyanya satu-satu, Baby. Gimana papi bisa jawab kalau pertanyaanmu lebih panjang dari kereta api?" jawab Kenan dengan tawa renyahnya.

"Ish, Papi! Kei serius!" gadis itu sudah mengerucutkan bibirnya. Ia pun duduk di samping Kenan. Tak sabar menunggu jawaban papinya itu.

"Oke-oke. Papi jawab satu-satu. Ayo tanya ulang."

"Ini dari siapa?" Keira memulai ulang pertanyaannya.

"Dari klien papi."

"Apa isinya?"

"Girls stuff, for you," jawab Kenan santai sambil meraih remote tv.

"For me? Gimana bisa?" tanya Keira makin penasaran.

"Klien papi tahu papi punya anak perempuan. Dia bilang dia nemuin barang lucu itu. Dia belikan untuk Keira."

"Ah, Kei tau. Pasti yang ngasih ini perempuan ya?" Keira memasang wajah kepo maksimal.

"That's right, Baby. Papi nggak kasih itu ke kamu karena papi bisa belikan yang lebih mahal dan lebih bagus."

"Boleh Kei buka, Pi?"

"Sure," jawab Kenan singkat.

Keira membuka kotak itu. Terlihat beberapa barang di sana. Satu persatu dikeluarkan. Ada jam tangan, ikat rambut, gelang dan yang paling besar kaos berwarna fuschia. Warna cantik perpaduan merah dan biru, magenta sebutan terkenalnya.

"Eum.. Kenapa yang kasih ini tau warna kesukaan Kei, Pi? Apa papi dekat sama klien ini?" tanya Keira sambil membentangkan kaos itu.

"Semua klien papi coba deketin papi bukan?" Kenan mengeluarkan nada sombongnya. Keira tiba-tiba melirik tajam.

"Besar kepala sekali papi ini!"

"Hahaha itu kenyataannya, Baby. Siapa yang nggak mau deketin papi? Papi tebar senyum sedikit juga mereka kaya ikan kehilangan airnya hahaha," ujar Kenan makin sombong.

"I don't like it, Papi. Papi kirim aja ini untuk dedek Zean." Gadis itu kembali memasukkan kaos ke box.

"Okey, noted! Besok papi kirim ke Kanada. Sekarang masuk kamar terus mandi. Mr. Joe datang jam 4 kan?" seru Kenan.

"Hehehe papi..." Keira memasang senyum kudanya.

"Malas ya? Yaudah nanti papi telepon Mr.Joe dan suruh dia untuk reschedule. Lagian di luar hujan, papi nggak mau anak papi sakit berenang pas hujan gini."

"Ah, papi. Papi itu emang papi terbaik di dunia! hihihi" dua jempol milik Keira terangkat.

"Hahaha cukup pujiannya, Baby. Mandi sana, baumu bisa tercium sampai rumah opa Bimando di Indonesia"

"Papi Ken! Padahal Kei mau cium papi. Tapi males ah!" bibir manyun kembali terlihat. Keira mengambil tasnya dan pergi ke kamar. Rumah besar itu hanya ditinggali oleh mereka berdua. Dari sekian banyak kamar yang mungkin kalau dihitung ada lima, hanya dua yang terpakai. Itupun saat si gadis manjanya sedang kumat, dia akan menyelinap masuk dan tidur di kamar Kenan.

Setelah beberapa belas menit mengistirahatkan badan, Kenan beranjak dari sofa. Ia berjalan menuju kamarnya. Wangi greentea milk bersumber dari lilin aromatherapy menyambut Kenan saat ia memasuki kamar. Di dinding terpajang satu pigura foto berukuran lumayan besar. Kenan sengaja mengaturnya seperti itu. Agar pigura itu yang ia lihat pertama kali begitu menutup pintu. 

"Sore, Mei-ku," sapa Kenan ke foto itu. Terdengar gila menyapa sebuah benda mati, namun inilah yang ia lakukan setiap hari.

"Mei, Keira kita yang moody-an itu lagi nggak mau latihan renang. Olimpiade-nya masih lama kok. Maafkan dia ya sayang. Dia nurunin sifat keras kepalaku. Mageran mungkin ya, hehe." 

Kenan terus berbicara seakan ada yang mengajaknya ngobrol dua arah. Ini aktifitasnya begitu sampai di rumah. Menceritakan apa yang dilewatinya hari itu. Bercerita ke foto-foto yang terpajang rapih di sana. Sambil berganti kaos di ruang pakaian, ia berbicara, "Sisi melankolisnya keluar lagi sore ini, Mei. Karena lihat teman temannya dijemput ibunya. Maafkan aku yang tidak bisa mencarikannya ibu baru. Kamu terlalu berharga untuk bisa digantikan."

Pakaian sudah berganti, Kenan keluar dari ruang ganti. Ia pandangi satu-satu pigura. Terlihat foto seseorang menggunakan gaun berwarna silver, cantik sekali. 

"Bukan cuma dia yang mellow, akupun sama, Sayang. Bosen nggak dengar aku bilang rindu? 15 tahun, di setiap detiknya aku rindu. Maaf sayang, aku konyol hehehe."

Air mata mulai berkumpul di mata laki-laki itu. Memori terputar di mana Kenan muda bahagia sekali. Menggenggam erat tangan sang istri di acara resepsi pernikahan mereka.

"Bang, Mei malu. Banyak banget tamu ayah dan buna," kata seorang gadis yang baru saja menyematkan nama Harris di belakang namanya.

"Kenapa malu sih, Mei? Mereka juga makan nasi. Kalau mereka makan batu barulah malu. Kita nggak sekuat mereka hahaha," jawab Kenan dengan tawanya.

"Mei kaya badut nggak sih, Bang? Nggak menor banget kan riasannya?" ucap gadis itu sambil menepuk-nepuk pipinya.

"Enggak. Mei-ku itu jadi perempuan tercantik di gedung megah malam ini."

Blush! Pipi gadis bernama Meira itu bersemu pink. Sambil mencubit pinggang Kenan, ia protes dengan gombalan receh dari suaminya, si mantan playboy. Kenan hanya menanggapi itu dengan tawa.

Banyak tamu kala itu memuji kecocokan pasangan baru keluarga Harris ini. Yang laki-laki tampan dan yang perempuan cantik.

"Semoga kalian bahagia sampai kakek nenek. Semoga cepat dikasih momongan." Kata kata itu terlontar hampir dari setiap tamu yang hadir saat menyalami Kenan dan Meira.

Dan ya, tiga bulan menikah Tuhan mengabulkan doa itu. Meira positif hamil. Kenan yang merupakan anak sulung Bimando Harris berbangga diri saat mengabarkan kepada keluarga besar bahwa akan ada bayi pertama di tengah mereka. Anak Kenan dan Meira jadi cucu pertama keluarga itu.

"Meira udah isi?" tanya seseorang.

"Iya, Ayah. Maaf kalau kecepetan. Padahal udah program mau lulus kuliah dulu, Yah." Meira menjelaskan ke mertuanya itu.

"Gapapa, Nak. Umur kamu baru 19. Dijaga baik-baik badan dan janinnya. Agak beresiko, tapi gapapa kok," ucap sang ayah mertua.

Beresiko? Seperti apa resikonya? Meira membatin dalam hati sebelum Kenan menjawab, "Kenan siap jadi suami siaga ayah hihi."

"Lagian Hangsoo dekat, dokter banyak, om Rianuar bisa datengin banyak ahli kandungan hehe," tambah laki-laki itu sambil terus mengelus perut Meira. Perlakuan itu membuat Meira makin menyayangi Kenan. Sisi kebapakannya terlihat di sana.

Keluarga Harris merupakan bagian dari keluarga Aruna. Keluarga konglomerat nomor satu di Indonesia. Keluarga yang memiliki usaha di bidang kesehatan. Hangsoo Hospital, namanya. Hangsoo ini sudah memiliki cabang di mana-mana. Bukan hanya di dalam Indonesia, namun hampir seluruh negara di dunia memiliki setidaknya satu cabang Hangsoo Hospital. Rianuar Putra Aruna, adik dari ibu kandung Kenan adalah pemimpin Hangsoo saat itu.

Setelah mengabarkan kepada keluarga soal kehamilan Meira, Kenan mengajak istrinya itu ke kamar lagi. Karena hari sudah siang dan ada baiknya untuk tidur.

"Mei nggak ngantuk, Bang," tutur si bumil.

"Terus Mei-ku maunya apa, hmm?"

"Mau ikut bang Kenan," jawab Meira sambil memajukan bibirnya.

"Ikut kemana? Abang nggak mau kemana mana kok."

"Katanya tadi mau beli susu hamil? Abang lupa kah?" tanya Meira lagi. Suaminya ini memang kadang-kadang pelupa. Padahal umur baru mau menginjak angka 22.

"Astaga, maaf Mei. Lupa hihi"

"Abang ada kelas lagi?" tanya Meira ke Kenan yang saat itu sedang dalam masa pendidikan S2-nya.

"Nggak ada, Mei. Yaudah, kamu ganti baju terus kita ke toko susu."

"Eum.. Bang.."

"Ya?" jawab Kenan sambil melihat Meira yang sedang duduk di pinggir kasur.

"Mei mau makanan yang asam, Bang. Ih aneh ini tuh. Masa tiba-tiba, Bang." Meira mengutarakan keinginan nya sambil memutar bola mata. Sementara Kenan yang melihat itu malah gemas sendiri. Si bumil yang sedang adaptasi ini terlalu imut baginya. Memang sebucin itulah Kenan.

"Ah, anak papi mau apa sih? Mentang mentang opa omanya udah tau ada little bean, mulai deh ngerusuhin papinya," ucap Kenan sambil berlutut dan menempelkan telinganya di perut Meira yang masih datar. Bagaimana bisa janin berusia 1 bulan itu meminta ini itu. Meira mengelus lembut kepala Kenan.

"Mei mau makan jambu biji yang warna hijau itu, Bang"

What? Yang hijau? Bukannya itu susah dicari? Batin Kenan.

"Di cocol garam kayanya enak. Uh, ngiler." Meira terus bercuap.

"Hahaha oke. kalo gitu kita sekalian ke hypermart aja. Beli susu hamil di sana, sekalian cari buah. Kalau enggak ada jambu, siapa tau mau yang lain. Oke, my Mei?" perkataan Kenan dibalas anggukan mantap Meira. Gadis itu langsung berganti pakaian dan mereka pergi ke Hypermart.

...

Memori kenangan yang sedang terputar itu redup ketika Kenan mendengar ketukan pintu. "Papi..." sapa orang diluar pintu.

"Ya sayang, masuklah." Perintah Kenan sebelum pintu terbuka. Sebuah kepala nongol dengan rambut panjang terjuntai.

Papi nangis? Oh Tuhan, maafkan Kei bikin papi diam diam sedih lagi. Keira akan lakukan apapun untuk buat papi bahagia. Pegang janji Keira, ya Tuhan. Suara hati Keira memanjatkan janji ke sang Pencipta.

"Papi sedang apa?" tanya gadis itu.

"Ah, ini. Papi abis ganti baju, lagi ngobrol sama mami hehe Kenapa, sayang?"

"Eum.. itu. Makanan sudah datang. Apa papi mau Kei siapkan makan sekarang? Uncle Arsyi bilang papi belum makan tadi siang."

Arsyi adalah wakil CEO di Fircha Production House, kantor kepunyaan Kenan. Arsyi yang sudah dianggap saudara itu memang sering sekali mengantar makanan untuk Kenan dan Keira. Ia paham betul Kenan adalah ayah tunggal. Maka dari itu, Arsyi sering menyuruh istrinya memasak lebih untuk diberikan ke keluarga kecil Kenan.

"Dimana uncle Arsyi?" tanya Kenan sambil beranjak menuju pintu.

"Sudah pulang. Uncle hanya antar makanan terus pergi lagi, Pi. Papi bener nggak makan tadi siang?" Keira merangkul lengan Kenan begitu tiba di depannya. Gadis itu menuntun Kenan ke ruang makan.

"Bukan nggak makan, cuma lupa. Sebelumnya juga sempet brunch. Makanya papi kenyang dan nggak makan siang," ucap Kenan.

"Oh, Kei kira papi bener bener nggak makan. Papi nggak boleh begitu. Nanti Kei marah!"

"Ya ya, sayang. Pardon me. Tapi papi masih kenyang, belum lapar lagi." Kenan berbicara sambil menata piring dan menyendokkan nasi untuk makan sore Keira. "Kei aja ya yang makan?" tambahnya.

"Ih kata uncle Arsyi tadi, makanan ini harus segera habis, papiiiii!" Keira mengeluarkan jurus nada penuh penekanannya. Itu salah satu jurus untuk meluluhkan kengeyelan sang papi.

Maaf uncle Arsyi, Keira berbohong sedikit. Abis nya papi kepala batu, batin Keira melihat papinya mau tidak mau mengambil piring dan nasi juga. Ada tawa tertahan melihat papinya pasrah mengambil nasi walau hanya sedikit.

"Nah gitu, itu baru papi Kenan."

Kenan mengelus pucuk kepala Kei, mengacak rambut itu sedikit dan berkata, "Emang paling bisa ya anak papi satu ini."

Mereka pun mulai makan. Arsyi mengantar dua macam lauk dan satu jenis sayur. Kenan dan Keira mulai menyantap masakan istri Arsyi itu.

"Kei.."

"Ya papi"

"Minggu depan Kei ulangtahun loh. Umurnya pas 15. Kei mau apa? Biar papi carikan dari sekarang." Kenan bertanya sambil mengunyah makanan.

"Eum.. mau pulang ke Indonesia sebentar boleh papi?"

Seketika hening. Kenan menatap lurus makanannya. Kunyahannya juga tiba-tiba berhenti.

Ke Indonesia? Belumkah kamu datang ke mimpi Keira sampai anak kita mau ke rumahmu, Mei? Biasanya dia nggak minta ke Indonesia karena dia cerita maminya udah dateng di mimpi. Apa sudah cukup kuat anak ini datang berkunjung langsung, Mei? Tapi ini permintaannya. Baiklah, demi dia, aku kalahkan luka ini. Aku akan bawa Keira kita ketemu kamu, sayang.

Lamunan Kenan buyar saat tangan yang ukurannya lebih kecil menyentuh tangannya.

"Kalau papi sibuk enggak usah. Biar Kei tunggu mami seperti biasa," kata-kata Keira saat menyadari kesalahannya membuat Kenan terdiam.

"Eh, apa sih sayang? hehe Papi nggak sibuk kok. Ayo rencanakan liburan kita di Indonesia! Papi akan ijin ke guru Kei untuk 2 minggu. Cukup nggak?" tanya Kenan.

"Du-Dua minggu? Papi yakin?" bukannya menjawab, Keira malah balas tanya dengan senyum mengembang di bibir

nya dan puppy eyes ala gadis cantik itu.

"Yaps, yakin banget. Papi juga bosen disini sayang. Kerjaaaa terus. Emangnya papi kuda? hahaha"

"Hahaha kok kuda sih, Pi?"

"Kerja keras bagai kuda. hahahaha" Tawa Kenan terlihat tulus sekali.

"Oke. Kei akan list daftar tempat yang mau Kei datangi mulai dari sekarang. Nanti papi Kei kasih lihat sebelum berangkat," jawab Keira penuh dengan antusiasnya.

Kenan hanya tertawa melihat tingkah lucu anak semata wayang nya itu. Sesederhana itu definisi kebahagiaan menurut Kenan. Asal putrinya ini tertawa bahagia, dia akan jauh lebih bahagia. Jauh lebih bisa menerima takdir. Menerima kenyataan bahwa ia harus mengurus putrinya itu seorang diri. Entah sampai kapan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status