Share

Perbedaan

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Kenan masih berkutit dengan file-file di meja kerjanya. Terkadang, ia memang lupa waktu makan. Pekerjaannya harus ia kerjakan agar bisa cepat pulang. Apalagi hari ini Keira minta diantarkan ke toko buku. Ada novel new arrival yang sedang di inginkannya.

"Ken, ayo lunch," kata Arsyi yang memasuki ruang CEO itu.

"Nangung, Syi. Dikit lagi," jawab kenan masih dengan posisi tangan memegang pulpen itu.

"Bisa dilanjut nanti. Lo baru kelar meeting terus ngerjain itu. Jangan dipaksain, Ken."

"Biar cepet selesai. Lusa kan mau gue tinggal."

"Lo bisa kerjain ini dari kantor pusat kan?" Arsyi tidak henti-hentinya memaksa Kenan untuk makan siang.

Fircha Production House adalah Perusahaan produksi film yang dibangun nenek Kenan; Riana Fircha. Yang sudah berdiri jauh sebelum Kenan lahir. Sama seperti Hangsoo Hospital milik Kakeknya, PH ini juga berpusat di Jakarta, Indonesia.

Arsyi tidak patah semangat mengajak sahabat yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri untuk makan. Arsyi adalah salah satu pasien yang ditolong oleh program pengobatan gratis dari Hangsoo Hospital 7 tahun lalu. Itulah yang membuat Arsyi mengabdikan diri setidaknya untuk keluarga Harris, bukan keluarga Aruna langsung.

"Apa perlu gue chat Keira biar lo mau makan, Ken?" Arsyi mulai mengancam langsung ke titik lemah Kenan. Pria yang sedang diancam menghentikan aktifitasnya begitu nama Keira disebut.

"Jangan konyol. Apa-apa Keira, dikit dikit Keira!" Ucap Kenan sedikit kesal. Arsyi hanya menanggapi dengan tawa kecil.

"Ya makanya ayo makan."

"Iya iya!" Kenan akhirnya berdiri, menyambar jaket dan pergi keluar ruangan. Sepanjang perjalanan banyak karyawan menunduk hormat saat kedua petinggi perusahaan itu berjalan menyusuri kantor.

"Mau makan dimana?" tanya Kenan.

"Up to you, Ken," jawab Arsyi singkat.

Akhirnya mereka berdua memutuskan makan siang di restoran dekat kantor. Beberapa menu sudah mereka pesan. Sambil menunggu Kenan membuka handphone-nya dan chat si mungil kesayangan.

Kenan : Baby, jangan lupa lunch.

Tak berselang lama, pesan itu mendapat balasan.

Keira : Ini lagi di kafetaria, Pi. Papi udah makan?

Kenan : Papi juga lagi di restoran sama uncle Arsyi. Nanti jadi, Sayang?

Keira : Harus jadi dong, Pi. Biar ada temannya waktu di jalan nanti kalau papi tidur di pesawat.

Kenan : Hahaha okey, Baby. Nanti beli yang banyak deh ya. Kei mau makan apa itu?

Keira : Kei ambil menu lunch. Isinya ada nasi, chicken teriyaki, dll. Kaya bento gitu, Papi. Bosen padahal. Huh!

Kenan : Hahaha yaudah dikit aja makan nya. Nanti sama papi makan lagi.

Keira : YES! oke, Pi. Kalau gitu Kei makan dulu yaaaa. Papi jangan lupa makan. Bye papi Ken. I love you sooooo.

Kenan : Love you too, baby.

Setelah mengirimkan chat terakhir, Kenan menyimpan handphone-nya di kantung celana.

"Keira, Ken?" tanya Arsyi.

"Yoi, siapa lagi? haha," jawab Kenan singkat, padat dan jelas.

"Kapan coba mau cari istri baru? Lama-lama lo sama Keira dikira baby girl lagi jalan sama sugar daddy-nya," Arsyi mengejek.

"And so? Biarin orang mau bilang apa. Keira cukup. Gue nggak butuh yang lain," jawab Kenan dengan kata kata seperti biasa. Sudah ribuan kali Arsyi mendengar pernyataan itu.

"Tapi lo laki-laki. Ada kebutuhan yang nggak bisa ditunda. Anak gue udah mau 3 karena kebutuhan itu."

Percakapan mereka sempat terjeda karena pelayan mengantarkan makanan. Mereka berdua mulai makan.

"Masih ada media lain. Tangan, alat, kelar kan?" ucap Kenan yang dibalas gelengan kepala Arsyi.

Segitu setianya bang Kenan ini. Gue kagum sih, kalah tanding kemana-mana, Batin Arsyi.

"Oh ya bang, gue harus beli apa nih untuk Kei? Masa uncle-nya nggak ngasih hadiah apa apa?" tanya Arsyi sambil mengunyah makanan.

"Lo tau sebenernya dia nggak suka ulangtahun nya di-notice siapapun kan? Cuma aja beberapa hari lalu gue tanya, karena dia nggak bisa marah sama gue. Inget kan ada temannya yang ngingetin dia ulang tahun dan malah ditampar?" jawab Kenan santai.

Arsyi bergidik ngeri saat ingat cerita itu, "iya sih. Tapi tiap tahun juga kan diem-diem gue kasih hadiah lewat lo, Ken. Apapun akan gue kasih buat keponakan satu itu. Serius, gue cari keujung dunia sekalipun."

"Bahasa lo alay! hahaha," ejek Kenan lengkap dengan tawa.

"Kalo dari lo, apa lagi hadiah selain ke Indo dan jalan-jalan disana?" kali ini Arsyi memasang wajah keponya.

"Riannetha gue suruh ke Indo satu dua hari."

"Sepupu lo yang bisa jadi mediator itu?" Arsyi menaikkan satu alis sambil bertanya. Kenan mengangguk.

"Karena kalau Meira udah berkunjung sebelumnya, Kei nggak akan minta ke Indonesia, Syi. Jadi artinya Meira belum dateng kan?" tutur Kenan santai sembari mengunyah makanan.

"Iya sih, Ken. Yaudah lah, nanti gue cari sesuatu yang bagus banget buat Keira. Gue kasih ke lo besok."

"Ya ya, terserah lo aja, Syi. Harus yang mahal. Kalo yang murah bisa gue beliin sendiri," ucap Kenan tentu dengan nada sombongnya. Arsyi hanya mendengus kesal. Dia seperti diejek saat itu. Mereka pun makan siang ditemani obrolan topik lain, tidak jauh jauh dari pekerjaan.

...

Pukul 14.15, Kenan sudah berada di gerbang sekolah Keira. 5 menit lagi bel pulang berbunyi. Terlihat mobil mobil mewah sudah berjejer menunggu murid keluar dari area sekolah. Dan benar saja, tak lama berselang bel pulang berbunyi. Satu persatu siswa keluar.

"Papiiii!" teriak Keira sambil berlari menghampiri Kenan. Sang papi hanya tersenyum melihat putri kecilnya berlari imut sekali.

CUP! Keira mengecup kilat pipi Kenan saat sudah di depannya. "Papi sudah lama?" tanya Kei kemudian.

"Baru 5 menit, Baby. Kok lari lari sih? Kan jadi keringetan nih." Tangan Kenan terangkat mengusap peluh di dahi si gadis.

"Hehehe Kei terlalu antusias, Pi! Abis penulis favorit Kei nerbitin buku baru," balas Kei dengan senyum manisnya.

"Kalau kehabisan juga bisa papi datangi penulisnya untuk Kei. Jangan berlebihan ah. Bintang di angkasa juga bisa Papi borong kalau Kei mau. hahaha."

"Ish, sombong! Udah ayo, Pi." Kei langsung menarik lengan papinya menuju mobil.

"Iya iya, tapi pulang dulu ya. Mandi, ganti baju, baru berangkat ke book store."

"Oke siap pak boss!" Keira memperagakan hormat ala ala upacara bendera. Kenan terkekeh melihatnya.

Begitu keduanya sudah masuk, mobil dilajukan. Keira memencet radio di mobil itu. Ia sambungkan dengan mp3 di handphone nya. Lagu semi beat mengalun memenuhi mobil sport nan mewah milik Kenan.

"Jangan keras keras, Sweetie," ucap Kenan sambil memutar sedikit volume speaker.

"Ih, papi Kenan!" Kei yang keras kepala memutar balik volume itu. Kenan hanya bisa geleng kepala.

Dasar Keira, nggak ngebuang sifat gue banget. Kenan membatin. Kakinya terus menginjak pedal gas mobil itu. Suasana sore kota London sedang tidak terlalu ramai karena bukan jam pulang kerja. Lalu lintas di negara ini juga lebih tertib dibanding dengan Indonesia. Keira sedang berjoget kecil mendengarkan lagu kesukaannya.

"Papi..." ucap Keira saat satu lagu sudah habis dan sedang berganti lagu lain.

"Ya, sayang," jawab Kenan lembut.

"Tadi masa ada yang ganggu Kei."

"Ganggu gimana?" tanya Kenan melirik putrinya sekali.

"Kei kan lagi di perpustakaan kan. Lagi pilih pilih buku tuh. Eh masa ada yang dateng, tau tau ngerebut buku yang mau Kei ambil. Kei pelototin aja orang itu. Nggak tahunya kata Dom, itu kakak kelas," ucap Kei menjelaskan.

"Dominica kenal orang itu? Cowok atau cewek, Baby? Jangan-jangan itu perfect stranger-nya anak papi, hihi." Kenan seperti biasa menggoda Keira.

"What? Perfect stranger? Euwh!" Keira mengibaskan kedua tangannya kedepan seperti orang jijik. Kenan melihat itu malah tertawa.

"Kei kan sudah besar. Bentar lagi juga punya pacar. Papi terlupakan deh huhuhu."

"Ih makanya kan Kei nggak mau punya pacar, Pi. Sebelum papi nikah lagi. Titik!"

Perbincangan yang tadinya di temani gelak tawa berubah serius. Kenan melarikan diri lagi sambil berkata, "Hahaha oke-oke. Berarti Kei nggak akan punya pacar. Itu kesimpulan dari papi."

Keira yang mendengar itu tidak marah. Malah tertawa kencang atas kekonyolan sang papi. Segitu percaya dirinya si Papi. Semoga saja di dunia ini masih ada doppleganger-nya mami Mei, batin Keira.

Doppleganger adalah istilah untuk kembaran tak sedarah. Keira membaca itu dari buku dongeng yang ia gemari. Dari sana juga lah, Keira berharap bisa bertemu sang mami. Walau bukan maminya yang asli dan kemungkinannya kecil sekali.

...

Di toko buku sebuah mall besar kota London.

Kenan mengikuti langkah Keira yang asyik memilah dan memilih buku. Membaca adalah satu dari sekian banyak hobi sang anak. Keira menuturkan bahwa membaca itu salah satu cara agar bisa keliling dunia, membuka wawasan, dan berkhayal. Padahal di jaman sekarang dan di negara super maju seperti London sudah banyak banget cara mengeksplor rasa keingintahu-an manusia.

"Sampai nggak, Sayang?" tanya Kenan pada Keira.

"Sampai kok, Papi. Jinjit sih dikit hehe abis papi enggak peka. Harusnya diambilin. huh!" Keluh Keira.

Ternyata ada persamaan sifat yang gue bawa sampai sekarang, nggak pekaan. Meira dulu sering bilang itu. Perbedaannya yang bilang sekarang Keira. Tuhan, kenapa nggak adil? Harus dengar kata-kata yang sama dari dua pribadi yang berbeda? Tapi rasanya, lebih menyakitkan. Andai saja --

Puk! Kei menepuk pundak Kenan. Laki-laki itu pun kaget. "Apa, sayang?" tanya Kenan mengerucutkan dahinya.

"Kei dari tadi ngomong, papi malah dieeeem aja kaya kurang makan, huh! Papi laper kah?"

"Eh, enggak kok. Papi enggak lapar. Buku nya sudah, Sayang?" tanya Kenan lagi sambil memperhatikan buku-buku yang dipeluk gadis mungil itu.

"Udah, tapi mau lihat yang di sebelah sana, Papi." Tangan Keira terangkat menunjuk arah. Kenan pun meletakkan buku yang di bawa Keira ke tas belanjaan.

"Satu toko buku ini nggak akan bikin papi bangkrut. Ayo beli lagi," ujar Kenan sombong. Keira terkikik sedikit dan gembira setelahnya. Ia menarik tangan sang papi menuju rak yang ingin ia lihat. Kembali Keira memilih milih buku.

"Ih, ini ada merchandise nya, Pi. Pigura lucu. Eum ... bisa Kei pakai untuk taruh foto siapa ya?" Kata Keira sambil membolak-balik benda itu.

"Foto Kei jalan-jalan di Indonesia nanti aja. Kita cetak foto sesuai ukuran pigura."

"Ah, papi cerdas! hihi Mau ini juga yaaaaa?" rayu Keira dengan mata dibulatkan. Gemas sekali. Rayuan itu dijawab anggukan Kenan. Setelah puas memilih mereka pun berjalan menuju kasir dan membayar semua buku.

Sepanjang kasir men-scan satu persatu belanjaan, Kenan bergumam dalam hati, "aku tahu dia mau pasang fotomu, Mei. Aku tahu dia berharap besar soal itu. Tapi apa dayaku? Hatiku rasanya sudah mati dan kamu satu-satunya yang pernah buat hati ini seolah hidup. Pergimu, awal kepergian setengah nyawaku."

...

Hari yang di tunggu pun tiba. Hari dimana jadwal keberangkatan Kenan dan Keira ke Indonesia. Semua barang sudah tertata rapih. Dua buah koper sudah tertutup. Tak lupa Kenan menggendong satu tas berisi snack kesukaan putrinya dan buku yang sudah direncanakan untuk dibaca juga yang tidak akan dimasukkan ke bagasi pesawat bersama koper. Durasi perjalanan kurang lebih 18 jam harus mereka lewati.

"Papiiiii! Cepaaaaat!" Keira sudah berteriak memanggil.

"Nggak akan kedengeran, Kei. Papi mu pakai headset begitu," ucap Arsyi yang mengantarkan mereka ke Bandara. Arsyi sengaja bolos sebentar dari pekerjaannya mengingat Kenan dan Keira akan pergi lama dan tidak mungkin memarkirkan mobil di bandara.

Kenan akhirnya tiba di depan Keira dan kebingungan karena gadis mungil itu sudah manyun. "Whats up, baby?" tanyanya.

"Lama ih! Ini dilepaaaas!" Keira geram dan melepas headset bluetooth papinya. "Kei buang nih ya?" gadis itu mengangkat headset bersiap membuang benda itu. Arsyi yang melihat pemandangan itu tersenyum menahan tawa.

"Eh, jangan, Baby. Kenapa sih, hmm?" Tanya Kenan sambil mengambil haedset di tangan Keira dan menyimpannya.

"Kei udah sampai haus teriak manggil papi! Yang dipanggil malah nggak denger Kei! Biar, Kei doakan budeg!" Keira melipat dua tangannya di depan dada.

"Hahaha oke-oke. Nggak suka di cuekin ya? Okelah. Maafkan papi." jawab Kenan mengacak lembut rambut si mungil.

Tak lama terdengar pemberitahuan keberangkatan pesawat ke Indonesia. Mereka berdua pun pamit ke Arsyi. Keira berjalan masuk sesudahnya sambil melambaikan tangan tinggi tinggi ke Arsyi, "bubay Uncle. Nanti jemput Kei lagi yaaaa!". Arsyi membalas lambaian tangan dengan anggukannya.

Gadis itu terlihat bahagia sekali. Kenan merangkul pinggang Keira. Kalau orang asing melihat, mungkin seperti melihat om-om yang punya pacar gadis kecil. Padahal itu adalah anaknya sendiri. Memang sebegitu dekat Keira dengan Kenan. Dari kulit Keira masih merah, Kenan lah yang menemaninya.

Semoga Keira siap injakkan kaki di rumahmu, Mei. Kalaupun tidak kuat, topang dia. Tapi jangan ambil dia, hanya dia satu-satunya yang aku punya. Indonesia, kami datang. Batin Kenan saat pesawatnya sudah mulai lepas landas.

...

Setelah melewati hampir 20 jam perjalanan mereka sampai di Indonesia. Jantung Kenan berdegup sangat cepat begitu menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Tangannya gemetar. Kondisi lain tidak jauh berbeda dialami Keira. Yang membedakan, Keira seperti sedang menahan tangis. Entah tangis bahagia atau tangis sedih.

"Pa-Papi," ucap Keira ragu karena melihat sang papi sudah pucat.

Tenang, tenang, demi Keira. Tenang Kenan. Take a deep breathe. Everythings gonna be oke. Don't be a loser. Keira is here, with you, in your side. Batin Kenan yang ternyata tidak mendengarkan Keira memanggil. Sampai gadis itu mengguncang genggaman tangan Kenan sekali.

"Yes, Baby? Apa apa?"

"Papi yang apa? Kok diam?" Tanya Keira.

"Gapapa, Sayang. Yuk nunggu koper," Kenan terlihat sedang mengatur emosinya sedemikian rupa. Agar ketakutannya tidak sampai dilihat oleh Keira. Ini momen yang ditunggu Keira, ia tidak mungkin mengacaukan kebahagiaan bidadari kecilnya.

Saat menunggu koper, Kenan mengeluarkan handphone-nya dan menelpon seseorang. Bertanya siapa yang akan menjemputnya. Ternyata ada Yanuna; buna dari Kenan yang sudah stay di pintu kedatangan untuk menjemput Kenan dan Keira.

Keira memilih menggendong tas hitam yang berisi buku, snack-nya sudah ludes. Anak itu memang jago sekali ngemilnya. Sementara Kenan menarik kedua koper dan berjalan ke pintu kedatangan. Wajah-wajah oriental terlihat. Wajah dengan ciri khas yang sedikit sekali Kenan temukan di London. Sambil memperhatikan satu-satu wajah, Kenan mencari sang buna.

"Omaaa!" Keira menyadari lebih dulu keberadaan omanya itu. "Papi, oma disana. Eum tapi—" Keira memotong ucapannya.

deg! Jantung Kenan berdenyut saat melihat seseorang di sebelah buna yang dimaksud Keira. Ada perempuan yang ia sebut adik. Benar-benar adik kandung Kenan. Hanya saja, ada alasan tersendiri Kenan tidak suka melihatnya. Nafas Kenan mulai memburu. Emosinya terpacu sedikit.

"Bang...," Sapa seseorang. "Keira," tambahnya lagi menyapa si gadis.

"Irish, ngapain? Kenapa masih nunjukin diri di depan gue?" Suasana berubah tegang. Keira sudah bersembunyi sedikit di balik badan Kenan sambil memegang lengan sang papi.

"Bang, apa bang Kenan belum maafin Ayis?" tanya perempuan itu.

Moment awkward di lebur oleh wanita yang sudah berusia 60an. "Hei hei hei, kalian ini. Keiraaaa, nggak mau peluk oma? Sudah besar sekali cucu oma. Sini sayang!" katanya.

Keira memandangi Kenan meminta persetujuan. Anggukan kecil Kenan terlihat seperti mengiyakan. Keira pun memeluk omanya yang sudah 10 tahun tidak bertemu. Kenan memang sengaja menutup akses. Mereka hanya berkomunikasi lewat telepon dan video call. Padahal bagi keluarga Harris, berkunjung ke London bukan hal sulit. Hanya saja luka hati Kenan lah yang membawa nya menjadi seegois itu. Terlalu dalam, terlalu menyayat, terlalu perih dan menyakitkan.

Lantas, apa yang membuat Kenan tidak suka melihat Irish yang notabene adalah adiknya? Apa ada hubungannya dengan luka hati Kenan sehingga laki-laki itu menutup akses Keira dan keluarga besarnya sendiri? Apa ini pelarian yang dimaksud?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status