Share

Permintaan

Suasana haru biru masih menyelimuti kediaman Aruna. Keira masih memeluk tubuh Anne. Kenan masih menutup wajah nya dengan tangan kiri Anne. Meira, wanita yang sudah 15 tahun meninggalkan Kenan dan Keira sedang merasuki tubuh gadis berkemampuan khusus itu. Sosok istri dan mami yang sangat dirindukan akhirnya datang. Jika Kenan masih beruntung memiliki pengalaman 4 tahun jaman pacaran dan menikah, berbeda dengan Keira yang tidak memiliki kenangan apapun tentang Meira.

"Mei datang bukan untuk melihat kalian berdua menangis." tutur Meira di dalam tubuh Anne. Kenan dan Keira tidak memperdulikan itu. Mereka masih menangis melepas rindu yang tidak dapat digambarkan.

Sakit, ini sakit! batin Kenan dalam hati. Laki laki yang dipandang kuat oleh Keira luluh lantah. Benteng pertahanan rubuh tak berbentuk. Mungkin sudah 15 menit ia menangis sampai akhirnya buka suara, "Aku rindu, Mei. Sangat. Percayalah."

Kata kata itu menyayat hati semua orang yang ada disana. Bahkan Azof yang tidak mengerti apa yang terjadi pun ikut menahan tangis. Begitu lirih, begitu perih. Ungkapan hati seorang pria ke wanita yang sudah pergi meninggalkan dia selamanya. Hanya menyisakan kepedihan dan beribu kenangan. Kenan tidak menyangka rencananya akan maju bahkan saat dirinya dan si gadis mungil buah cinta mereka belum genap 6 jam menginjakkan kaki di rumah itu.

"Meira tau kok. Abang selalu bilang itu. Entah saat abang lihat foto Mei di semua gadget yang abang punya, atau di foto foto besar yang abang pasang di kamar. Percayalah juga bang, Meira ada disana." kata makhluk yang sedang meminjam tubuh Anne.

"Aku enggak kuat, Mei. Bawa kami berdua pergi." Kenan memindahkan tangan Anne ke dadanya. Ia peluk tangan itu, layaknya memeluk sang istri. Kepala nya menunduk sangat dalam. Bahkan badan nya membungkuk hampir menyentuh lututnya. Ekspresi nya begitu terpukul.

"Mami, papi betul. Bawa Kei sama papi Kenan. Dengan cara apapun, bawa kami!" Kali ini Keira berbicara. Terdengar nada penekanan diiringi tangis yang tersedu sedu. Suara mereka berdua sudah parau karena senggukan yang tak kunjung berhenti.

"Kalian ini bicara apa? Apa suami Mei dan anak kesayangan mami satu satu nya sudah tidak waras?" tanya Meira.

Kenan dan Keira tidak dapat berkata apa apa. Terlalu besar harapan mereka untuk berkumpul bertiga. Mengarungi dunia bersama.

"Kalian tidak boleh pergi kemanapun. Sebelum kalian memaafkan oranglain dan memaafkan diri sendiri." ujar makhluk itu lagi.

"Mami.." ucap Keira.

"Ya sayang.." Usapan lembut tangan Anne mendarat di rambut indah Keira.

"Bisakah mami terus ada di badan aunty Anne?"

"Tidak bisa, sayang. Untuk mami ada di badan tante Anne pun, energi nya harus terkuras."

"Sudah 15 tahun ini, mami sering datang mengunjungi aunty Anne. Mami mohon untuk pinjam raga nya. Mami baru dapat kesempatan sekarang. Dulu, aunty Anne belum begitu kuat mengendalikan badan nya. Mami tidak tega. Yg kalian berdua harus tau, Mei disini juga sakit melihat kalian merindu segitu besar nya. Mei sedih lihat bang Kenan setia sebegitu nya. Mei sedih lihat Keira nunggu mami segitunya. Mami tidak akan bisa kembali, sayang. Meira tidak akan bisa ada di dunia ini lagi, bang Ken." tambah nya. Kali ini air mata turun dari mata Anne. Entah yg di pinjami badan sedang terbawa emosi, atau memang si makhluk halus yg bersedih.

"Maaf untuk segala luka yang Meira tinggalkan. Seperti kata kata abang ke Keira, ini takdir, bang. Kalian berdua harus bahagia. Ada ataupun tidak adanya Meira. Kalian sumber kebahagiaan Meira. Sumber kebahagiaan banyak orang."

Isi hati Meira tumpah ruah. Keluarga Harris makin merasa bersalah. Mereka pernah membenci Meira yang menuruti takdir untuk meninggalkan Kenan sendirian. Merawat putri kecil nya yang tidak berdosa. Apalagi Irish, dia yang pernah bekerja sama untuk membuang Keira tidak dapat menahan air matanya. Dia terlalu bodoh mengiyakan ajakan keluarga Meira yg sakit hati anaknya pergi. Itupun Irish lakukan karena melihat abang sulung nya menangis hampir tiap hari.

Anne melihat ke arah Irish yang menangis kejer sekali, "Irish, Kak Mei enggak pernah nyalahin Irish soal Keira. Kalau kamu sering datang ke tempat istirahat kak Mei untuk minta maaf, sekarang kakak bilang berhentilah menyalahkan dirimu."

Ucapan itu membuat Irish makin keras menangis nya. Terputar memori 10 tahun lalu. Dimana Irish menggandeng Keira di sebuah taman bermain. Sudah direncanakan rapih dan keluarga Meira datang mengambil Keira dengan alasan kangen cucu. Yang terjadi, Keira di kurung di gudang, ditemani tikus tikus, dan hanya di beri minuman. 2 hari anak kecil berusia 4 tahun itu dikurung, sampai anak buah keluarga Aruna menemukan keberadaan Keira dan Kenan bergegas menyelamatkan Keira kecil.

Kehilangan membuat orang lupa jati diri. Kehilangan membuat orang berubah. Itu yang dialami keluarga Meira. Tapi itu juga yang merubah Kenan jauh lebih dewasa. Sampai jadi ayah tunggal yang jika ada kejuaraannya, Kenan patut di beri penghargaan setinggi tinggi nya.

Anne menarik tangan dari dada Kenan. Ia usap kepala Kenan yg masih menunduk itu lembut sekali. "Bang Kenan pasti tau, Mei sangat mencintai abang. Bahkan, sampai sekarang. Bukan hanya sampai hembusan nafas Meira yg terakhir. Sampai sekarang, bang. Rasa sayang Meira ke Bang Kenan masih ada disini. Sudah cukup pembuktian kesetiaan abang. Bang Ken harus move on. Demi anak kita. Demi masa depannya."

"Kamu terlalu indah untuk digantikan, Meira. Untuk mencintai orang lain, aku nggak bisa." jawab Kenan didalam tangisnya.

"Cobalah. Buka hati buat yang lain, bang. Mau sampai kapan bang Kenan seperti ini? Bukan hanya bang Kenan yang tersiksa, Mei pun tersiksa, bang."

"Buat Keira, mami bahagia nak, liat Keira tumbuh besar secantik ini. Papi Kenan berhasil menggantikan peran mami. Papi Kenan berhasil mencurahkan segalanya untuk Keira. Bukan salah Keira mami pergi. Bukan salah Keira mami tinggalin papi. Keira bukan kesalahan. Keira anugerah terbaik dari Tuhan yang papi dan mami miliki. Stop menyalahkan diri sendiri, nak."

Keira teriris mendengarnya. Memang itulah yang setiap kali ia ucapkan saat mengingat sang mami. Kalau bukan karena dia 15 tahun lalu....

...

Hangsoo Hospital Jakarta, 15 tahun silam.

Usia kandungan Meira sudah menginjak usia 40 minggu. Ambang batas seorang janin bertahan hidup. Akan ada banyak komplikasi jika melebihi batas itu. Keluarga Aruna yang hampir seluruhnya merupakan dokter hebat mengambil keputusan untuk Kenan.

"Tanda tangani persetujuan induksi, Kenan. Kalau ini nggak berhasil, ayo coba jalan operasi." Ucap Bimando, ayah Kenan. Kenan muda yang baru berusia 22 tahun dipaksa berpikir keras.

"Ini beresiko kan, ayah?" katanya penuh kebingungan.

"Ini satu satu nya jalan. Lebih cepat, lebih baik, Ken."

Satu satunya jalan? tapi ini beresiko. Seseorang, bantu Kenan berfikir, batin Kenan saat itu.

"Om Rianuar sudah datangkan dokter kandungan terbaik dari beberapa Hangsoo yang paling dekat dengan Indonesia. Kami sudah siap. Ayah hanya tunggu surat persetujuan ini di tanda tangani." tambah Bimando.

"Berapa persen keberhasilannya, Ayah?" tanya Kenan lembut.

"Lebih dari 50%. Tapi kalau telat, hasilnya akan fifty fifty."

deg! Jantung Kenan seakan berdenyut keras sampai menimbulkan rasa sakit di dada. Tiba tiba Meira datang dengan kursi yang roda nya dia putar sendiri. Perut besar yang tidak sebanding dengan postur badan nya mebuat perempuan itu susah berjalan satu minggu kebelakang. Ia dekap tangan Kenan saat sudah di depannya.

"Tandatangani, bang. Ayo berjuang." Kata Meira dengan senyum cantiknya. Hari itu Kenan memandang Meira berbeda. Senyumnya sepuluh kali lebih tulus, lebih cantik dan lebih menghipnotis.

"Meira siap terima resiko, Ayah." ucap nya lagi.

"Sayang, ini nggak bener. Aku--"

"Apapun yang terjadi, baby K harus lihat dunia. Harus, bang. Abang sayang Meira, kan?" Kata kata Mei memotong omongan itu sangat sederhana, tapi menusuk relung hati Kenan.

Kenan mau tidak mau menuruti permintaan Meira. Ia tandatangi surat persetujuan itu. Setelahnya, ayah Bimando pergi. Kenan mendorong kursi roda Meira kembali ke ruangan VVIP. Sepanjang perjalanan Kenan diam. Segala resiko yang disebutkan seolah berlari lari memutari otak Kenan.

Sesampainya mereka di ruang VVIP, mereka sudah ditunggu suster dan om Rianuar juga seorang wanita berseragam dokter.

"Kenan, ini dokter Grace dari Hangsoo Hospital Singapura. Dokter ini yang akan membantu Meira nanti." ujar Rianuar selaku perwakilan keluarga dan juga pimpinan Hangsoo yang menyuruh semua tim dokter kandungan terbaik berkumpul.

Kenan dan Meira menunduk sedikit memberi salam ke dokter Grace. Seperti dokter dokter kebanyakan, kata kata yang keluar dari mulut mereka berusaha membuat pasien optimis. "Saya dan tim akan lakukan yang terbaik, Mr.Harris dan Mrs.Harris" katanya.

Suster kemudian melangkah sesuai instruksi dokter Grace untuk menyuntikkan obat induksi ke kukit Meira.

"Kalau sakit, bilang ya Mei." kata Kenan saat itu. Meira menjawab dengan anggukan dan senyum manisnya.

8 jam dilalui Meira dengan proses kontraksi yang menyakitkan. Tangan Kenan sudah biru biru di cengkram Meira setiap kali kontraksi berlangsung. Sampai pada akhirnya, pembukaan lengkap dan Meira dibawa ke ruang bersalin.

Teriakan demi teriakan keluar dari mulut Meira saat berusaha melahirkan sang buah hati. 30 menit berusaha mengejan, terdengar suara bayi menangis pertama kali. Kenan berkali kali mengecup kening Meira, mereka menangis haru.

"Mei-ku hebat! Mei-ku mami paling kuat! I love you, Meira." kata Kenan sambil terus mengecup kening istrinya.

Begitu selesai di bersihkan, baby sempat merambat di dada Meira dan dapat ASI pertama. Kenan begitu senang melihat bidadari dan malaikat kecil nya. Ia usap bayi merah itu sambil berkata, "Dari kemarin kamu rahasiain namanya, Mei. Jadi, siapa nama dia?".

"Keira Fuschia Harris. Dia harus seperti kita berdua, bang." kata Meira lembut. Kenan menatap kedua nya dengan tatapan penuh cinta. Walau Meira dalam keadaan masih acak acakan setelah melahirkan.

Ternyata tidak hanya kaki yang tidak kuat menopang badan Meira. Bobot bayi yg terlalu besar membuat jalan lahir robek lebih lebar dari biasanya. Keadaan upnormal terjadi di ruangan itu. Detektor jantung mulai berbunyi. Dibarengi dengan suster yang panik. Kenan berubah tegang. Meira memucat. Tangan Meira tiba tiba mendarat di tangan Kenan yang masih berada di atas pipi baby.

"Jaga Keira, bang. Dia harus lihat dunia. Dia harus jadi anak yang berguna. Maaf kalau Mei ada salah. Terimakasih karena abang sudah jadi suami yang baik. Meira titip Keira, bang. Sayangi dia kaya bang Ken sayang Meira." ucapnya sebelum kedua mata itu tertutup. Kenan yg masih mencerna omongan Meira mengedipkan mata berkali kali. Bunyi nyaring dari alat deteksi jantung kembali terdengar. Garis lurus terpampang nyata.

Meira yang cantik, yang lembut, pergi sore itu. Bukan pergi ke tempat lain. Namun ke alam lain. Meninggalkan Kenan yang belum sempat bicara apapun. Bahkan belum meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan selama mengenal Meira.

Maaf yang tak sempat tersampaikan itu yang membuat Kenan memegang teguh janji setia pernikahan mereka. Dan ada sedikit trauma untuk memulai hubungan baru.

...

Memori kenangan itu jelas terputar saat Meira menyampaikan isi hatinya untuk Keira. Dimana Keira selama ini menyalahkan dirinya. Jika saja ia tidak dilahirkan, jika saja maminya tidak hamil, papi Kenan tidak akan hidup sendiri sampai sekarang.

"Nantinya, akan ada pengganti Meira, bang. Jika waktu itu tiba, percayalah, wanita itu baik untuk bang Kenan. Dan akan sayang dengan anak perempuan kita satu satunya. Kalian harus bahagia, apapun caranya. Ya sayang ya, ya bang ya?" Tanya Meira di dalam tubuh Anne.

"Aku enggak akan pernah gantiin posisi kamu, camkan itu, Mei! Aku rela hidup hanya berdua dengan Keira." ucap Kenan mantap sekali.

"Mami, Keira akan jaga papi seumur hidup Keira. Tapi, bolehkah Keira minta satu hadiah untuk ulangtahun Keira?"

"Apa sayang?"

"Ini permintaan sederhana dari Keira, mi. Keira hanya ingin mami temani besok. Satu hari saja. Itu cukup. Jika setelahnya mami harus benar benar pergi dan tidak bisa Keira ajak bicara lagi, ijinkan Keira punya satu kenangan bersama mami. Walau meminjam badan tante Anne. Bisakah mami?" tanya Keira dengan air mata yang keluar lagi.

Kenan yang mendengar itu malah menjerit. "Meira nggak boleh pergi! Kamu harus tetap disampingku, Mei! Nggak peduli aku bisa lihat kamu atau enggak!"

Akan kah Meira mengabulkan permohonan kecil nan berharga itu? Dan maukah Anne meminjamkan raga nya lagi untuk di tempati oleh Meira? Apakah Kenan akan kuat melihat itu semua?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status