Share

5. Kantor

Sepulang sekolah Karina memutuskan untuk mengunjungi kantor Syafa. Hanya sekadar ingin mengumpulkan beberapa bukti atau paling tidak petunjuk. Ia berangkat tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan Karrie tak tahu menahu.

  

Sesampainya di kantor Syafa yang cukup besar, Karina membayar taksi. Menyapa satpam yang sedang bertugas. Ia memasuki kantor dan disambut beberapa pegawai yang memang sudah kenal dengan Karina. 

  

"Masih buka?" gumam Karina pelan. 

  

Bagaimana bisa kantor ini masih berjalan dengan lancar tanpa pemiliknya? Karina masih terpaku di meja resepsionis, memikirkan beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya. 

  

"Dek cari siapa?" tanya sang resepsionis yang dibuat bingung oleh Karina. 

  

Karina tersentak, nyengir bodoh ke arah resepsionis itu. Karina celingak-celinguk mencari keberadaan asisten kakaknya, mengabaikan resepsionis yang kebingungan. 

  

"Adek mau cari siapa sih?" tanya resepsionis sekali lagi. Karina tak menghiraukan resepsionis itu, memancing kemarahan si resepsionis. Karina ingin resepsionis itu bersikap seperti cerita-cerita novel yang marah-marah karna tak tahu hubungannya dengan pemilik perusahaan, namun akhirnya menyesal karna yang dimarahi adalah keluarga dari pemilik perusahaan. Hahh fanfiction sekali ya.

  

Sebenarnya resepsionis itu ingin sekali marah, namun ia urung karna melihat name tag Karina yang berujung 'Helman' 

  

"Kak Rara ada?" Akhrinya Karina bertanya sembari bersandar di meja resepsionis. 

  

Si resepsionis mengangguk patuh, lalu menghubungi seseorang lewat telpon. Setelah menutup telpon, resepsionis tersenyum ke arah Karina. 

  

"Di tunggu ya," ucap resepsionis ramah tak luntur dengan senyumnya. 

  

Karina memperhatikan setiap inci dari wajah resepsionis itu. Sepertinya Karina terganggu dengan wajah yang bermake up tebal. Menor sekali menurut Karina.

  

"Mba, mba niat kerja?" tanya Karina masih dengan tubuh yang bersender ke meja.

  

Resepsionis itu mengangguk seraya tersenyum. "Kalo ga niat, saya ga akan ada dihadapan kamu."

  

Karina mengohkan mulutnya, namun sedetik kemudian tersenyum sinis. "Itu bedak tebel bat, udah kaya chili-chilian".

  

Resepsionis tersenyum getir ketika di koreksi oleh anak kecil. Andai saja Karina tak berasal dari keluarga Helman, mungkin si resepsionis akan mencakar muka Karina kini. 

  

Telunjuk Karina mengarah ke bibir resepsionis. "Bibirnya merah banget, habis di cat ya?" 

  

Telunjuk Karina kini beralih ke dagunya sendiri, mengetuk-ngetuk dagunya seakan berfikir. Kemudian senyum sinis terukir lagi, siap melayangkan ucapan sinis lagi.

  

"Mba ga cocok kerja disini. Kalau penampilan kaya gini, lebih cocok jadi penggoda om-om. Kan mba— aww sakit!" Karina meringis ketika telinganya ditarik dari arah belakang. Karina membalikkan tubuhnya, ternyata Rara si asisten kakak nya. Karina sudah menganggap Rara sebagai kakaknya sendiri.

  

"Ga sopan ngomong kaya gitu!" ucap Rara sembari melepas jewerannya. 

  

Karina manggut-manggut, mengelus telinganya yang memanas. Karina langsung saja menarik Rara memasuki lift, menuju lantai 9 tempat dimana ruangan Syafa berada.

  

"Kak, kenapa ni kantor bisa berjalan lancar? Kan pemiliknya gaada, siapa yang urus?" tanya Karina menatap curiga Rara. Karina mendekatkan wajahnya ke wajah Rara, yang otomatis Karina menjinjit. Berusaha cari kebohongan dari Rara.

  

Rara terkekeh dengan tingkah Karina, ia dorong wajah Karina menjauh. "Rani yang urus semuanya, kasian kan dia, ngurus perusahaan sekaligus jadi dokter."

  

"Woah, Kak Rani hebat!" 

  

Rara terkekeh kecil, tangannya terulur menepuk-nepuk puncak kepala Karina seperti anak kecil. Karina yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum lebar. 

  

"So ... mau ngapain kesini?" tanya Rara bersamaan dengan terbukanya pintu lift.

  

"Ruang Kak Syafa."

  

Rara tersentak, kemudian kembali rileks, seakan tak terjadi apa-apa. Tanpa sadar ia tersenyum, senyumnya itu mengundang penasaran dari Karina. 

  

Karina berjalan lebih cepat, lalu berhenti tepat di depan Rara. Alis Karina berkerut, wajahnya seakan meminta penjelasan.

  

"Apa yang kakak sembunyikan?" 

  

"Ga ada, yok masuk." Rara menarik tangan Karina, memasuki sebuah ruangan yang terdapat nama 'Syafa Anharami Helman.'

  

Karina berjalan menuju meja kerja, memperhatikan setiap benda yang ada disana. Lalu Karina beralih ke lemari yang penuh akan piala dan piagam. 

  

"Udah 3 bulan aja ya. Bahkan polisi nggak bisa nemuin," ujar Rara sedih. Ia tundukkan kepalanya dan menyender pada pintu yang sudah tertutup.

  

Karina mengambil sebuah foto yang ada di laci meja. Foto itu menampilkan Syafa yang mengalungkan tangannya ke leher Karina. Terlihat sangat akrab. 

  

Karina merindukan kakaknya.

  

"Hari itu ... hari hilangnya dia, sampai jam berapa dia disini?" tanya Karina sembari mengecek setiap laci meja. 

  

Rara mengusap sikunya, memperhatikan setiap gerak gerik Karina. "Pagi, jam 10. Maybe."

  

"Terus dia kemana?" 

  

"Meeting, di cafe favorit dia."

Karina membuka laci paling bawah. "Ehh?" Disana ada handphone-nya. Handphone yang disita oleh Syafa karna kalah taruhan. 

  

Dalam perjanjian, handphone itu hanya disita selama 3 bulan. Dan jika dihitung-hitung, sudah 3 bulan handphone itu tak ditangan Karina. 

  

Diambilnya handphone itu dengan cepat, lalu berlari keluar ruangan. "OKE MAKASIH INFONYA!" 

  

Senyum Rara terukir, wajahnya diterpa matahari sore yang menembus kaca jendela. Punggungnya bersandar ke dinding, kakinya diayunkan kedepan dan belakang. 

"Bocah yang nekat."

---

  

Sudah waktunya Karina menemui si peneror, untuk sementara kita sebut dia dengan 'peneror.' 

  

Karina berjalan menuju tempat pertemuan, taman. Taman ini terletak tak jauh dari rumahnya, hanya sekitar 2 Kilo Meter saja.

  

Ditaman, Karina hanya bisa celingak celinguk mencari keberadaan peneror itu. Dia gak bodoh-bodoh banget, jadi dia cari aman aja dengan nunggu ditempat ramai. 

  

Karna tak ada kepastian terang dimana mereka akan bertemu, Karina hanya bisa berdiam, mencari sosok yang mencurigai menurutnya. Ingatkan Karina untuk menanyakan titik pasti jika dia akan bertemu dengan orang nantinya.

  

"Ayolah, harusnya kalau orang misterius pakaiannya juga misterius," gumam Karina, pandangannya mengitari seluruh sisi taman.

  

Lama menunggu, Karina menjadi bosan sendiri. Hingga saat dia memutuskan untuk pulang saja, dia melihat sebuah kotak berwarna merah darah disampingnya. 

  

"Kotak siapa nih?" tanya Karina entah pada siapa. Karina tak ingin mengambil yang bukan miliknya, jadi dia mencoba mencari pemilik kotak ini.

 

 Ia melihat kesana-kemari. Saat dia melihat kotak itu lagi, dia baru sadar bahwa disana ada tulisan. 

  

"Untuk Karina?" gumam Karina membaca tulisan itu. Tanpa pikir panjang Karina mengambil kotak itu, diletaknya kotak di pahanya lalu membukanya.

  

Betapa terkejutnya dia melihat isi kotak itu adalah sebuah botol minuman keras. Ya, MINUMAN KERAS! 

  

Tak hanya itu, disana juga ada sebuah foto. Namun foto itu sepertinya robek, sehingga hanya ada bagian bawah saja. Di foto itu, terlihat sepasang kaki. Sepertinya pemilik kaki sedang duduk di kursi, karna ada kaki kursi disana. 

  

Kaki itu dilapisi celana training hitam, terdapat sedikit bercak darah dan air. Karina mercoba mengingat celana itu, sepertinya dia pernah lihat. Karna tak kunjung mendapat ingatan tentang celana, Karina kembali melihat isi kotak misterius ini.

  

Ada kertas merah bertulisan 'Jika kau lelah cobalah minum itu, maka bebanmu akan terasa hilang seketika'

  

Karina meletak kertas itu, lalu mengambil minuman keras tadi. "Dengan ini beban gue berkurang?" 

  

Sedetik kemudian Karina terkekeh pelan, tawa miris yang terdengar. "Jangan bercanda!" tegasnya seorang diri. 

  

Karina ingin membuang kotak itu, saat ia mengangkat kotak, ada sesuatu yang jatuh dari dalam kotak. "Ada lagi?"

  

Diambilnya benda yang jatuh. Ternyata sebungkus rokok. Dia buka bungkus rokok yang sudah tak bersegel itu, lalu menemukan sebuah surat. 

  

'Hisaplah, lalu pejamkan matamu. Bayangkan masalahmu terbang mengikuti asap rokok yang keluar dari mulutmu.'

  

"Sepertinya manusia itu mau merusak gue." Dimasukkannya rokok itu kedalam saku, ia juga mengambil minuman keras juga foto tadi, lalu pergi meninggalkan taman. 

  

Saat tiba dirumah, ia bersyukur melihat Rani dan sang adik Fanny, sedang tertidur. Ada Nana juga Karrie disana. Mereka berempat tertidur di depan TV. 

  

Sesampai dikamar Karina meletak minuman keras juga rokok di belakang TV kamarnya. Ia tersenyum kecut. "Kita lihat aja nanti."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status