Share

Chapter 2

Tiga orang gadis kini tengah berjalan beriringan disepanjang lorong sekolah. Mereka terlihat bercanda bersama. Jessica, Cindy, dan Irene, tiga gadis populer di sekolah Smart High school yang digilai oleh para lelaki di sekolah itu.

Selain cantik, mereka bertiga memiliki pesona tersendiri yang tak bisa diganggu gugat. Bahkan tak jarang banyak para gadis lain juga iri karena apa yang mereka miliki. Di sepanjang lorong itu mereka tak henti hentinya disapa, dan mereka hanya menanggapinya dengan senyuman.

"Kita mau kemana?" Tanya Cindy.

"Bagaimana kalau duduk di bangku itu saja?" usul Irene sambil menunjuk bangku yang berada di Taman sekolah.

"Baiklah, kajja!" ajak Jessica.

Mereka bertiga pun duduk bersama di bangku tadi. Mereka kembali melanjutkan perbincangan mereka yang tampak tidak pernah ada habisnya.

"Jadi bagaimana hubunganmu dengan Leon?" tanya Cindy kepada Jessica.

"Hubunganku? Hubungan kami baik-baik saja, dia sangat romantis dan agresif." jawab Jessica sambil tersenyum.

"Hahahahahaha!" Irene hanya tertawa menanggapi jawaban Jessica.

"Mwo? Agresif?? Aku tak mengerti." Jawab Cindy polos.

Jessica dan Irene menatap satu sama lain. Dan mereka berdua tertawa bersamaan melihat kepolosan Cindy yang tiada tanding.

"Yaa!! Mengapa kalian berdua tertawa???" heran Cindy.

"Hahahahahaha.. lagian kau pura-pura bodoh atau pura-pura polos sih?? Masa begitu saja tidak paham, oh ayolah!" ledek Irene.

"Tapi sungguh, aku benar benar tak mengerti. Mengapa Jessica bilang Leon agresif? Memangnya dia harimau?" jawab Cindy mengutarakan pikirannya.

"Maksudku dia agresif di ranjang." Jelas Jessica.

"Astaga, jadi maksudmu itu??" Ucap Cindy tak percaya.

"Wae?? Itu sudah hal lumrah Ndy, bukannya kau sering melakukannya dengan pacarmu juga dulu?" kini ganti Irene yang bertanya.

Cindy mengernyitkan dahinya, apa maksud Irene pernah melakukannya dengan pacarnya? Pacaran saja ia tidak pernah.

"Aku masih perawan kok." Lirih Cindy namun masih bisa didengar oleh Jessica dan Irene yang duduk disampingnya.

Jessica sontak membulatkan mulutnya merasa tak percaya dan Irene juga nampak melakukannya, pasalnya Cindy dikenal murid yang bandel, mana mungkin dia kelewatan dalam hal ini? Ya, maklum saja mereka tidak tahu karena mereka mulai bersahabat sejak kelas 1 SMA.

"Kau bohong, aku tak percaya." Ucap Irene masih tidak percaya.

"Benar, aku juga tak percaya atas pengakuanmu, Cindy. Ini bukan bulan April kan?" timpal Jessica sependapat dengan Irene dan malah menyangkut pautkan dengan April Mop.

"Aku bersumpah tahu!" tekan Cindy.

"Heol, daebak!" ucap Irene dan Jessica bersamaan.

"Memangnya apa salahnya jika gadis seusiaku masih perawan sih?? Itu bukan suatu hal yang melawan aturan hukum. Lagipula aku juga belum pernah pacaran dan sekarang pun masih belum ingin punya pacar." Jawab Cindy menjelaskan alasannya.

Irene bertepuk tangan dan Jessica masih tetap diposisi terkejutnya tak tahu harus bereaksi apa lagi.

"Cindy Emilo, kau memang gadis yang langka. Di saat banyak perempuan diluar sana kebingungan mencari pacar, hanya kau yang masih santai-santai saja." ungkap Irene takjub.

Entah Cindy harus tersanjung atau merasa diledek oleh teman-temannya, Cindy tetap bersikukuh pada keputusannya yang masih belum ingin pacaran dan menjaga keperawanannya sampai ia menikah nanti.

Well, teman-teman ini adalah keputusanku dan tolong hargai apapun itu.”

"Hmm.. benar, tapi kalo kau berubah pikiran dan butuh bantuan, kau bisa tanya-tanya pada kami." jawab Jessica.

"Lama-lama otakku bisa ternodai gara-gara kalian berdua." Keluh Cindy.

Irene dan Jessica hanya tertawa mendengar keluhan Cindy. Benar-benar sahabat yang tidak baik.

******

Tiga laki-laki sedang duduk bersama. Diantaranya Leon, Jefrey dan William, mereka adalah cowok populer di sekolah Smart high school. Mereka bertiga bersahabat dengan Irene, Jessica dan Cindy.

Kini mereka tengah berada di rumah William untuk berkumpul bersama dengan para ladies. Mereka tadi sudah janjian untuk menginap di rumah William karena besok libur selama 2 hari.

"Hei, Wil! Apakah kau sudah menyiapkan camilan untuk kami??" tanya Leon.

"Tentu saja, kalau aku tak menyiapkannya pasti kau akan menceramahiku habis-habisan nanti." jawab William mengingat kembali pengalamannya yang dulu-dulu.

Leon hanya menyengir dengan jawaban William.

"Hei, dimana gadis-gadis itu?? Mengapa mereka belum juga tiba dari tadi?" heran Jefrey.

"Mungkin mereka masih di jalan." jawab Leon mulai memakan cemilan yang sudah disiapkan William.

"Mereka lama sekali." kini William ikut bicara.

"Mungkin mereka terjebak macet.” jawab Leon sekenanya karena ia terlalu sibuk memakan cemilannya.

Dan tak berapa lama, pintu rumah William diketuk dari luar. Sepertinya para gadis sudah tiba.

Tokk..tokk...

"Akhirnya!"

"Tunggu sebentar, girls!" teriak William buru-buru membukakan pintu.

Setelah beberapa menit, munculah para gadis diikuti William yang ada di belakangnya.

Leon yang menyadari kedatangan para gadis sontak menyemburkan isi mulutnya yang masih berisi makanan. Setelah melihat pemandangan yang tak terduga, mengapa para gadis bajunya basah kuyup sampai pakaian dalam mereka menerawang sehingga menimbulkan lekuk tubuh mereka.

"Ya!! Jessica apa kau ingin menggodaku??"

Pletakk..

Di luar dugaan justru Jessica menjitak kepala Leon sambil emosi.

“Menggoda kepalamu!! aku kehujanan tadi, mobilku mogok dan sialnya tak ada taksi ataupun bus lewat sama sekali. Benar benar hari yang sial."

Sementara itu disisi lain, Jefrey tampak menelan ludahnya kesusahan karena melihat pemandangan didepannya itu. Dia tak peduli dengan Jessica ataupun Irene, karena matanya hanya tertuju ke arah baju Cindy yang juga menerawang. Damn!! Cindy kenapa bisa seksi sekali bahkan lebih seksi daripada Michelle ataupun mantan-mantannya yang lain. Jefrey mulai menggelengkan kepalanya. Karena pikiran kotor terus memasukinya.

Tidak, Jef. Ingatlah, jika dia adalah sahabatmu! Batin Jefrey berusaha tetap waras.

"William, apakah kau bisa meminjamkan bajumu untukku?? baju gantiku tertinggal di mobil Jessica tadi."

"Oh, benarkah? Tentu, ikuti aku Cindy.” Ajak William.

"Terima kasih.”

Sepeninggal William dan Cindy, entah mengapa Jefrey merasa kesal karena Cindy tak meminta tolong kepadanya, dan malah meminta tolong kepada William, padahal dirinya juga mempunyai baju ganti. Astaga, ada apa dengannya hari ini? Oh ayolah, mereka juga bersahabat, Mengapa ia bersikap seperti pacar yang protektif?

Sementara itu di dalam kamar William, Cindy sedang menunggu William mengambilkan bajunya. Dia melihat lihat isi kamar William, dan kamar lelaki itu begitu misterius seperti orangnya. Warna abu-abu dan hitam mendominasi di ruang itu.

"Cindy, aku tidak memiliki kaos yang pas badan, kebanyakan kaosku longgar. Kau tidak masalah kan?” ucap William memberikan sebuah kaos padanya.

Cindy menerimanya dengan senang hati, “Tidak masalah, setidaknya ini masih bisa kupakai kan? Haha..”

“Aku akan menunggumu diluar.”

William pun meninggalkan Cindy di kamarnya agar gadis itu bisa mengganti bajunya yang basah setelah kehujanan tadi.

Kembali ke ruang utama, seseorang terlihat gelisah di tempat duduknya. Jefrey tidak tahu mengapa ia jadi skeptis, sejak Cindy dan William pergi.

Kenapa mereka lama sekali? batin Jefrey tak sabaran.

Tak berapa lama, munculah Cindy dan William bersamaan. Kini Cindy terlihat menggunakan kaos kebesaran milik William dan hotpants yang ia pakai tadi.

Damn!!! Dia tak memakai apapun didalam kaosnya, apa dia ingin menggodanya?? Batin Jefrey menebak.

Karena semua orang sudah berkumpul di ruang tengah, mereka pun mulai merencanakan apa yang ingin mereka lakukan malam ini.

"Baiklah, karena semua sudah berkumpul, jadi apa yang akan kita lakukan??" Tanya Leon.

"Umm..bagaimana jika kita bermain truth or dare, tapi kali ini ada hukumannya." usul William antusias.

"Apa hukumannya?" tanya Cindy penasaran.

"Tentu saja rahasia, Cindy." jawab William sambil mengacak rambut Cindy.

Cindy mempoutkan bibirnya sebagai tanggapan sedangkan Jefrey yang melihat pemandangan itu semakin tidak bisa mengontrol dirinya yang sepertinya benar-benar merasa cemburu tanpa sebab.

"Baiklah, kita mulai." ucap Irene.

William tadi sudah menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan sebagai penunjang permainan ini, dimana salah satunya adalah sebuah botol untuk memilih siapa yang akan diberi tantangan atau menjawab dengan kejujuran. Sekarang mereka berenam membuat sebuah lingkaran dengan botol yang berada ditengah-tengah mereka. Mereka semua tampak begitu antusias.

Leon memutar botol itu dan reflek langsung mengitari mereka berenam. Setelah menunggu tak berapa lama botol itu berhenti berputar dan moncongnya mengarah ke Irene.

"Oh astaga, yang benar saja!" teriak Irene panik.

"Hahahahahaha.. baik Irene, truth or dare??' tanya Leon.

"Uuuuimmm... truth?" jawab Irene tak yakin.

"Okeee,, siapa lelaki yang kau sukai saat ini?" tanya Leon langsung.

"Mwoo?? Yaa!!! Apakah aku harus menjawabnya??" Jawab Yerin tak percaya.

"Tentu saja, kau harus menjawabnya dengan jujur." balas Jessica.

Sementara semua orang sibuk memerhatikan Irene, berbeda dengan Jefrey yang tak mendengarkan apapun dan hanya melihat Cindy yang kini tengah duduk di sebelah William, dia merasa kesal karena mereka duduk berdekatan.

Cindy yang tertawa melihat Irene terpojok, tak sengaja mengalihkan pandangannya dan matanya bertemu dengan mata Jefrey yang sejak tadi menatapnya. Cindy yang tiba-tiba merasa gugup tanpa alasan segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Mengapa Jefrey menatapnya? Batin Cindy bertanya-tanya.

"Aku menyukai....... " Irene menyebut orang yang ia sukai dengan lirih.

Semua pun langsung tidak terima karena menurut mereka Irene tidak fair.

"Yaa!!! Kau licik!" ucap Cindy.

"Waee?? Yang penting aku sudah mengatakannya.. pfffffft" elak Irene.

"Baiklah , selanjutnya aku yang memutarnya." ucap William.

Dia pun menggerakkan botolnya dan saat botol sudah berputar beberapa kali, benda itu berhenti tepat di depan Cindy.

"Haaaaaaaaahhh???? Yaa!! Apaaaa iniiii??" ujar Cindy panik.

"Giliranmu, Cindy.." jawab Leon.

"Hahahahahaha... sekarang kau tahu apa yang aku rasakan beberapa menit yang lalu." Irene ikut menimpali.

"Ehem, baiklah Cindy kau harus memilih antara truth or dare??" William mengajukan pilihan.

Cindy merasa tidak berkutik, ia jadi serba salah diposisinya saat ini. Tapi ia tidak punya pilihan selain mengikuti permainan yang membuat pemainnya senam jantung ini.

"Da-dare?" Jawab Cindy ragu-ragu.

"Wohooooo... dare ya? Jadi Cindy, kau bersedia diberi tantangan?” pekik Leon dan semua antusias.

Menuju detik-detik tantangan akan diberikan, Cindy berubah pikiran, sepertinya truth lebih aman.

“Aku  berubah pikiran—“

“Tidak boleh ganti.”

“Hei, mana bisa begitu?!” ucap Cindy tidak terima, namun tidak diindahkan oleh teman-temannya.

“Baiklah Cindy, sekarang kau harus mencium seseorang disini sebagai tantangan.” Ucap Leon.

“Siapa?”

“Jefrey.” Timpal William.

To be continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status