Share

04 | Daniel

"VAMPIR itu ada dan aku salah satu dari mereka."

Daniel hanya memikirkan cara ini agar mereka bisa mempercayai kata-katanya, tapi sepertinya, cara ini saja tidak akan cukup.

"Ma-matamu ... berubah warna." Rieki kesulitan mengutarakan kalimat.

Daniel tersenyum tipis, manusia biasa tidak akan mungkin bisa mengubah warna iris matanya.

"Kau punya penyakit, Tuan? Apa itu namanya ... sindrom wesdeburg, apa, ya?" ujar Rieki lagi.

"Sindrom Waardenburg," ralat Shinji. Namun, matanya memperhatikan Daniel dengan sangat baik. "Tapi kurasa, dia tidak memiliki penyakit langka itu."

Daniel tersenyum miring. "Aku abadi, aku tidak bisa mati apalagi sakit. Aku vampir, kau bisa menyadarinya, kan?"

"Hm."

Shinji terdiam, kemudian kepalanya menatap langit-langit. Dia sedang duduk di sofa dan menyaksikan kegilaan Daniel yang kini duduk di atas meja kaca di ruangan tamu.

"Jadi, vampir benar-benar ada?" ulang Rieki, seraya mengambil buku catatannya. Daniel bisa menilai jika Rieki adalah orang yang akan bekerja keras demi apa pun.

"Kau masih ragu? Apa kau perlu bukti lain?" tanya Daniel sekali lagi.

Shinji melirik Daniel dengan malas, dia sudah cukup percaya, lantaran Daniel tidak memiliki motif apa pun untuk membohonginya. Namun, entah kenapa ... dia masih tidak bisa menerima jika makhluk immortal itu ternyata benar-benar ada.

"Apa kau punya benda tajam, Rieki?" Daniel mengulurkan tangan.

"Untuk apa?"

Shinji menatap Daniel sekali lagi, mata merah pria itu dan juga gigi taring yang tiba-tiba keluar membuatnya takut. Tatapannya yang tajam dan mengintimidasi pun berhasil membuat nyalinya menciut.

Shinji menghela napas kasar, sejak menjadi polisi beberapa tahun yang lalu, dia yakin telah membuang semua rasa takutnya. Namun, kali ini, Daniel berhasil mengembalikan perasaan menjijikkan itu padanya.

"Aku hanya punya pistol dan pisau," ujar Rieki, seraya mengeluarkan pisau lipat dari sakunya.

"Aku akan membuktikan sesuatu pada kalian."

"Membuktikan apa lagi?" tanya Shinji malas-malasan.

Daniel tersenyum miring. Senyuman mengerikan yang membuat Rieki maupun Shinji hanya bisa menahan rasa takutnya dalam benak.

Daniel membuka lipatan pisau, kemudian memotong tangan kirinya sendiri hingga darah bercucuran. Rieki dan Shinji lantas melotot, bahkan Rieki terlihat panik karena ia lantas berdiri.

"Apa yang kau lakukan, Tuan? Apa itu tidak sakit? Di mana kotak ob—"

Rieki mengangakan mulut saat melihat luka itu teregenerasi dengan perlahan. Bagaikan waktu yang diputar ulang, darah itu pun kembali ke tempat asalnya.

"Apakah aku sedang bermimpi?" tanyanya, seraya mengucek kedua bola matanya menggunakan tangan.

"Kau tidak bermimpi, ini kenyataan yang akan kalian hadapi."

Untuk pertama kalinya setelah Shinji menjabat sebagai petinggi polisi di Akita, pria itu mendesah kasar. "Mimpi buruk apa ini? Bagaimana caraku mengatasi teror mengerikan ini?"

"Bagaimana?" ulang Daniel tidak mengerti maksud kata-kata pria yang sebulan lalu berteman dengannya.

"Iyalah bagaimana!" Nada suara Shinji meninggi. "Kau abadi, jika maksudmu menunjukkan semua ini, karena kau ingin memberitahu bahwa dalang dari kejadian selama ini adalah makhluk sepertimu, lalu bagaimana cara kami bisa mengatasinya? Kami tidak akan bisa membunuh vampir!"

Daniel terdiam, mulutnya terkatup rapat. Manusia tidak akan bisa membunuh vampir tanpa bekal yang cukup. Namun, keberadaannya di sana untuk membantu manusia. Walau itu berarti, ia akan membongkar kelemahannya sendiri pada mereka.

"Tunggu, bukannya vampir takut sinar matahari, ya?"

Daniel tersenyum miring. "Itu kenapa mereka melakukan teror di waktu malam."

"Ck, kita akan menangkap mereka dan menjemurnya sampai hilang!"

Daniel lantas terbahak-bahak mendengar usulan bodoh dari anak buah Shinji. Rieki terlalu naif. Jika vampir bisa mati karena sinar matahari, itu pun ada waktu yang sangat lama. Namun sebelum itu ....

"Memangnya, bagaimana caramu menangkap mereka?"

Rieki terdiam.

"Sebelum kau menangkap mereka, kau akan dihisap hidup-hidup dan kehilangan kesadaran, itu adalah efek yang paling ringan. Efek paling fatal karena kehabisan darah, tentu saja, kematian."

Rieki menundukkan kepala, wajah murungnya menjelaskan semuanya.

"Lalu, bagaimana manusia bisa menghadapi semua ini? Kenapa hanya di Jepang, kenapa tidak sampai di negara luar?" Shinji mengacak-acak rambutnya yang selalu tertata rapi karena saking frustrasi.

"Aku tidak tahu, tapi yang jelas, pelaku lebih dari satu."

"Lebih dari satu vampir? Satu vampir saja bisa membuatku gila!" Shinji tiba-tiba terdiam. "Kau juga vampir, apa kau mengenal pelakunya?"

Daniel memejamkan mata. "Ini hanya asumsi, tapi yang bisa mengubah manusia menjadi vampir hanyalah vampir sekelas kaum bangsawan."

"Maksudmu?"

"Sepupuku, Carlos. Namun, aku tidak tahu dia berada di mana sekarang. Aromanya tidak bisa kutemukan, tapi jelas dia ada di Jepang, karena dia memang mau menetap di negara ini cukup lama."

Shinji terdiam. "Kenapa kau bilang mengubah manusia menjadi vampir? Memangnya, kaum vampir lainnya tidak ada di sini?"

Daniel menggeleng. "Ada beberapa, tapi kuyakin mereka tidak akan sebodoh itu untuk memulai teror. Jelas-jelas yang membunuh manusia setiap malam hanyalah vampir bodoh yang kehausan. Sedangkan vampir yang telah mengerti alur hidup dunia ini, mereka akan mencari cara lain agar bisa hidup tanpa membunuh manusia."

"Ck!" Shinji berdecak. "Lantas, bagaimana cara kita mengatasi vampir-vampir itu? Jika mereka abadi, lalu bagaimana cara kami menyelesaikan semua ini? Kami tidak bisa membiarkan mereka terus berkeliaran dan membunuh setiap malam. Daniel, kau pasti tahu sesuatu, kan?"

"Vampir memang abadi, tapi mereka bukan kadal."

"Maksudmu?" Shinji mengernyitkan dahi.

"Tangan yang putus takkan bisa kembali lagi, jika bagiannya tidak ada. Hanya ada satu cara membunuh vampir yang bisa manusia lakukan."

"APA?" tanya Shinji maupun Rieki kompak.

"Putuskan leher mereka dan pisahkan dari tubuhnya atau ambil jantungnya lalu bakar."

Shinji terdiam, Rieki langsung muntah. Membayangkan memutus leher vampir menggunakan pedang dan melihat darah-darah itu bercucuran, lalu menyimpan kepala tanpa badan itu di suatu tempat.

"Hueekkk!!!"

"Keraguanmu hanya akan membuat semakin banyak korban berjatuhan, sedang keberanianmu akan menyelamatkan beberapa orang. Apa yang akan kau pilih adalah apa yang bisa kau lakukan, semuanya tergantung pada seberapa beraninya kamu membunuh mereka."

Shinji memejamkan matanya. Dengan kata lain, tidak ada pilihan lain selain berperang melawan teror mengerikan itu sendiri.

"Apa kau mau membantu?"

Daniel tersenyum tipis. "Aku akan membantu kalian mengurus Carlos, karena dia takkan mungkin bisa kau lawan seorang diri."

"Terima kasih, untuk sementara, aku akan menampung semua ini dan mulai melacak, di mana peristiwa itu akan terjadi lagi."

------

Mau muntah :'(

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status