Share

06 | Daniel

MALAM ini terasa begitu dingin. Bahkan untuk seorang vampir seperti Daniel, ia merasakan dingin itu memasuki tubuh dan mulai memeluk relung hatinya. Daniel juga merasakan firasat buruk yang sejak tadi terus mengganggu, seperti tengah mengintai mereka.

Daniel melirik Alin yang tertidur lelap di atas ranjang. Pria itu ingin pergi, tapi ia merasa enggan. Ada sedikit ketakutan meninggalkan Alin malam ini, tapi ada rasa penasaran yang membuatnya harus segera pergi.

Daniel melompat, dia berdiri di atas pagar pembatas balkon, sedang wajahnya menghadap bulan purnama yang berwarna merah.

"Malam yang begitu sempurna," ujarnya bertepatan dengan ponselnya yang berbunyi.

Daniel tidak suka memakai ponsel, tapi ia memang memilikinya. Dia bahkan jarang mengeluarkan benda itu, karena tak ada seorang pun yang akan menghubunginya, kecuali satu orang ... Shinji Akira.

"Apakah sudah ada perkembangan baru?"

"Aku baru mendapat informasi mengenai mayat-mayat korban teror yang telah diotopsi. Sesuai ucapanmu, mereka kehilangan darah terlalu banyak, beberapa luka cakar, dan tusukan yang tepat mengenai jantung. Kurasa, ciri-ciri itu takkan membuat kita ragu jika dalang dari semua ini adalah makhluk sepertimu."

Daniel memejamkan matanya. Dia sudah bisa menebak semua itu, karena semuanya terasa seperti kebetulan. Kenapa semua korban itu menunjuk pada hadirnya vampir di dunia yang dipikir manusia lain tidak mungkin pernah ada?

Siapakah dalang di balik ini semua?

Apakah memang benar-benar rencana sepupunya?

Namun, untuk apa? Apa alasan Carlos mengubah banyak manusia dan memerintahkan mereka untuk menyerang manusia setiap malamnya?

"Lalu?"

"Daniel, apa tak ada cara lain selain membunuh mereka? Apa tidak ada jalan tengah? Aku takut ... kau berubah pikiran dan malah berpihak pada mereka."

"Maksudmu? Aku akan ikut menyerang kalian?" Daniel memejamkan mata.

Memang benar, tidak ada untungnya ia membantu Shinji apalagi manusia. Namun, dia juga tidak akan untung jika menyerang mereka.

Daniel tidak suka berperang dan Carlos pun sama. Itu mengapa, vampir-vampir yang tersisa berusaha membaur bersama manusia dan berusaha hidup layaknya manusia normal.

Walau kenyataannya, hal itu sangat mustahil untuk dilakukan.

Dan kini, ketika hanya ada dua vampir bangsawan tersisa, jelas-jelas Carlos yang menjadi tersangka penyerangan ini.

Namun, apa alasannya? Ia sangat yakin, Carlos terlalu baik untuk memicu perang antar umat manusia dan vampir.

"Iya."

"Entahlah, aku hanya ingin mendengar penjelasan dari sepupuku. Jika dia benar, maka kemungkinan itu akan terjadi, tapi sebaliknya, jika dia salah, aku sendiri yang akan melenyapkannya dari dunia ini."

Daniel menatap langit malam tanpa bintang, awan hitam mulai menutupi langit, dan menyebarkan aura dingin. Daniel mendesah kasar dan bertanya dalam hatinya, Apakah sebentar lagi akan hujan?

Dia mencoba menghirup lebih banyak udara, mencari jejak-jejak air hujan yang mungkin telah jatuh di suatu tempat. Namun, yang ia dapatkan adalah aroma darah.

Mata merahnya keluar tanpa bisa dikendalikan, gigi-gigi taringnya mencuat, dan tatapannya mulai menajam.

Aroma darah yang tercium olehnya berada cukup dekat, itu berarti, ada teror di dekat sini.

"Shinji!"

"Hm?"

"Kau punya berapa banyak anak buah yang siap membunuh vampir-vampir itu?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Kurasa, tidak ada. Mungkin hanya Rieki, karena aku belum memberitahu markas mengenai informasi darimu." Shinji terdiam sejenak. "Memangnya kenapa?"

"Kumpulkan beberapa orang yang menurutmu bisa dipercaya dan diandalkan, lalu ikutlah denganku ke Taman Shenshu sekarang."

"Taman Shenshu?"

"Mereka ada di sini." Daniel melompat dan mendarat di sisi bangunan apartemennya. "Aku akan ke sana secepatnya untuk mengecek apa yang terjadi."

"Jangan!" larang Shinji keras-keras.

"Kenapa?"

"Kau bisa menjadi pelaku jika berada di TKP tanpa seorang pun saksi." Shinji menghela napas kasar. "Aku berada di kantor polisi, kau ke sana dulu dan kita pergi bersama."

Daniel mendengkus. "Saat sampai di sana, semuanya hanya akan tersisa mayat, Shinji."

"Apa kau lebih mau dirimu dicurigai sebagai pelaku teror selama ini?" tanya Shinji terdengar emosi. "Ikuti kata-kataku, aku tak mau kau menjadi salah satu tersangka dalam kasus ini."

Daniel memejamkan mata. "Baiklah, tunggu sebentar, aku akan segera sampai di sana."

"Sebentar? Bukannya minimal kau perlu waktu lima belas menit untuk sampai kemari?"

Daniel tertawa pelan, lalu matanya memejam. Membayangkan tubuhnya melebur menjadi angin malam yang berembus menuju kantor polisi yang ada tak jauh dari taman Shenshu.

Daniel membuka pintu kantor polisi dan melihat Shinji sedang mondar-mandir seraya memegangi ponsel.

"Kau pikir, aku manusia biasa, Shinji Akira?"

Shinji menoleh, tubuhnya tersentak. "Sialan! Bagaimana caramu datang?"

Daniel tak menjawab, ia menutup sambungan telepon di antara mereka dan melangkah mendekat. "Hubungi Rieki, suruh dia mengumpulkan beberapa orang yang kuminta tadi."

Daniel berhenti di sisi jendela, mata merahnya menatap lurus, jauh ke arah hutan yang ada di taman Shenshu.

"Kita harus cepat, Shinji. Beberapa dari mereka masih selamat."

"Kau ... bisa melihatnya dari sejauh ini?"

"Aku hanya bisa melihat denyut darah mereka yang masih hidup, sisanya, hanya ada mayat."

"Tapi kenapa mereka bisa berada di taman? Bukannya, pemerintah sudah melarang manusia untuk berkeliaran, terutama di malam hari?"

"Jangan tanyakan hal itu padaku." Daniel mendengkus, dia berbalik dan bersedekap dada. "Tanyakan hal itu pada dirimu sendiri, wahai manusia."

"Mendengarmu mengatakan hal itu membuatku geli." Shinji menghubungi Rieki yang lantas menuruti semua kata-katanya. "Apa kita akan langsung berangkat?"

Daniel mengangguk. "Lebih cepat, lebih baik."

Shinji bergerak menuju almari dan mengeluarkan pedangnya. "Kita akan berangkat menggunakan motor."

_____

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status