Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?

Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku?

Oleh:  Nabila Irawan  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
45Bab
971Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Pasca kepergian kedua orang tua dan kakaknya, Gina yang tinggal hidup sebatang kara ditawari menjadi menantu oleh sahabat karib kedua orang tuanya. Gina menerima perjodohan itu dan mencoba menata kembali hidupnya yang hancur berantakan. Sayangnya, tanpa ia duga, keputusan menikah dengan lelaki bernama Endra itu semakin memporakporandakan hidupnya. Kesabarannya tak berbuah manis, rasa mengalahnya tak pernah dihargai, segala pesakitannya tak berarti dan semua tentang dirinya sama sekali tak berarti di mata sang suami. Lantas ketika Gina memilih menyerah untuk semuanya, hal berbeda dirasakan oleh Endra ketika sang istri tak lagi berada dalam jangkau pandangnya. Penyesalan merambat masuk ke dalam hatinya. Semuanya berubah terbalik dan kini Endra harus bergelut dengan takdir untuk kembali mendapatkan maaf dan hati Gina. Tapi kehadiran seseorang dari masa lalu Gina membuat jalannya seolah berkerikil. Apakah Endra akan berhasil?

Lihat lebih banyak
Inikah Akhir Kisah dari Suami Pilihanku? Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
45 Bab
Prolog
“Bukan akhiran seperti ini yang aku inginkan, mas. Bukan dengan menandatangani surat seperti ini lalu diakhiri dengan pertemuan di ruang sidang.” “Ini keputusanku dan kamu harus mengikutinya! Dua tahun ini sudah cukup aku menuruti semua keinginan kamu dan orangtuaku. Nggak lagi, Gina. Sudah cukup.” “Tapi anak ini-“ “Dia ada karena ulahmu yang menjebakku. Sudah berkali-kali aku bilang sejak dulu, perjodohan ini nggak akan bertahan lama. Tapi kamu bersikeras untuk terus melanjutkannya dengan cara menjual kisah menyedihkanmu itu ke kedua orang tuaku. Untungnya, semua itu nggak mempan buatku.” “Bagaimana pun, janin dalam perutku ini anak kamu, Mas. Dia butuh ayahnya, dia-“ “Benar, dia butuh ayahnya. Jadi aku akan bertanggungjawab penuh atasnya dengan catatan nggak ada lagi hubungan apapun di antara kita. Lupakan aku, dan biarkan dia hidup denganku.”
Baca selengkapnya
Chapter 1 - Hanya Bayangan
Plak! Tamparan keras mendarat di pipi kiri Endra tepat ketika kalimat terakhirnya terucap. “Di mana nurani kamu, Kak?! Di mana letak nurani kamu sampai kamu tega berkata seperti itu pada Kak Gina?!” Itu adiknya. Adik kandung Endra yang masih duduk di bangku kuliah. Anna namanya. Sedari tadi, ia yang baru datang dan langsung disuguhi oleh pertikaian antara kedua kakaknya memutuskan untuk menahan diri agar tidak ikut campur atas urusan yang bukan ranahnya. Namun ketika mendengar kalimat terakhir Endra, Anna rasa manusia seperti kakak satu-satunya ini perlu diberi sedikit pelajaran. “Aku kakakmu, Ann! Berani sekali kamu menampar kakakmu hanya untuk membela dia yang bukan siapa-siapamu?!” “Dia juga kakakku! Semenjak dia datang ke rumah, dia sudah menjadi kakakku. Apa yang Kakak bilang tadi sudah sangat keterlaluan. Lagipula, apa partisipasi Kakak dalam merawat keponakanku selama dia di dalam kandungan ibunya? Apa yang Kakak lakukan untuk membantu perkembangannya selama ia tumbuh di d
Baca selengkapnya
Chapter 2 - Sarapan dan Pernikahan
“Sarapan dulu, Mas.” Endra yang baru turun dari tangga sama sekali tidak ingin menanggapi tawaran Gina. Lelaki berperawakan tinggi itu hanya melengos dan terus berjalan menuju pintu untuk segera pergi bekerja. Meski sudah terbiasa, terkadang Gina selalu merasa sedih ketika harus kembali makan seorang diri di meja makan yang bisa diisi 6 orang itu. Endra sama sekali tidak ingin memakan masakannya atau sekadar makan bersamanya; dari awal mereka menikah hingga detik ini. Kecuali jika mereka sedang berada di kediaman orang tua Endra. Itu lain cerita. Sementara itu, makanan jatah Endra yang tidak pernah dilirik sama sekali oleh si empunya, akan Gina berikan kepada orang yang kekurangan. Jadi, masakannya tidak pernah mubadzir karena dibuang atau menjadi basi karena dibiarkan terlalu lama. “Di mana sepatuku?” Gina hampir menyemburkan kembali makanan yang ada di dalam mulutnya ketika Endra tiba-tiba sudah berdiri di depannya dan bertanya padanya. Mungkin, pikirannya sempat tidak berada d
Baca selengkapnya
Chapter 3 - Resah
Malam hari akan menjadi saat-saat paling dingin nan sunyi untuk Gina. Tak terkecuali juga malam ini; malam di mana ia akan menyambut detik-detik peringatan hari kelahirannya ke dunia ini 24 tahun silam. Hari di mana telah terlahir sesosok bayi cantik yang mungil, yang tidak akan ada seorang pun yang menyangka bahwa nasib dari bayi tersebut tidak akan sesuai dengan doa-doa dan harapan-harapan yang mereka panjatkan dulu. Bahkan dalam menyambut hari spesial tersebut, ia hanya sendirian. Terduduk dalam sepi di salah satu kursi meja makan dengan sepotong kue dan lilin yang terhidang di atas meja di hadapannya. Sementara waktu terus berjalan, Gina hanya termenung. Memikirkan banyaknya kejadian yang telah dialaminya selama ini. Tak ia sangka, 24 tahun terasa begitu singkat. Meski ada beberapa saat ketika ia merasa waktu berjalan dengan sangat lambat. Contohnya, ketika Endra selalu memberikan tatapan tajam dan dingin padanya. Ia benci saat-saat seperti itu dan ingin segera mempercepat wakt
Baca selengkapnya
Chapter 4 - Safira
Padatnya rutinitas di ibukota pada pagi hari menjadi salah satu kendala yang cukup serius bagi beberapa orang. Salah satunya adalah Endra. Beberapa kali terjebak macet di beberapa titik yang berbeda membuat waktunya harus terbuang percuma dan mengorbankan janjinya yang sudah ia buat kemarin siang bersama sang client.“Iya, Pak. Sudah saya sampaikan kepada beliau bahwa anda kemungkinan akan terlambat karena terjebak macet. Beliau maklum dan merasa tidak keberatan jika harus menunggu sedikit lebih lama.”Helaan napas lega langsung saja terdengar. “Syukur kalau begitu. Saya pastikan akan sampai dalam 15 menit.”“Baik, Pak. Saya sampaikan kembali kepada beliau.”“Terima kasih, Ji.”“Dengan senang hati, pak.”Endra menutup panggilannya dan kembali fokus pada jalanan. Jika bukan karena terlalu banyak merenung setelah mendengar ucapan Gina, ia tidak akan terlambat pergi ke kantor. Juga, sebenarnya ia sedikit menyesal dengan pilihannya untuk kembali masuk ke dalam rumah. Sebab kini pikiran da
Baca selengkapnya
Chapter 5 - Kejutan Kecil
“Kamu sudah makan, sayang? Maaf, ya, tadi pagi aku buru-buru jadi nggak sempat sarapan bareng kamu.”Gina yang tadinya berpikir bahwa ia hanya tinggal bersandiwara seperti biasa, kini menjadi sedikit canggung dan sulit mengontrol diri. Pasalnya Safira masih duduk tak jauh darinya, sembari memilah berkas yang tadi dipegang oleh Endra.“Oh, em, i-iya mas nggak apa-apa. I-ini aku bawa makanannya ke sini biar kita bisa makan sama-sama.”“Wah, kalau gini sih ngerepotin.”“Nggak kok, mas.”“Makasih, ya, sayangku.”Mata Gina sudah memerah ketika Endra yang duduk di sampingnya tiba-tiba mengecup keningnya dengan lembut. Disaksikan oleh Irma dan Safira, ini adalah kecupan pertamanya dari Endra.“Setelah ini, kalau mau ada pertemuan pagi-pagi ya bangunnya harus lebih pagi juga. Mag kamu kan sudah parah, kalau sampai asam lambungnya naik pas lagi ketemu client gimana?”Tabiat seorang ibu memang sering mengomeli anaknya, namun Endra sendiri adalah tipe anak yang justru menikmati omelan tersebut.
Baca selengkapnya
Chapter 6 - Amarah yang Meledak
“Kenapa, Mas? Ada masalah di kantor?”Hari di mana Endra mengantarkan Gina pulang sampai ke rumah sudah satu minggu yang lalu, dan semenjak itu pula perlakuan Endra kembali kasar dan dingin padanya.Seperti malam ini. Lelaki itu pulang dengan wajah merah menahan amarah. Hal ini membuat Gina sebenarnya enggan untuk bertanya, namun ia juga tidak nyaman jika harus diam dan membiarkan Endra dalam keadaan yang seperti itu.“Mas-““Kamu tahu, kan, kalau kamu ini hanya benalu? Cukup dengan statusmu yang seperti itu, jangan buat aku semakin muak sama kamu.”“Tapi aku khawatir, aku takut kamu ada masalah dan-““Masalahku itu kamu, Sialan! Sampai kapanpun selama kamu masih ada di sini, masalahku nggak akan pernah hilang dan justru makin bertambah!”Ada banyak perasaan yang Gina rasakan setiap kali Endra berteriak dan memakinya tanpa alasan, salah satunya adalah perasaan tertekan yang belum pernah ia rasakan seumur hidupnya.“Berapa kali aku bilang, cukup urusi urusanmu dan jangan ingin tahu uru
Baca selengkapnya
Chapter 7 - Sedikit Khawatir
Pagi ini terasa ada yang berbeda. Endra tidak mencium aroma masakan yang biasanya selalu menguar hingga ke setiap penjuru rumah. Ia juga tidak mendengar adanya pergerakan atau tanda-tanda seseorang sedang memasak di dapur. Pun, meja makan yang biasanya sudah terisi kini masih dalam keadaan kosong. Aneh, tapi Endra tidak ingin ambil pusing dan memutuskan untuk segera pergi ke kantor.“Heh, calon pengantin ngapain di sini pagi-pagi buta begini?”Daffa yang memang sudah menunggu Endra di dalam lobi langsung berdiri dan menepuk bahu Endra dengan sedikit keras. “Gue butuh bantuan lo.”***“Lo yakin dia yang bawa kabur uangnya?”“Iya, dia. Gue udah lapor polisi tapi belum juga ada perkembangan apa-apa.” Daffa mengacak-acak rambutnya dengan jengah. “Gue baru tahu dari lo kalau ternyata dia tunangannya Safira.”“Siapa namanya?”“Apa?”“Manusia ini. Siapa namanya?”“Andika.”Mungkin, Endra harus memberitahu Safira perihal ini. Bagaimana pun, jika terjadi sesuatu pada Andika, nama Safira akan i
Baca selengkapnya
Chapter 8 - Perhatian Pertama
Di kamarnya, tubuh Gina mendadak lemas dan ia jatuh terduduk di atas tempat tidurnya. Tak lama kemudian Endra datang dengan tergesa-gesa, wajahnya terlihat sedikit panik cenderung penasaran.“Kenapa?”Kata itu keluar begitu saja dari mulut Endra ketika ia melihat pecahan gelas di bawah kaki Gina.Sementara yang ditanyai hanya menatap Endra dengan heran, kemudian dengan polos berkata, “tadi ada cicak di dekat nakas. Aku kaget, jadi gelasnya nggak sengaja kesenggol.”Andai kloset di kamar mandi bisa menghanyutkan manusia, mungkin Endra akan bergegas ke kamar mandi dan menghanyutkan tubuhnya sendiri di sana. Sekarang, di mana ia harus menyembunyikan wajahnya?“Kamu… kenapa, Mas?”Pertanyaan itu tidak Endra hiraukan. Ia melihat pecahan kaca yang sedikit tergenangi air, lalu kembali menatap Gina dengan wajah yang kembali dingin. “Kamu bisa bereskan?”Gina melihat pecahan itu sekilas kemudian mengangguk. “Bisa, Mas.”Akhirnya tanpa menunggu lama lagi Endra keluar dari kamar itu, kembali ber
Baca selengkapnya
Chapter 9 - Babak Belur
Keterdiaman Endra membuat Gina yakin bahwa sang suami amat sangat membencinya. Mungkin hal itu pula yang menyebabkan Endra tidak pernah bersikap seperti suami kebanyakan pada umumnya.“Nggak apa, Mas, nggak usah-““Kamu cinta aku?”Diberi pertanyaan seperti itu Gina mengangguk dengan antusias. Tak terhitung lagi seberapa besar ia mencintai dan menyayangi Endra, bahkan semenjak mereka baru beberapa kali bertemu.Namun perkataan Endra selanjutnya membuat Gina terhempas dari awan yang membawanya terbang, membuatnya terjatuh dengan keras menuju dasar jurang yang curam nan dalam.“Kalau begitu, seharusnya dulu kamu ikhlaskan aku untuk bersama dengan pilihanku. Bukan malah memohon kepada kedua orang tuaku dengan mengungkit perbuatan baik yang sudah orang tua mu lakukan terhadap keluargaku. Aku tahu, kamu hanya sendiri tanpa sanak saudara setelah kehilangan orang tua dan kakakmu, tapi bukan berarti kamu bisa bersikap seenaknya tanpa memikirkan orang lain.” Endra melepaskan tangan Gina yang s
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status