Share

BAB 2: IT'S GOING TO BE A LONG MORNING

5 tahun kemudian

Teleponku berbunyi ketika aku memasuki elevator. Aku memutuskan untuk mengabaikannya tapi sepertinya Sarah bukan tipe orang yang mudah menyerah.

"Hai, aku tidak tahu kalau Miss Makcomblang menelponku." Aku bersiul.

"Apa kau bercerita tentang ayahmu adalah anggota mafia pada James?" Sarah setengah berteriak padaku melalui telepon. "Pria malang itu mengancam akan membunuhku. Di tengah malam! Bagaimana kau bisa membuat pria baik dan ramah seperti James berubah jadi kejam?"

"Hei, bukan salahku dia langsung percaya. Semua pria yang kau comblangkan padaku hanya berpikir dengan satu sel otak."

"Pria yang aku kirim untukmu itu cerdas, punya penghasilan yang bagus, dan tampang yang lumayan," Sarah membalas dengan helaan napas berat. "Apa kau tidak ingin bahagia, Cass?"

Sekilas aku merasa marah dengan pertanyaannya tapi aku dengan cepat memendamnya. Sarah Hale adalah sahabat ku dan orang yang paling bisa aku percaya di dunia. Kita saling mengenal semenjak taman kanak-kanak tapi sekarang diusia dua puluh tiga, aku kadang berpikir apa jadinya hidupku tanpanya mencampuri urusan pribadiku. Seperti kehidupan cintaku, misalnya. Dia sudah menikah dengan pacarnya semenjak SMA dan juga salah satu teman kita Samuel Harris, Sarah menjadikan aku misinya dengan melemparkan semua bujangan di Florida padaku.

"Aku mau," Aku menjawab dengan tulus, melangkah keluar dari elevator dan berjalan menuju pintu apartemenku. "Aku mau apa yang dimiliki orang tuaku. Tapi tidak sekarang. Kau tahu kan rencanaku."

Aku bisa membayangkan Sarah memutar matanya yang biru seperti langit sembari mendengus. "Yeah right - rencanamu. Mendapatkan pekerjaan yang bagus. Bisa membeli rumah sendiri. Mengusap ingus dan BAB dua hari sekali. Menikah di usia tiga puluh. Apa aku melewatkan sesuatu?"

Aku tertawa, membuka kunci pintuku dan mendorongnya terbuka. "Kau konyol tapi ya, kau tahu intinya. Aku akan bertemu dengan pria idamanku saat aku sudah siap bukan sebaliknya." Tumpukan surat mengumpul di balik pintu yang tentu saja menghambat pintuku untuk terbuka dengan sempurna. "Sialan, aku sudah memberitahunya untuk tidak menyelipkan barang-barang dibawah pintuku. Kotak surat diciptakan untuk mencegah ini."

"Siapa? Edy?" Aku benar-benar lupa kalau Sarah masih di telepon. "Kau masih bermusuhan dengannya?"

Aku mengumpulkan tumpukan surat itu dan menaruhnya di meja kopi ku. "Kita tidak bermusuhan." Aku berbohong. Edy Redmaine adalah penjaga gedung dan aku memiliki sejarah pertengkaran dengannya. Dia itu suka mengganggu dan aku itu orang yang low profile. "Dia sengaja melakukan ini untuk menggangguku. Itu saja."

"Lupakan saja. Dia itu sudah tua. Jadi, Sam punya rekan yang aku - "

"Tidak akan terjadi." Aku menyela dengan cepat. "Tidak lagi. James adalah yang terakhir."

"Apa yang salah dengan James?"

Aku menggigit bibir bawahku. Pertanyaan yang bagus. Apa yang salah dengan James? Dia cerdas dan sederhana. Sebagai akuntan, dia pintar dengan angka tapi dia tidak sombong tentang itu. Tentu saja dia bukan pria paling tampan tapi lagi-lagi, aku tidak tertarik dengannya. Lagi. Masih saja, tampangnya bagus dan giginya putih jika saja dia tidak meminta kopi yang juga merupakan sinyal untuk seks aku akan berpikir untuk kencan dengannya lagi.

Siapa sih yang aku coba kelabui?

"Aku tidak tertarik dengannya." Aku mengaku, dengan malas mengambil surat tipis yang aku tahu adalah tagihan listrikku. Aku bukan lagi remaja yang percaya dengan cinta sejati dan cowok seperti Albert West tapi setidaknya ada pria yang bisa membuat jantungku berdebar dan bagian lainnya berdenyut.

Ada keheningan panjang dari seberang teleponku sebelum Sarah berkata. "Aku tidak tahu kalau itu yang kau cari."

"Aku tidak mencari ketertarikan," Aku setengah berteriak padanya, melempar suratnya kembali dan mengambil yang lain. "Ini bukan When Harry Met Sally."

"Dan Miss Sarkasme kembali. Aku bertanya-tanya kapan dia akan muncul?" Sarah berhenti. "Well, James punya teman yang baru saja keluar dari penjara. Mengelak membayar pajak, apa kau tertarik dengan itu?"

"Ya bukan begitu juga. Aku tidak tertarik dengan Wesley Snipes." Aku dengan tidak peduli mengambil surat berwarna cream dan nyaris menggigit lidahku. "Sial,"

"Apa? Ada apa?"

Cap keluarga West - bundaran merah dengan skesta gambar panah berwarna hitam - menatap balik padaku dengan tampang yang tidak menyenangkan. Hanya dengan gambar itu sudah mengembalikan memori saat pertama dan terakhir kalinya aku menginjakkan kaki di Ełlona, di rumah keluarga West.

Itu sudah bertahun-tahun lalu namun terasa baru kemarin sejak aku pertama kalinya merasakan orgasme di tangan paman cowok yang aku suka. Karena aku tidak mau terusan menahan malu, aku ingat aku membuat alasan yang buruk tentang dipanggil orang tuaku untuk mengikuti Natal di rumah nenekku. Temanku - termasuk Alby - mengantarku ke bandara dan aku tidak pernah lagi kembali ke Ełlona walaupun aku memiliki banyak undangannya.

Albert pernah menyebutkan tentang pamannya beberapa kali jadi aku tahu kalau dia saat itu berumur dua puluh enam ketika dia memberikan seks terbaik sepanjang hidupku.

Delapan tahun lebih tua dariku, Dean seharusnya tahu yang lebih baik. Bagaimana mungkin aku bisa melihat Albert di matanya mengetahui kalau aku pernah tidur dengan pamannya? Itu ... salah, makanya aku tidak pernah menemuinya hampir selama lima tahun.

Apa maunya? Pikirku sambil memegang amplopnya seperti herpes di dalam paket. Walaupun terpisah jarak dan waktu, Alby dan aku masih berteman dan aku tahu aku bisa menelponya kapanpun. Aku tahu ayahnya masih hidup dan sehat - bahkan menikah lagi - jadi tidak mungkin bisnisnya aku diserahkan padanya dalam waktu dekat. Apapun isi suratnya pasti penting hingga dia tidak bisa menelponku.

Mungkin itu dia.

"Cass, kau masih disana?"

"Aku akan menelponmu lagi," Kataku dengan napas memburu dan tanpa menunggu aku memutuskan teleponnya. Aku menarik napas panjang ketika aku menyobek kertas suratnya, dan aku tertawa.

Albert Mikhail West akan menikah dengan Vanya Krusnic bulan depan. Dua tiket pesawat kelas satu ada dibalik undanganku.

*~*

"Biar aku luruskan, sugar. Kau meminta ku untuk menjadi kencanmu?"

Aku memutar mataku sejenak merasa lega dia tidak bisa melihat ku melakukannya. "Iya, Dad. Apakah kau mau menjadi kencanku?"

Dia tertawa, suaranya rendah menenangkan mengingatkanku kalau aku belum melihatnya berbulan-bulan. "Sweetheart, apa yang membuatku berpikir aku mau menghabiskan seminggu dengan pebisnis sombong di tanah antah berantah yang beku?"

Aku sedikit lega dia tidak bertanya kenapa diumurku yang sekarang tidak bisa mendapatkan kencan dari pria yang tidak memiliki hubungan darah denganku.

"Dad," Aku mencacinya. "Albert itu temanku, kupikir kau menyukainya."

"Anak itu oke bagiku tapi ayahnya? Itu cerita lain."

Aku tidak mendorongnya untuk bercerita lebih jauh; aku sudah tahu kenapa dia tidak begitu ramah dengan Albert West Senior. Dia cukup baik sebenarnya tapi jika sudah dalam mengurus bisnisnya dia agak kejam dan sudah beberapa kali lolos dari hukum tanpa menarik perhatian press. Ayahku sudah lama bermaksud untuk membuat Network tempatnya bekerja untuk bisa mewawancarainya namun hingga sekarang, nada.

"Jika kau tidak setuju, aku akan datang sendiri," Aku berdiri di dapur ku sambil berkomat-kamit. "Tapi kau tahu apa yang akan terjadi pada wanita single di tempat nikah, kan? Aku akan terlihat seperti daging segar di pasar daging."

"Baiklah," Ayah menggeram. "Aku akan pergi. Tapi jangan menyalahkan ku jika aku memberinya sedikit pemikiranku."

"Dad," Aku tahu dia lebih dari mampu untuk menantang ayah Albert dan memberitahunya apa yang ada di pikirannya. "Anaknya akan menikah. Kau akan berperilaku baik atau aku akan memberitahu Charlotte."

"Uh-huh. Aku bergetar di sepatu Converse ukuran dua belasku."

Aku tertawa, gelombang homesick tiba-tiba saja menyerangku. "Sampaikan hai dariku, OK?"

"Will do, sugarbear."

Sambil aku membuat sarapan aku membahas tentang pekerjaanku dengannya karena itu satu-satunya topik dimana kita tidak perlu menaikkan suara.

"Aku dengar The Hunt di batalkan." Ayah memulai, suaranya terdengar kasual.

"Yeah, itu benar." Kataku menirukan suara kasualnya. Dan daripada menetap untuk merayakan pesta 'Damn, We' ve been cancelled' di studio tadi malam, aku keluar untuk kencan bodoh yang tidak ada gunanya sama sekali.

"Cassandra, kapan kau akan -"

"Dad, kita tidak akan membahas ini." Aku memotong sambil duduk di bar stool di bar sarapan. "Agenku sedang mengamankan sesuatu untukku di masa depan. Aku hanya menganggap ini adalah libur panjangku."

"Jangan memotong pembicaraanku, ini serius." Dia menjawab dengan ketus, dan aku bisa membayangkan bagaimana pembuluh darah di dahinya berdenyut. "Setengah durasinya kau setengah telanjang di opera sabun menyedihkan itu dan mereka membayar mu dengan apa? Oh aku tahu, kacang, Cassandra. Kacang mikroskopik." Dia menghela napas. "Aku hanya khawatir padamu. Ibumu khawatir padamu."

Aku tidak mengatakan apa-apa walaupun ayahku terlalu berlebihan, terutama tentang bagian 'setengah-telanjang' nya. Menggunakan lingerie karena aku menyamar menjadi strippers tidak bisa disebut setengah telanjang. Sejujurnya aku tidak terlalu sedih dengan TV Series - bukan opera sabun - yang dibatalkan setelah satu Season. Aku tidak menyalahkan HBO, atau penulis skripnya, atau pemeran lain, atu bahkan penontonnya karena tidak ... Well, menontonnya. The Hunt, adalah acara yang meliputi dua bersaudara yang tidak tahu kalau mereka adalah nephilim mencoba menjalani hidup normal tapi demons selalu mengikuti mereka, memang ditakdirkan untuk gagal dari episode pertama.

"Sugarbear, talk to me." Ayahku berkata di telepon.

Menggelengkan kepalaku, aku keluar dari angan-anganku. "Kau dan Charlotte tidak perlu khawatir. Berhenti kuliah itu adalah keputusan ku. Aku akan hidup dengan konsekuensinya."

"Aku akan transfer beberapa -"

"Dad, stop. Aku tidak akan mengijinkanmu membiayaiku sepanjang hidup. Aku sudah dewasa."

"Kau tahu kau selalu bisa bekerja untukku. Maksudku dengan ku." Dia memperbaiki kata-kata terakhirnya.

Sebagus apapun ide itu terdengar, dokumentasi terakhir ayahku, The Mob Underneath, tidak membutuhkan artis serial TV di closing credits. Aku tidak mendukung nepotisme.

"Trims, tapi aku akan baik-baik saja, jadi berhentilah khawatir atau kau akan menambah uban lagi."

Dia tertawa. "Aku punya satu uban setiap kau dan kakakmu bertambah umur satu tahun. Mereka tidak mengangguku lagi."

"Kau konyol dan aku akan mengakhiri teleponnya," Aku berkata sambil tertawa. Rambut hitam-dan-putihnya hanya membuat dia terlihat berbeda, seolah menyembunyikan kekanakannya.

"Bicara lagi denganmu nanti, sugarbear. Love you."

"Love you more, dad."

Setelahnya aku mengirim pesan pada kakak laki-laki ku dan memaksa diriku sendiri untuk memakan semangkuk cornflakes. Acara TV selalu ada yang dibatalkan. Itu bukanlah akhir dari segalanya bagiku namun jika memang iya, aku selalu bisa kembali ke sekolah hukum. Aku pernah menghabiskan dua tahun di almamater ayahku, NYU, aku memiliki rencana cadangan. Kembali ke Manhattan dengan ekor di antara kakiku bukanlah hal yang terburuk yang bisa terjadi; kelaparan sampai itu yang terburuk.

"Kau penuh melodrama, Cass." Aku berkata pada diriku sendiri. Aku masih punya sebagian dari 'kacang mikroskopik' di rekeningku.

Melompat dari bar stool, aku melangkah ke kulkas dan mengambil kartu nama yang sudah tertempel di pintu kulkas selama berbulan-bulan. Jika ayahku sudah marah tentang akting ku, dia akan marah besar kalau dia tahu aku memikirkan tentang tawaran dari Modelling Agency.

Wanita yang melahirkanmu itu model, ayahku pernah memberitahuku ketika aku berumur enam belas setelah talent scout mendekatiku saat berada di Mall. Kau tidak mau mengikuti jejaknya, sugarbear.

Ketukan keras di pintu menghentikan ku dari menyobek kartu nama itu menjadi dua. Aku memasukkannya ke dalam saku belakang celana jeans pendekku dan pergi untuk melihat siapa yang ada di balik pintu, aku berpikir jika Sarah memutuskan untuk datang di pagi hari untuk bicara hati-ke-hati.

Tapi tentu saja, yang datang adalah pria.

Salah satu bujangan yang dikirim Sarah, tebakku dari karangan bunga yang ada di tangannya.

"Wow, Cassandra Prince?"

Aku memaksa diriku sendiri untuk mengeluarkan senyum. Ini akan menjadi pagi yang panjang.

TO BE CONTINUED

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
berasa hidup bareng Cassy
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status