Share

Bab 5: Momen berdua

***

Sudah terlalu larut apabila Jessica pulang. Pada akhirnya ia memilih menginap di apartemen Travis. Dia tidur di dalam kamar tamu sementara Paris tidur di atas sofa. 

Travis belum pulang. Pria itu tampak menikmati malam bersama seseorang. Dia memberitahu Paris kalau dia tinggal di rumah cewek bernama Ester malam ini. Alhasil, hanya ada Paris dan Jessica di apartemen lelaki itu.

Jessica bangun saat jam menunjukkan pukul empat. Dia sangat haus jadi dia berjalan ke dapur. Jessica merasa tidurnya lebih nyenyak setelah mengobrol banyak bersama Paris. Dia merasa ada beberapa kesamaan antara dia dan pria itu.

"Apa kau tidak bisa tidur?" 

Jessica bertanya saat melihat Paris di ruang tengah sedang membaca majalah sport. Ada gambar Christiano Ronaldo di sampul majalah itu. Kedua tangan Paris memeluk bantalan sofa yang bermotif polkadot.

Jessica sudah berhasil mengambil air minum ketika menyadari Paris tampak gelisah di sofa. Jessica berhasil membuat lelaki itu kaget. Tentu saja sebab Paris mengira Jessica akan bangun kesiangan. Bayangkan saja, wanita itu bekerja di malam hari. Pulang hampir dini hari.

"Benar. Aku tidak tahu kenapa aku tak bisa tidur. Biasanya aku tidak seperti ini," jawab Paris.

Mungkin karena Paris terbiasa hidup mewah bersama orang tuanya. Sementara di apartemen Travis segala peralatan seadanya. Ya, kendatipun memang tidak terlalu buruk untuk ditinggali. 

Jessica mengamati Paris dan mendapati pria itu tampak menggigil. Ada sesuatu yang salah dengan ruang tengah, tempat Paris tidur. 

"Apa AC-nya rusak? Kau kedinginan." 

Jessica merasakan ruangan itu terlalu dingin. Dia pun mencari remote AC dan tidak menemukannya di mana-mana. Entah di mana Travis menyimpan benda kecil itu.

"Aku tidak apa-apa," sahut Paris sembari menyunggingkan sebuah senyuman. 

Dia mengamati Jessica dan wanita itu tampak khawatir. "Kau sedang tidak apa-apa. Jangan bohongi aku." 

Jessica menaruh gelas airnya di meja. Dia berlari mengambil selimut di dalam kamar dan membungkus tubuh pria itu.

"Terima kasih," cicit Paris. 

Dia memerhatikan Jessica dan setiap kali memandangi matanya. Dia jatuh cinta. "Aku tidak seharusnya menginap di sini. Kau pasti menderita tidur di sini semalaman." 

Jessica merasa bersalah. Dia bahkan tidur enak di kamar tanpa menyadari Paris kedinginan. Seharusnya Paris tidur di kamar juga.

"Tidak--, jangan bilang begitu. Ini bukan salahmu." 

Paris memegang tangan Jessica. Pandangan mereka kembali beradu dalam beberapa menit. Paris merasa jantungnya berdetak begitu hebat. Pesona Jessica tak bisa lepas dari kepalanya. Ketika melihatnya lagi dan lagi, paras Jessica semakin betah menginap di pikirannya. Ini aneh, sebab Paris tidak pernah memikirkan soal cewek sebelumnya. Dia sibuk menciptakan karya seni sampai lupa bahwa ada banyak cewek cantik di NYC. 

"Kau bisa masuk kamar. Di kamar itu ada perapian." 

Jessica memecah keheningan. Bagaimanapun mereka berdua adalah dua orang dewasa. Jessica cukup memahami ketegangan di antara mereka. Namun, dalam keadaan darurat seperti sekarang. Dia tidak bisa biarkan Paris tersiksa.

"Oh, ya."

Paris menyahut sambil berdiri. Dia mengikuti Jessica masuk ke dalam kamar tamu. Ada perasaan tegang yang terasa di dalam hatinya. Tetapi, perasaan itu segera ditepis.

Jessica menyalakan perapian di kamar itu. Sementara Paris cuma memperhatikannya. Dia terlalu kedinginan semalaman di ruang tengah dengan suhu paling rendah. "Apa kamar Travis terkunci?" 

Ada satu kamar lagi di apartemen itu. Paris semestinya tidur di sana bukannya menyiksa dirinya.

"Kamarnya dikunci. Travis suka menjaga privasi. Kurasa dia punya banyak seks toys di kamarnya." 

Bagi pria, memiliki seks toys atau mainan seks adalah hal normal. Namun, Travis tampaknya tidak ingin orang lain tahu hal itu. Karena beberapa orang suka mencela teman sendiri. Paris memang senang mencela lelaki itu. 

"Aku minum sedikit wine agar tidak terlalu dingin. Tetapi aku tidak sanggup minum banyak." Jessica tidak bicara apa-apa. Wanita itu hanya mengangguk tanda paham.

Paris berusaha mengendalikan rasa dingin yang menyergapnya. Dia mengamati Jessica. Wanita itu sangat perhatian kepadanya. Dan Paris tersentuh. 

"Mendekatlah ke sini. Apinya sudah menyala," seru Jessica. Paris mendekat ke arah wanita itu. 

"Terima kasih."

Paris membuka selimutnya. Tanpa bertanya, dia menarik Jessica masuk ke dalam selimut itu. Jessica tidak bereaksi jadi Paris berpikir wanita itu menginginkan berada di dalam selimut yang sama. Rasanya lebih hangat ketika ada seorang wanita di sisinya.

"Aku menyukaimu sejak pertama kali bertemu. Dan aku semakin yakin memilihmu saat kau memberikan perhatian ini kepadaku." 

Paris tidak tahu mengapa ia begitu lancar mengutarakan perasaannya. Dia hanya ingin Jessica mengetahui kebenarannya. Paris tak pandai menyembunyikan perasaannya. 

Jessica terkesiap mendengarkan perkataan pria itu, namun hanya menatap serius ke arah Paris. Jessica tidak pernah menduga kalau Paris akan menembaknya. Ini terlalu cepat. 

"Kau tahu, kau sangat baik. Dan aku mau memilikimu," lanjut Paris. Jessica menelan ludahnya dengan susah payah. Apakah ini sebuah mimpi? Seseorang tidak mungkin menyukainya secara tulus sebab Jessica hanyalah seorang, Jessica seorang penari strip. Masyarakat sudah beranggapan buruk mengenai profesi itu.

"Kau mau menjadikan aku seorang kekasih?" 

Paris mengangguk. Jessica tertegun. Dia kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan Paris. 

"Aku tidak tahu menyebutnya tapi aku suka hubungan seperti--, kau dan aku. Hubungan seperti itu. Saat kita saling bicara, saling membantu, dan--."

Paris ragu apakah ia harus melakukannya. Perlahan-lahan, ia mendekatkan bibirnya dengan bibir Jessica pelan. Mereka berciuman selama beberapa detik. Ciuman yang membuat Jessica bergeming. Dia pun menyukai Paris. 

"Aku tidak bisa melakukan ini. Aku hanya seorang penari erotis." 

Jessica sadar diri. Dia mengusir sebuah perasaan yang mendadak muncul dalam benaknya. Dia tidak bisa mencintai Paris seperti lelaki itu mencintainya. Ini salah, sepertinya memang salah. 

Paris memegang kedua pipi Jessica dengan lembut. Terlalu lembut sampai Jessica memejamkan mata. "Aku tidak peduli profesimu. Bagiku kau hanya seorang penari seperti Grace. Kau bukan seorang wanita penghibur." Grace istri Ankara adalah penari balet. Profesi itu lebih terhormat ketimbang penari tiang. Tetapi, Paris merasa kedua profesi tersebut sama saja. 

"Bagaimana kau tahu? Aku mungkin saja seorang murahan." 

Menari bersama tiang dengan memakai bikini, itu tidaklah cukup bermoral. Jessica tidak pernah menjual tubuhnya kepada pria hidung belang tetapi orang-orang terlanjur menyamakan penari erotis dengan seorang wanita murahan. 

"Bagiku tidak. Kau perempuan baik-baik." Paris menidurkan kepala Jessica di pundaknya, membelai rambut wanita itu dengan sangat lembut. 

"Kau mungkin bukan pacarku, namun kurasa aku menyukai hubungan kita. Hubungan kau dan aku," bisik Jessica. Paris mengangkat kepala Jessica kembali. Mereka saling berpandangan kemudian berciuman untuk kedua kalinya. Sepertinya petualangan cinta baru dimulai. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status