Brian memakai jaket berlogo gengnya, sedari di pakai bau Biya selalu menyeruak di hidungnya. Nyaman rasanya.
“Bri! Lo punya ade?” tanya Susilo, teman tongkrongan yang lebih tua dua tahun dari Brian.“setahu gue, kembaran lo udah gede..” lanjutnya dengan berusaha berpikir keras.
“Engga, bang.” singkat Brian.
“Bau lo bau bayi, tumben ga kayak biasanya, bau jalang lo ga kayak gini..” terang Susilo yang di angguki beberapa anggota lain.
Brian mengabaikan tanpa menjelaskan, jelas bau bayi, kan jaketnya di pakai Biya yang memang selalu beraroma bayi.
Selalu? Haha Brian merasa gila dengan kelakuannya, ternyata bau gadis yang sering di bully itu sudah dia hafal sejak lama. Mungkin sejak dia berpapasan di gerbang sekolah saat pertama masuk sekolah dulu? Entahlah, rumit.
Mengingat bau bayi, membuat Brian tidak tega menyakiti Biya. Brian berjanji, mulai sekarang tidak ada yang boleh menyakiti Biya! Bayinya!
Brian kembali menertawakan dirinya dalam hati, benar - benar kacau pikirannya sampai ngawur begini.
“Bau ceweknya kali, bang..” celetuk Angga, bermaksud menggoda Brian.
“Iya bang, ceweknya kali..” kini Satria yang bersuara seraya mengocok botol yang berisikan minuman beralkohol.
Semua tampak asyik tertawa, kembali berbincang dan saling menggoda.
“Enak, cewek di sebrang gaya seksnya keren - keren..” Burhan memulai topik baru.
Hadi terlihat semakin penasaran.
“Tunggu, bos Brian punya cewekan? Udah di coba belum tuh..” Burhan melempar senyum usil.
Semua kembali tertawa dengan tatapan menggoda ke arah Brian dan seperti biasa, di abaikan Brian.
Brian memutuskan beranjak dari duduknya yang lesehan di pingir jalanan di bawah kolong jembatan, tempat semua gengnya kumpul itu.
Mencoba mengalihkan topik agar mereka tidak terlalu kepo.“Bang, hari ini gue libur, ga bisa lama - lama, gue pamit..” Brian menatap yang lainnya.“gue pamit ya semua..” teriak Brian di akhir yang di angguki semuanya.
Brian selaku donatur besar di geng itu mana bisa ada yang berani mengekangnya.“Nih gue beliin rokok, have fun ya guys!”
Brian pun berlalu dan kini mengulas senyum kecut, dia ingin memastikan semuanya, kenapa Biya mempengaruhi pikirannya sedari awal datang.
Padahal baru datang, pikirannya sudah di penuhi Biya dan itu membuatnya ingin pulang.
Brian tidak biasa dengan perasaan aneh ini, minuman beralkohol pun tidak mampu menarik fokusnya.
***
“Kalo begitu anggap bunda ibunya Biya, bunda juga ada anak perempuan, nanti bunda kenalin..” terang Zela dengan ramah dan hangat.
Biya mengangguk senang, tentu saja. Tidak ada yang pernah memperlakukannya sebaik ini. Keluarganya saja tampak jijik padanya.
“Anak bunda yang perempuan di mana?” tanya Biya dengan sedikit malu - malu, masih merasa takut juga walau sedikit.
“Oh itu, lagi nginep di rumah tantenya, sepupunya yang dari Bandung dateng..”
Biya mangut - mangut samar.
Brian datang membuat Biya mulai di hinggapi rasa takut dan mulai kembali merasa tidak nyaman.
Zela bisa melihat itu, penasaran namun bukan waktunya untuk membahas.“Kenapa pulang? Tumben jam segini udah di rumah?” tanya Zela heran.
Brian melepas jaketnya.“Pulang salah, pulang telat marah..” balas Brian cuek.
Zela tertawa pelan dengan manisnya.“Bukan gitu, aneh aja. Biasanya kalau keluar rumah waktu masih di rumah, pulang paling jam 3 pagi..” sindir Zela lalu kembali mengusap kepala Biya yang kini tengah menunduk.
Brian mengabaikan sindiran sang bunda.“Gimana keadaan lo?” tanya Brian lalu duduk di samping Biya dengan mata mengamati perban yang menempel di kepala Biya.
“Ba-baik..” cicit Biya kaku saat merasakan Brian mengusap sekilas perban di kepalanya.
Zela mengulum senyum, Brian sangat berbeda. Zela menyimpulkan kalau Brian merasakan sesuatu pada Biya.
Brian bukanlah tipe orang yang perhatian. Dia terlalu acuh akan sekitar. Dan sebagai bundanya yang mempunyai insting kuat, Zela paham dengan keadaan ini.
“Bunda siapin dulu susu buat kalian..” pamit Zela yang membuat Biya merasa kehilangan pegangannya. Dia tidak sanggup dengan Brian berduaan dalam satu ruangan.
Brian mendekat.“Sebelum gue dateng, lo keliatan seneng, masih takut sama gue?” bisik Brian seraya menahan pinggang Biya yang hendak menjauh.
Tangan Biya kembali bergetar, sakit di kepalanya bahkan mulai perlahan kembali terasa.
Brian memasukan sebelah tangannya kepunggung Biya.“Lo memar di sinikan?” Brian membalikan Biya walau gadis itu sempat menolak.
Brian mengamati punggung yang banyak memar dan bekas luka itu, emosinya kembali tanpa di undang. Brian yakin, luka lain ini karena ayahnya atau bahkan Yuna Cs? Brian tidak bisa memaafkan mereka!
Brian menghela nafas pendek, di peluknya Biya sekilas.“Nginep di sini, pake baju gue aja, ambil di lemari..” Brian beranjak menuju balkon untuk merokok sebelum bundanya datang.
Brian membungkuk dengan kedua lengan menopang tubuhnya di pagar pembatas yang ada di balkonnya.
Biya begitu rapuh, membuat Brian tak bisa untuk tidak mengkhawatirkannya. Untuk pertama kalinya dia merasakan rasa itu dan kini dia mengakuinya tanpa gengsi.
Brian menyesap lagi rokoknya dengan penuh penghayatan, penatnya sedikit terangkat. Brian kembali teringat penjelasan Roni tentang Biya.
“Dia di besarin bokapnya yang emang penjudi dan pembuat onar, kemarin kita pukulin karena dia nyuri motor anak buah kita. Udah ga heran lagi sih, bahkan gue yang tetanggaan ga jauhlah sama dia pernah liat kalau cewek lo sering di pukul, di guyur di pinggir jalan sampe menggigil. Nyokap gue yang sering nolongin dia, gue sih ga terlalu kepo perhatiin cewek lo karena sibuk, sorry bos ..”
Brian terdiam, dengan tangan mencengkram kuat ponsel yang di pegangnya.“Sejak kapan mereka tinggal di tempat itu?” tanyanya dengan rahang mengeras.
“Oh itu, 3 tahunan kalo ga salah. Gue seneng bos, dia ketemu sama lo, kasihan aja kalo ga di selametin cepet - cepet, takutnya dia rusak mentalnya..”
Brian memejamkan matanya sekilas.“Hm, gue mau lo cari info ya bang, tentang Biya, yang rinci. Gue kasih bonus..”
Brian memekik dan meringis saat merasakan jeweran di telinganya.
“Bagus ya! Berani ngerokok karena udah keluar dari rumah! Saat ada bunda lagi! Bukannya jagain Biya!” amuk Zela.
“Aduh bun, sakit.. Aduh itu anting Brian ke jepit, ahss!” ringis Brian.
Zela melepas anting magnet itu dengan kesal.“Kamu mau jadi kayak kembaran kamu? Dasar bandel!” amuknya lagi seraya memukul lengan Brian lalu pantatnya.
“Aduh bun, engga gitu juga! Itu gaya, biar keren!” Brian menatap bundanya yang sudah menenteng tas.“mau kemana, bun?” lanjutnya dengan mengusap telinganya yang berdenyut.
Zela melembutkan tatapannya.“Biya apa bunda ajak aja? Bunda khawatir kalo di tinggal sama kamu..”
“Emangnya bunda mau kemana? Biya sama aku aja..” Brian terlihat tidak mau di bantah.
Brian menggeram gemas, pinggulnya terus bergerak membuat perempuan di bawahnya mendesah kelimpungan tak bisa diam.“Ah Bi!” desah Brian tertahan, matanya terpejam. Mencoba membayangkan sosok yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya.Luna terdiam sejenak saat mendengar panggilan Brian dalam desahannya, namun detik berikutnya kembali mengerang kenikmatan.Luna hendak memeluk leher Brian namun Brian tahan.“Lo lupa? Jangan sentuh gue! Biarin gue gerak sendiri!” kesal Brian seraya menghentikan gerakan di bawahnya.“Maaf, yaudah lanjut lagi..” Luna menggerakkan pinggulnya membuat Brian kembali menggerakannya juga.Brian berjanji, ini yang terakhir kalinya dia menyentuh Luna. Brian mempercepat gerakannya, membuat Luna mendesah semakin kencang.Di sebelah kamar mereka Biya tampak syok, tak menyangka Luna dan Brian sudah sejauh itu.Setelah keperg
Pagi adalah masa - masa di mana miliknya kadang tegang, apa lagi dengan Biya yang tertidur di atasnya. Beberapa kali bahkan Biya menggeliat membuat Brian mengerang tertahan.“Sial! Setelah main sama Yuna semalem pun masih aja kurang!” desisnya tertahan.“apalagi kalau bunda nginep di sini, bisa gawat..” dumelnya.Brian menahan nafas saat Biya menggerakkan wajahnya untuk menukar posisi, Brian bahkan merasakan sentuhan sekilas itu. Sentuhan di mana bibir Biya menyentuh bibir Brian.Brian berdebar lagi, padahal itu bukan ciuman yang pertama tapi kenapa jantungnya begitu histeris.“Fuck!” umpat Brian seraya pelan - pelan memindahkan Biya ke tempat kosong di sampingnya.“Dia bahaya! Bikin gue gila kayak gini!” gerutu Brian seraya membawa langkahnya menuju kamar mandi.Brian melirik celananya yang mengembung.“Dan lo! Kenapa
Jayden memijat pelipisnya sekilas, Jayden di buat geleng - geleng kepala dengan kelakuan Brian.Banyak pelanggaran, ikut tawuran hingga di bawa polisi dan ada yang lebih parah. Seks bebas.Demi apapun, Jayden sudah merasakan karmanya. Ternyata perbuatannya dulu sama sekali tidak di benarkan dan membuat orang tuanya pusing.Jayden jadi rindu sang ayah--Jefri. Dia harus banyak meminta maaf pada ayahnya yang sering di buat pusing olehnya dulu.“Kapan baikan?”Jayden menoleh, mengusap pipi Zela yang kini bersandar di bahunya.“Bukan salah aku, sayang..” Jayden menyandarkan kepalanya pada kepala Zela.“__tunggu anak itu sadar sendiri, dia yang salah di sini..” lanjutnya dengan tidak ingin di bantah.“Aku kangen Brian ada di rumah, kita kumpul setiap hari, setiap pulang dari luar kita bisa ketemu mereka..”“Brian laki
Biya menjilat bibirnya gugup, tidak ada siapa - siapa di kamar ini. Bukan karena takut, dia bahkan sudah biasa sendirian. Biya hanya malu sendiri dengan apa yang di lakukan Brian pada bibirnya.Demi apapun, ciuman pertamanya di ambil Brian saat itu dan yang kedua lalu ketiga, rasanya Biya bisa gila di peluk malu dan sedih. Sedihnya karena Biya merasa tidak ada bedanya dengan Yuna CS. Apakah setelah bibir lalu turun ke_Biya menggelengkan kepalanya cepat, mencoba menepis semua pemikiran anehnya. Biya kembali gelisah, banyak sekali yang memberatkan pikirannya.“Kenapa belum siap - siap?”Biya tersentak kaget di duduknya. Nafasnya terasa tersedot tiba - tiba. Biya kembali menundukan kepalanya.“Kenapa?” Brian berdiri menjulang tinggi di depan Biya yang terduduk itu, di usapnya kepala mungil yang sering berpikir
Biya merasa tangan yang di genggam Brian kini berkeringat, karena hanya tinggal beberapa langkah lagi kakinya akan sampai di ruangan yang di tempati ayahnya.“Bri-Brian_” Biya menatap canggung wajah Brian yang tampan bak dewa itu.“a-aku em sebentar_” di tarik tangannya yang berada di tangan Brian itu.Keduanya tengah berdiri di samping pintu yang menjadi ruangan Rudy di rawat. Biya membiarkan kedua tangannya saling meremas gelisah.“Tarik nafas_buang” Brian mengusap bahu Biya, mencoba membuatnya tenang.“_ada aku bayi, tenang_ semua pasti baik - baik aja..” yakinnya.Biya menelan ludah, menatap wajah maskulin Brian dengan gugup. Suara dan wajahnya sungguh berbeda.Tidak akan ada yang percaya kalau wajah tampan namun menakutkan itu memiliki suara yang lembut. Bahkan membuat Biya nyaman.
Brian meraih helm di tangan Biya, menyimpannya lalu bercermin sesaat sebelum menggandeng Biya menuju ke dalam gedung sekolah.“Brian_” Biya melirik Brian dengan ragu dan canggung.“ki-kita pisah aja sekarang..” dengan pelan Biya berusaha menarik tangannya dari genggaman Brian.“Kenapa? Kelas kamu masih cukup jauh..” Brian berujar acuh.“Itu_” Biya mengedarkan pandangannya dengan tidak nyaman.“aku engga nyaman, lebih baik_”“Diem, ngikut aja jangan banyak berpikir, bayi..” Brian berujar santai tanpa menatap Biya, melainkan menatap sekitar dengan memindai tajam.Tak lama, keduanya sampai di depan kelas Biya. Brian melepaskan genggamannya, membuka jaketnya lalu di pakaikan pada Biya.Brian ingin menegaskan kalau Biya itu miliknya, jangan ada yang berani mengusiknya.“Jaketnya kenap_”“Pake aja, sayang..” Bria
Angga, Waldi, Satria sudah berada di ruang inap Biya yang baru di pindahkan pada ruang VVIP itu. Brian terlihat lahap memakan nasi padangnya. Angga memang tahu sekali selera Brian.“Lo gimana sih, masa anak bayi di kasih saos_” setelahnya Angga cekikikan.Waldi mengangguk.“Orang tua macam apa yang nyumpel mulut bayinya pake saos..” sindirnya.Brian mencoba abai.Satria mengamati Biya yang terlelap tanpa terganggu, bahkan tawa menggelegar Waldi tidak membuatnya terusik.Satria menepuk bahu Brian.“Bri, dia masih nafaskan?” tunjuknya pada Biya yang terlelap di atas kasur pasien.Brian mengunyah santai nasinya lalu mengangguk.“Nafaslah bego! Anjing banget pikiran lo!” semprot Brian dengan mulut penuh.
Susilo bersiul, melayangkan tos ria pada Brian yang tengah berkumpul dengan para teman - teman tongkrongannya yang lain itu. Matanya memicing geli, menggoda Brian yang jarang kumpul itu.“Pengantin baru kenapa jarang nongkrong, hm? Ngasik keluar - masuk?”Brian tersenyum kecil, menerima tosan itu.“Dia bukan cewek yang bisa gue masukin, bang__” Susilo pun duduk di samping Brian.“dia cuma bisa bikin gue gemes_” lanjutnya.Angga, Waldi dan Satria sontak bersorak geli paling heboh di antara yang lainnya. Sungguh tidak biasa mereka membahas hal menye - menye di tongkrongan. Biasanya kalau tidak selangkangan ya minuman atau balapan yang di bahas.“Cielah! Anak muda emang beda, dah berumur mana bisa pikirin yang gemes - gemesan__kepuasan sih iyah!” seru Susilo seraya meraih gelas sloki bersih lalu menuangkan minuman beralkohol yang cukup bermerk itu.Brian ha