Share

4. Putri Tidur

      Brian menggeram gemas, pinggulnya terus bergerak membuat perempuan di bawahnya mendesah kelimpungan tak bisa diam.

“Ah Bi!” desah Brian tertahan, matanya terpejam. Mencoba membayangkan sosok yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya.

Luna terdiam sejenak saat mendengar panggilan Brian dalam desahannya, namun detik berikutnya kembali mengerang kenikmatan.

Luna hendak memeluk leher Brian namun Brian tahan.“Lo lupa? Jangan sentuh gue! Biarin gue gerak sendiri!” kesal Brian seraya menghentikan gerakan di bawahnya.

“Maaf, yaudah lanjut lagi..” Luna menggerakkan pinggulnya membuat Brian kembali menggerakannya juga.

Brian berjanji, ini yang terakhir kalinya dia menyentuh Luna. Brian mempercepat gerakannya, membuat Luna mendesah semakin kencang.

Di sebelah kamar mereka Biya tampak syok, tak menyangka Luna dan Brian sudah sejauh itu.

Setelah kepergian Zela, Brian memanggil Luna ke rumahnya dan suara - suara aneh pun mulai terdengar di pendengaran Biya.

Biya merinding ketakutan.

Kembali ke tempat Brian. Setelah menuntaskan gairahnya, Brian dengan acuhnya menyuruh Luna agar pulang.

“Udah malem, nginep aja..” rengek Luna manja dan centil.

Di simpannya uang di atas pakaian Luna.“Pulang! Supir yang anter..” Brian memakai pakaian santainya lalu berjalan meninggalkan kamar tamu itu.

Brian menghampiri Biya yang ada di kamarnya dan mungkin sudah mendengar suara pergulatan mereka.

Biya tersentak kaget saat pintu kamarnya terbuka. Tatapan Biya menyorot horror si pelaku.

“Lo denger, bayi?” tanya Brian tiba - tiba seraya membawa langkahnya mendekati Biya.

Biya sontak menunduk takut dan was - was, tanpa mengerti maksud dari bayi diakhirnya. Reaksinya itu sukses membuat Brian menggeram kesal sesaat.

“Sengaja gue seks dulu biar saat tidur sama lo, guenya udah cape duluan..”

Biya kembali menggigil takut. Brian tidak mundur, dia mengangkat tubuh Biya agar merebahkan tubuhnya di atas Brian.

Kepalanya sedang sakit, jadi Brian akan menjaganya agar Biya tidak menekan kepala belakangnya saat tidak sadar nanti.

“Tidur, gue cape..” aku Brian dengan menghela nafas penuh kenyamanan, tangannya mengusap punggung Biya.

Biya tampak menggeliat pelan, dia begitu gelisah, tidak nyaman. Dadanya yang memar terasa sakit, Biya ingin tidur dalam posisi miring saja.

Brian membuka matanya.“Lo mau gue perkosa? Tidur!” tegas Brian terdengar jengkel.

“Sa-sakit..” aku Biya dengan menahan dada Brian.“da-dada aku_”

Brian membuka piyama itu dengan tidak berperasaan dan tampaklah memar di dada yang merambat hingga daging membusung yang terlindung itu.

Brian tidak terangsang sama sekali, matanya berkilat emosi. Brian ingin rasanya melucuti pakaian Biya, memperiksa semua lukanya.

Pintu kamar terbuka membuat Brian dan Biya menoleh tanpa mengubah posisi.

Luna tampak menganga melihat mereka, posisi yang pasti siapapun akan langsung salah paham.

“A-aku pamit, Bri..”

Brian hanya bergumam, dengan cepat Luna menutup pintu. Raut wajahnya masih tampak kaget seraya berjalan Luna memutuskan bermain ponsel, sepertinya malam - malam bergosip akan membantunya meredakan keterkejutan.

Brian berpikir, kalau dia memaksa Biya untuk telanjang mungkin gadis itu akan bertambah takut.

Brian meraih ponselnya tanpa membiarkan Biya turun dan mengubah posisi. Brian menyalakan kamera dan memfoto memar di dada Biya.

“Ke-kenapa_” Biya ingin menutup dadanya namun Brian terlalu kuat mengunci tangannya.

“Diem! Suatu saat nanti ini bisa jadi bukti, gue mau lo ke rumah sakit besok buat_”

“Aku ga papa, ayah engga salah..” Biya menunduk dengan berusaha menutup dadanya dengan piyama yang kini tidak berkancing itu.

“Lo_” Brian menahan emosinya, tidak habis pikir dengan pemikiran gadis itu.

“Lu-Luna liat, gi-gimana kalau salah paham?” cicit Biya dengan kembali menggeliat saat merasakan pegangan Brian mengetat di pinggangnya.

Brian menatap mata yang menunduk itu, bulu mata yang sangat lentik pikir Brian salah fokus.

Brian menyimpan asal ponselnya.“Jangan di peduliin, dia ga akan berani nyebarin di sekolah, kalau pun berani, pasrah aja..” santainya.“justru itu bagus, biar semua orang engga ada yang berani nyentuh lo..” lanjutnya.

***

Brian mengernyit, matanya yang terpejam kini terbuka. Tirai otomatis itu membuat cahaya matahari menerobos masuk dan mengganggunya yang tengah terlelap.

“Sh!” Brian merasakan kebas juga di lengannya, namun ringisan dan kernyitan itu hilang saat sadar ternyata Biya terlelap disampingnya.

Brian perlahan tersenyum, mengabaikan lengannya yang kebas. Tangan Brian terulur, mengusap perban itu dengan memperhatikannya, takut kembali berdarah.

“Engga..” nafas lega pun lolos.

Brian mengusap kening Biya lalu menunduk untuk berbisik.“Bangun bayi, apa harus di cium dulu kayak dongeng kesukaan Amora?” bisiknya dengan kekehan geli.

Biya tidak terganggu, tidurnya terlihat lelap dan nyaman. Baru pertama kali Biya tidur sampai lupa daratan dan merasa aman. Biasanya baru 3 jam sudah bangun dan tidur lagi lalu bangun lagi, tidak pernah lelap.

“Brian..” suara Zela menyapa dari luar kamar, membuat Brian menoleh ke arah pintu dengan kelabakan. Jangan sampai bundanya itu tahu kalau semalaman mereka tidur dalam satu ranjang.

Brian meraih kaosnya yang terongok di lantai lalu dengan tergesa merapihkan wajah, rambut dan penampilannya.

“Ya, bun..” sahut Brian dengan sedikit gugup dan terengah. Brian keluar kamar lalu menghampiri Zela.

“Biya masih di sini?” tanya Zela setelah menyimpan belanjaan untuk persediaan Brian selama dua minggu.

Brian mengangguk kaku.“Biya masih tidur, baru Brian tengok..” terangnya dengan mengusap tengkuknya.

Entah kenapa Brian gugup, padahal tidak melakukan hal - hal aneh pada Biya selain tidur.

Mata Zela memicing.“Kamu engga apa - apain, Biyakan?” selidiknya.

“Enggalah!” jawab Brian tidak santai, refleks.

Zela tersenyum.“Biasa aja, sayang..” di usapnya bahu Brian yang semakin tinggi itu.“ajak, Biya gih..” lanjutnya.

Brian yang kikuk hanya mengangguk.

***

Brian yang kesal karena Biya tak kunjung bangun itu memutuskan untuk naik lalu mengangkatnya hingga posisi terduduk.

“Bangun!” bisik Brian, Biya malah terkulai tanpa membuka matanya.“astaga! Babi sekali gadis ini..” geramnya sekaligus gemas, wajah Biya lucu di mata Brian saat ini.

Brian mengecup pipi Biya lalu menidurkannya lagi, mungkin pengaruh obat atau memang gadis itu kelelahan secara fisik maupun mental.

Snow apaan sih, lupa gue, si Amor yang tahu..” gumamnya seraya menyelimuti Biya.“apa harus gue cium biar lo bangun, putri tidur?” lanjutnya dengan senyum geli.

“Untung di gue dong?” kekehnya lalu menatap bibir Biya dengan penuh pertimbangan.

Brian mendekat, memiringkan wajahnya karena posisi Biya memang miring.“Gue cium, abis gue gemes sama lo yang kebonya udah merambat ke babi..” bisiknya di depan mulut Biya.

Brian mengecupnya sekilas, hanya sekilas namun membuat Brian tak karuan. Brian mematung, pikirannya yang mulai kotor membuat Brian bergegas turun, membawa langkahnya keluar.

Brian mengusap dadanya, menenangkan diri sebelum duduk di meja makan. Mengabaikan bundanya yang berbicara soal nasi goreng telor sapi yang di buatnya.

"Bri?"

Brian mengerjap."Y-ya bun?" gelagapnya 

"Kenapa? Apa kurang?"

Brian menatap nasi goreng yang ternyata sudah di depannya itu."Ah, udah bun.. Bunda kenapa pagi - pagi udah ke sini, jangan sampai ayah makin benci sama aku, bun.." acuhnya di akhir.

"Ayah kamu engga pernah benci sama kamu.."

Brian hanya diam, tidak ingin membahas lagi dan merusak moodnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status