Gaada inspirasi lain. Hampura pisan ie mah
Sudah lebih dari seminggu sejak kejadian di mana Alvis dipukuli oleh para brandalan dan berakhir di rumah keluarga Nadiar. Masih hangat di ingatan Alvis saat Bunda Nadiar menyuruh Alvis pergi ke toilet akibat air yang disemburkan oleh Pak Sultan ke wajah Alvis.
Alvis tahu itu adalah reaksi yang tidak disengaja akibat kaget yang berlebihan. Jadi, Alvis tidak mempermasalahkannya. Namun, Pak Sultan terus saja meminta maaf pada Alvis dengan menyesal. Alvis mewajarkan sifat Pak Sultan, karena ternyata Pak Sultan merupakan Wakil Direktur di perusahaan besar yang merupakan sekutu perusahaan Alvis.
Alvis hanya menenangkan dan terus berkata bahwa ia tak apa. Pak Sultan sudah memberi hormat pada Alvis, namun, Nadiar ternyata bermasalah juga.
Alvis masih ingat saat ia keluar dari toilet dan menemukan Nadiar yang menunduk takut sambil berkata, "Jangan suruh saya bunuh diri, bos. Saya beneran takut kemarin malem. Dan bos doang yang ada di sana. Jangan marah, ya? Kalo bisa, sih, jangan pecat saya juga. Saya kan baru 1 hari ada di sana. Kasihani saya, bos. Bos kan baik, sopan, ramah, murah senyum, dan tidak sombong. Yang paling penting, sih, bos ganteng banget. Dan biasanya, orang ganteng itu berperikemanusiaan. Jadi, jangan macem-macemin saya ya, bos?"
Alvis memang cuek orangnya. Masalah tersebut bukanlah masalah besar. Jadi, jawaban Alvis hanyalah anggukan dan tidak meneruskan pembicaraan lagi.
Selama seminggu ini, Alvis di rawat di rumah sakit. Bukan masalah serius. Hanya saja, luka Alvis yang terlalu banyak membuat wajahnya tidak berbentuk dan mengharuskan untuk segera pulih agar dapat hadir di pertemuan perusahaan dengan wajah yang tidak memalukan.
Rumah sakit memiliki obat-obatan yang mempercepat pemulihan. Maka dari itu, Alvis lebih memilih di rawat untuk sementara. Selama di rumah sakit, Alvis juga berkerja. Nadiar pun sering sekali menjenguknya dan memberitahukan tugas-tugas Alvis. Walapun akhirnya, Nadiar pasti mengomel panjang lebar dengan inti yang sama. Yaitu, "Bos itu masih sakit, bos! Ngapain kerja, sih?"
Alvis harus tahan dengan itu selama sehari 3 kali layaknya obat. Nadiar benar-benar Sekertaris yang tidak tahu diri. Berani sekali memarahi Alvis yang notabenenya adalah CEO perusahaan di mana perempuan itu bekerja. Alvis sempat meminta sekertaris baru pada Devan. Namun, Devan juga malah mengomelinya dan berkata, "Lo tau berapa keringat yang gue keluarin buat nyari Sekertaris yang perfect banget dan tahan ama lo?! Gak tau, kan?! Gue juga gak ngitung berapa banyaknya! Yang pasti, banyak banget! Dan sebagai sahabat dan bos yang baik, lo seharusnya ngerti keadaan dan mandiri! Jangan ngeluh!"
Padahal Alvis sedang menggunakan seragam rumah sakit. Dan kenapa orang-orang itu tega sekali mengomeli Alvis?
Mengingatnya, Alvis mendengus kasar bersamaan dengan kakinya yang menginjak pedal rem mobil. Alvis lalu membuka seatbeltnya dan keluar dari mobil. Setelah menutup pintu dan menekan remot kunci mobil, Alvis berjalan mendekati pintu panjang sebuah rumah mewah bercat putih dengan pilar di halamannya. Ini rumah orangtua Alvis.
Sudah lebih dari seminggu Alvis tidak ke sini dan bertemu keluarganya. Dan masih hangat di ingatan Alvis saat melihat keluarga Nadiar yang amat sangat harmonis. Dan dari situ, Alvis tahu darimana Nadiar mendapatkan sifatnya. Dari Pak Sultan, tentunya. Karena tidak mungkin sifat Nadiar di turunkan dari Bu Rosa selaku Ibu Nadiar yang amat anggun dan kalem. Berbanding terbalik dengan ketiga orang anggota keluarga lainnya.
Alvis sudah melewati pintu utama dan dapat melihat 3 anggota keluarga di dalamnya. Di meja makan, terdapat Sammy Sintia Gideon, adik perempuan Alvis. Sedangkan di sofa panjang, ada Ayah dan Ibu Alvis. Ayah sedang membaca koran, sedangkan Ibu sedang menyender di sofa sambil memainkan ponsel. Alvis tersenyum miris sekilas melihatnya.
Mengapa sangat berbanding terbalik? Sangat berbeda dengan keluarga Nadiar yang penuh keributan, namun terkesan hangat. Dan keluarga Alvis yang terlihat tenang, namun terkesan dingin hingga membuat Alvis sendiri merinding.
Alvis menahan dengusan kesalnya. Ia melangkah ke Ayah dan Ibunya. "Ma, Pa." sapanya, membuat 2 orang itu mendongak sekilas. Alvis langsung menyalimi keduanya dan tak ada pergerakan lainnya lagi. Sangat miris.
Alvis menelan ludah. Ia kemudian berjalan ke arah adiknya. Sebuah senyum yang tidak sampai ke mata tercetak memenuhi pipinya. "Sammy-ku~" sapanya datar, namun di buat manja.
Sammy menoleh sekilas, lalu meneruskan makannya.
Alvis duduk di samping Sammy, di kursi yang lain di meja makan itu. Tangan Alvis lalu terangkat dan mengacak rambut Sammy. "Sayang."
Sammy menoleh sekilas, lalu membenarkan tataan rambutnya kembali. "Gila," gumamnya pelan, kemudian meneruskan makannya yang tertunda.
Alvis tidak menyerah. Ia melebarkan senyumnya, membuat wajahnya terlihat seram karena matanya tidak ikut tersenyum. Tangan Alvis lalu kembali terulur, dan mencubit pipi adiknya keras-keras sambil berucap. "Unch," panjang.
Sammy melotot, lalu menyingkirkan tangan Alvis dari pipinya. "Stress," komentarnya, kemudian meneruskan makannya lagi.
Alvis tidak menyerah. Kali ini, kepalan tangannya yang melayang menjitak kepala Sammy dengan kencang.
"AW!" teriak Sammy kencang, lalu menatap horror pada Alvis yang tersenyum konyol di buat-buat. Tubuh Sammy bergidik ngeri. Cepat-cepat, ia berdiri dari duduknya dan berlari ke lantai 2.
Alvis masih setia dengan senyum konyolnya. Saat suara langkah kaki Sammy di tangga menghilang, barulah wajah datar Alvis terlihat. Suatu kenyataan menghampiri Alvis. Barusan, Alvis mencoba untuk membuat keluarganya mirip seperti keluarga Nadiar.
Alvis mendengus menyadari bahwa dirinya iri pada keluarga kecil Nadiar.
"Kamu kenapa Alvis?"
Suara dingin Ibu Alvis membuat Alvis menatap ke arah sofa, di mana disana ternyata Ibu dan Ayah Alvis sedang menatap Alvis dengan raut heran.
Alvis menggeleng sekali. "Gapapa." jawabnya, dan di respon dengan gelengan kedua orang di sana. Namun tak lama. Karena setelahnya, mereka kembali pada kesibukan mereka masing-masing.
Alvis sadar. Keluarganya, tidak akan pernah berubah. Sangat mustahil untuk membuat keluarga Alvis se-harmonis keluarga Nadiar.
Tolong kasih gue recommended cerita yang rame dan memorable dongs~Happy reading~Suara ketukan di pintu membuat Alvis mengalihkan pandangan dari laporan di dokumennya, lalu mendongak untuk menatap pintu ruangannya yang barusan diketuk dari luar. "Masuk." seru Alvin pada siapapun yang ada di balik pintu itu.Pintu terbuka sedikit demi sedikit dan berjalan lambat saat celahnya menampilkan kepala menunduk Nadiar yang terlihat gugup. "B-bos ..." cicitnya.Alvis hanya berdeham untuk membalasnya.Nadiar terlihat menggigit bibir bawahnya saat mencoba masuk lebih dalam dengan kepala yang masih menunduk dalam. "B-bos ...," panggilnya lagi.Alvis harus menahan diri untuk tidak mendengus sebal pada Nadiar. "Ada apa?""S-saya ...," ucap Nadiar gugup, dan Alvis tetap diam tanpa menjawab saat Nadiar bergerak tidak nyaman ditempatnya. "S-saya
Nadiar sedang duduk dengan pipinya yang di simpan di permukaan meja kerjanya, membuat Nadiar harus membungkuk agar kepalanya tersimpan di atas meja. Mulutnya terus berkomat-kamit, sedangkan tangannya mengelus perut rampingnya dengan miris. Nadiar lapar. Nadiar butuh makan. Waktu sudah menunjukan pukul 12 lebih 46 menit, dan sudah seharusnya cacing-cacing di perut Nadiar diberi makan. Namun, apalah daya. Nadiar mempunyai bos yang kepekaannya amat sangat rendah. Lebih rendah dari hanya sekedar kata rendah. Jika ada kata yang lebih rendah daripada kata rendah, itulah kata yang tepat untuk kepekaan Alvis pada keadaan Nadiar.Nadiar merasa ingin menangis sekarang juga. Kejam sekali ketidakpekaan Alvis.Membuat Nadiar lapar adalah kejahatan.Makanan adalah hal yang amat sangat tidak boleh alfa di hidup Nadiar. Jika harus memilih antara ditikung atau tidak di beri makan, Nadiar lebih memilih ditikung daripada tidak
Alvis sedang memakan potongan terakhir pizza yang dipesannya. Disampingnya, Nadiar sedang mencoba berbagai gorengan yang baru saja dibeli oleh satpam kantor Alvis. Jujur saja, Alvis baru sekali melihat perempuan yang amat sangat demen makan. Seharusnya, Alvis sudah dapat menebak dari camilan di belanjaan Nadiar yang sangat banyak pada malam itu. Tapi memang benar apa yang di katakan Nadiar jika Alvis tidak pekaan orangnya."Bos, ini kamsathank's gazaimuch banget loh yah," Nadiar berucap sambil tersenyum pada Alvis. Kepalanya terangguk sopan. "Sering-sering ya bos. Hehe."Alvis mengerutkan alisnya mendengar kalimat awal Nadiar. "Tadi kamu ngomong apaan?""Sering-sering, hehehe," Nadiar menjawab asal sambil nyengir lagi. Bibirnya agak berminyak, dan lipstik merahnya sudah tidak terlihat di bibir Nadiar.Alvis menggeleng pelan. "Bukan yang itu. Sebelumnya.""Kamsathank's goza
Besok, gue gak apdet dulu, yaahh. Gaada stok, soalnya. Ntah sampai kapan. Orang sibuk, biasa. Apalagi ane orang penting. HAHAHAHAAPPY READING~Nadiar menghela napas panjang sesaat setelah keluar dari ruangan Alvis. Telapak tangannya bergerak naik turun mengusap dada sebelah kirinya. Melihat penampilan Alvis yang jarang sekali itu, membuat Nadiar merasa jantungnya dag-dig-dug lebih cepat. Memang, sih, jantung selalu dag-dig-dug. Kalau tidak, ya Nadiar sudah wafat. Tapi ..., tadi itu, Nadiar hampir saja tidak bisa mengontrol dirinya. Iya, sih, Nadiar terlihat biasa saja. Ya itu karena Nadiar sudah profesional dikelilingi oleh laki-laki. Tapi, jika melihat 2 kancing teratas Alvis lepas dan membuat Nadiar dapat melihat sedikit celah kulit dada Alvis, sih ..., itu beda lagi.Ya lord, kenapa sih, gue punya Bos gak ada jelek-jeleknya sama sekali? Kasih satu kejelekan, lah ... Pesek, kek, gendut, kek. Lah ini?
Alvis tidak bisa fokus. Sesaat setelah Nadiar pergi dan Alvis kembali berbincang dengan kliennya, ia tak bisa fokus sama sekali.Alvis benar-benar tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Sebenarnya, Alvis menyadari ketidaknyamanan Nadiar. Dan Alvis juga menyadari tatapan lapar yang laki-laki itu berikan pada Nadiar. Makanya, Alvis menyuruh Nadiar membeli makanan ke kasir. Namun, lelaki itu tak berhenti menatap Nadiar. Dengan senyum miringnya, dan dengan tatapan laparnya.Sesuatu dalam diri Alvis terasa bergejolak, saat itu. Alvis tidak suka. Alvis merasa benci dengan tatapan laki-laki itu. Dan tidak ada korban untuk pelampiasan kemarahan Alvis, sehingga, saat Nadiar berbuat ceroboh seperti tadi, Alvis melepaskan segalanya keresahannya kepada Nadiar. Namun, Alvis tidak menyangka bahwa hal sekecil itu dapat membuat Nadiar menangis.Alvis menghela napas panjang, namun kemudian mengerenyit heran saat rasa ngilu menghampiri jantungnya. Al
"JEPRI! JEPRI! JEP —eh, Bang Sat." teriakan Nadiar yang membahana itu terpotong saat matanya menangkap visualisasi seorang lelaki yang duduk di karpet dengan stik PS di tangannya. Lelaki itu setengah berbaring dengan siku yang menopangnya bertumpu pada karpet. Nadiar nyengir lebar saat laki-laki itu menatap malas ke arahnya. "Bang Sat ngapain disini? Si Jepri mana?"Satria mendelik sebal. "Dia ada operasi bentar, katanya," jawabnya, yang membuat Nadiar mengangguk dengan mulut yang membulat mengerti. "Dan jangan panggil gue Bang Sat. Biasain panggil gue Andra."Nadiar kembali nyengir. "Gak ah. Lebih enak manggil Bang Sat.""Lo ini, ya!" seru Satria kesal, lalu mengubah posisinya menjadi duduk di karpet. "Kenapa, sih, lo selalu ngasih nama panggilan yang jelek ke orang? Nama gue itu Satria Inandra! Orang-orang manggil gue Andra!""Ah enggak. Bang Alden manggil lo Sat mulu."Satria mendelik lagi, lalu
Hati²! Alvis drama mode on!Baga$kara : bebBaga$kara : sayangkuBaga$kara : cintakuBaga$kara : aku kangenJ Aldendi : sok banget lu njingJ Aldendi : biasanya ngatain gw muluJ Aldendi : napa sih?J Aldendi : minta gw rajam, ya?Baga$kara : kejam lu nyetBaga$kara : ama pacar sendiri gitu amatJ Aldendi : gausah basi²J Aldendi : napa lu nyet?Baga$kara : w beneran kangen lu, njingBaga$kara : buka pager rumah, deh. Satpam gaada, soalnyaJ Aldendi : canda ya lu?J Aldendi : tumben banget rajin nyamperin gueBaga$kara : liat keluar, dongs, sayangkuhJ Aldendi : ANJING BAGAS GAK USA CANDA! INI DAH MAGHRUB BEGO!J Aldendi : sialan typoBaga$kara : gw beneran kangen lu, njing. Semenjak lu kerja, kita jarang kontekan. Lo mending buka pager rumah lo sekarang, deh. Nyamuk²
Akan ada saatnya manusia selalu mengintropeksi dan mulai memperbaiki apa yang salah. Nadiar itu manusia biasa, yang tidak luput dari dosa dan banyak kekurangan. Maka dari itu, setelah hari di mana ia membuat Alvis marah, Nadiar mulai mencari-cari kesalahannya dan apa saja yang membuatnya ceroboh.Ternyata, sepatu pentofel ber-hak tinggilah yang membuatnya agak limbung ketika menyajikan kopi pada Alvis saat tragedi itu. Karena hal itu, dengan flat shoes yang melekat di kakinya, bibir Nadiar tidak berhenti menggunjingkan senyum. Beberapa karyawan yang tersadar akan tinggi Nadiar yang berkurang itu menoleh, lalu menatap ke bawah, di mana sepatu flat shoes itu bertengger manis di kakinya.Nadiar merasa dirinya baik-baik saja. Maka, saat beberapa orang menatapnya takjub, Nadiar hanya tersenyum manis dan mengibaskan rambut dengan gaya anggun. Sampai di ruangannya, Nadiar yang baru saja akan duduk di kursinya, mengurungkan niat saat Alvis