Alvis sedang memakan potongan terakhir pizza yang dipesannya. Disampingnya, Nadiar sedang mencoba berbagai gorengan yang baru saja dibeli oleh satpam kantor Alvis. Jujur saja, Alvis baru sekali melihat perempuan yang amat sangat demen makan. Seharusnya, Alvis sudah dapat menebak dari camilan di belanjaan Nadiar yang sangat banyak pada malam itu. Tapi memang benar apa yang di katakan Nadiar jika Alvis tidak pekaan orangnya.
"Bos, ini kamsathank's gazaimuch banget loh yah," Nadiar berucap sambil tersenyum pada Alvis. Kepalanya terangguk sopan. "Sering-sering ya bos. Hehe."
Alvis mengerutkan alisnya mendengar kalimat awal Nadiar. "Tadi kamu ngomong apaan?"
"Sering-sering, hehehe," Nadiar menjawab asal sambil nyengir lagi. Bibirnya agak berminyak, dan lipstik merahnya sudah tidak terlihat di bibir Nadiar.
Alvis menggeleng pelan. "Bukan yang itu. Sebelumnya."
"Kamsathank's gozaimuch?"
Alvis mengangguk pelan. "Iya yang itu."
"Ooohhh, itu artinya makasih banyak."
"Bahasa negara mana itu?"
"Korea, Jepang, yang bersatu dengan Inggris."
"Hah?" Alvis lagi-lagi bertanya atas keajaiban bahasa dan sikap Nadiar. Mengapa perempuan ini amat sangat aneh yang dalam artian weird dan freak.
"Itu tuh campuran, Bos. Dari kamsahamnida sama thank's dicampur jadi kamsathank's. Trus dari gozaimasu sama much, jadi gozaimuch."
Alis Alvis berkerut dalam mendengarnya. "Aneh banget. Kamu tau dari mana bahasa begituan?"
"Ih! Itu, sih, bos aja yang gak gahol. Semua anak muda tau ucapan terimakasih kayak gitu."
Cantik-cantik gila, itulah Nadiar. Alvis sampai harus keseringan mengelus dada dan berucap Istighfar sering-sering jika menghadapi sikap Nadiar. Contohnya tadi saat perempuan itu memintanya bergeser tempat duduk. Amat sangat tidak melihat kedudukan dan posisi. Padahal, sudah terpampang amat jelas jika Alvis adalah Bosnya di sini. Namun, Nadiar tetap saja bersikap seenaknya dan kurang ajar pada Alvis.
Dan lagi. Bahasanya Nadiar itu, loh. Selalu di campur, dan selalu menggunakan selipan Korea di bahasanya. Benar-benar tidak efektif untuk diucapkan pada seseorang yang jabatannya lebih tinggi darinya.
"Saya ingin tanya," Alvis langsung menutup bibirnya rapat-rapat saat satu baris kalimat itu terucap dari bibirnya. Dalam hati, Alvis berdoa semoga Nadiar tidak membalas perkataannya.
"Nanya apaan?"
Alvis membuang napasnya pelan, mengetahui jika doanya tidak terkabul. Sudah tercebur, yasudah Alvis lanjutkan saja berenang. Sudah tertangkap basah juga oleh Nadiar. "Kenapa kamu selalu manggil saya Bos dibandingkan Pak?"
"Gak tau, deh. Lebih enak manggil Bos, karna keliatannya, Bos masih keliatan muda buat dipanggil Pak."
Alis Alvis mengerenyit mendengarnya. "Jadi, menurut kamu, wajah saya belum pantas untuk dipanggil Pak?" tanyanya, yang diangguki oleh Nadiar. "Dan saya harus tua dulu untuk dipanggil Pak, gitu?"
"Eung ..., gak juga, sih."
Alvis menautkan alisnya dengan heran. "Trus, kapan dong?"
Nadiar nyengir lebar. "Pas bapak jadi Ayah dari anak-anak saya, mungkin?" tanyanya ngawur, lalu tertawa terbahak-bahak sendiri.
Alvis menatap Nadiar datar, lalu berdeham. "Trus kenapa kamu belum beli hape?"
Wajah Nadiar seketika berubah menjadi kesal. Alisnya bertaut marah, sedangkan matanya memincing kesal. Tapi, tangan Nadiar tidak berhenti menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. "Ini tuh gara-gara Jepri!"
Alis Alvis bertaut heran sejenak. Namun, saat otaknya teringat panggilan tersebut, Alvis mengangguk mengerti. "Gara-gara kakak kamu?"
"Iya!" Nadiar menjawab dengan kesal, lalu berdecak. "Di ATM saya kan ada sekitar Sembilan ratus ribuan. Nah, saya pengen hape android yang keluaran terbaru itu loh. Waktu saya minta uang tambahan ke Ayah, Bang Alden malah ngomporin dan bilang, Yah, Diar kan udah kerja. Ngapain Ayah ngasih dia duit lagi? Mending, duitnya di pake buat beli keperluan Ayah sendiri aja daripada modalin hape Nadiar. Yaa, pokoknya, dia kompor banget deh, Bos! Saya ampe gak bisa bales kata-katanya lagi. Mulut Bang Alden tuh kayak ibu-ibu gosip banget! Dan akhirnya, saya harus ngalah dan belinya ntaran aja pas gajian."
Alvis mengulum bibirnya, menahan diri untuk tertawa karena ekspresi lucu milik Nadiar. Alis yang bertautan, mata yang memincing kesal, pipi yang mengembung, dan bibir yang mencebik kesal. Tapi tunggu.
Mata Alvis memincing karena wajah Nadiar yang familier. Alvis sepertinya pernah bertemu dengan Nadiar sebelum ini. Ya, saat wajah itu terlihat kesal dengan ekspresi yang sama. Namun, sebelum ini. Sebelum Nadiar tampak di kantornya. Kapan? Lebih tepatnya, kapan Alvis melihat Nadiar sebelum ini?
Otak Alvis berpikir keras. Namun, masih belum menemukan jawabannya. Yah, mungkin saja saat mereka berpapasan atau saat Alvis makan di kafe dan bertemu Nadiar. Yah, mungkin tidak penting juga pertemuan keduanya. Karena memang, apapun yang berhubungan dengan Nadiar sepertinya tidak penting.
"Mmm ..., Bos. Bentar lagi ada pertemuan. Bos gak akan siap-siap dulu?"
Yah ..., selain tentang pekerjaan, sepertinya Nadiar tidak penting. Alis Alvis bertautan mendengar pertanyaan Nadiar. "Saya harus siap-siap apa?"
"Erm ..., dokumen, mungkin? Dan ..." Nadiar tidak meneruskan ucapannya dan menatap ke arah dada Alvis dengan kedua alis yang terangkat.
Mendapat tatapan tersebut, Alvis lalu menunduk dan mendapati dasinya yang longgar dan 2 kancing teratas yang terbuka. Alvis tersentak dan langsung merapikan penampilannya. Sialan! Seharusnya, Alvis lebih memperhatikan penampilannya. Kalau begini, kan, Alvis jadi tidak berkharisma. "Kamu boleh keluar dari ruangan saya sekarang."
"O-oke ..."
Alvis sedang merapikan dasinya saat suara pintu ruangannya di tutup. Tidak lagi melihat Nadiar di ruangannya, Alvis mengumpat dan bersumpah serapah, setelah itu mengacak rambutnya dengan ganas. Tangan Alvis kemudian merapikan rambutnya saat sadar jika hal barusan malah memperparah kharismanya sebagai Bos.
Besok, gue gak apdet dulu, yaahh. Gaada stok, soalnya. Ntah sampai kapan. Orang sibuk, biasa. Apalagi ane orang penting. HAHAHAHAAPPY READING~Nadiar menghela napas panjang sesaat setelah keluar dari ruangan Alvis. Telapak tangannya bergerak naik turun mengusap dada sebelah kirinya. Melihat penampilan Alvis yang jarang sekali itu, membuat Nadiar merasa jantungnya dag-dig-dug lebih cepat. Memang, sih, jantung selalu dag-dig-dug. Kalau tidak, ya Nadiar sudah wafat. Tapi ..., tadi itu, Nadiar hampir saja tidak bisa mengontrol dirinya. Iya, sih, Nadiar terlihat biasa saja. Ya itu karena Nadiar sudah profesional dikelilingi oleh laki-laki. Tapi, jika melihat 2 kancing teratas Alvis lepas dan membuat Nadiar dapat melihat sedikit celah kulit dada Alvis, sih ..., itu beda lagi.Ya lord, kenapa sih, gue punya Bos gak ada jelek-jeleknya sama sekali? Kasih satu kejelekan, lah ... Pesek, kek, gendut, kek. Lah ini?
Alvis tidak bisa fokus. Sesaat setelah Nadiar pergi dan Alvis kembali berbincang dengan kliennya, ia tak bisa fokus sama sekali.Alvis benar-benar tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Sebenarnya, Alvis menyadari ketidaknyamanan Nadiar. Dan Alvis juga menyadari tatapan lapar yang laki-laki itu berikan pada Nadiar. Makanya, Alvis menyuruh Nadiar membeli makanan ke kasir. Namun, lelaki itu tak berhenti menatap Nadiar. Dengan senyum miringnya, dan dengan tatapan laparnya.Sesuatu dalam diri Alvis terasa bergejolak, saat itu. Alvis tidak suka. Alvis merasa benci dengan tatapan laki-laki itu. Dan tidak ada korban untuk pelampiasan kemarahan Alvis, sehingga, saat Nadiar berbuat ceroboh seperti tadi, Alvis melepaskan segalanya keresahannya kepada Nadiar. Namun, Alvis tidak menyangka bahwa hal sekecil itu dapat membuat Nadiar menangis.Alvis menghela napas panjang, namun kemudian mengerenyit heran saat rasa ngilu menghampiri jantungnya. Al
"JEPRI! JEPRI! JEP —eh, Bang Sat." teriakan Nadiar yang membahana itu terpotong saat matanya menangkap visualisasi seorang lelaki yang duduk di karpet dengan stik PS di tangannya. Lelaki itu setengah berbaring dengan siku yang menopangnya bertumpu pada karpet. Nadiar nyengir lebar saat laki-laki itu menatap malas ke arahnya. "Bang Sat ngapain disini? Si Jepri mana?"Satria mendelik sebal. "Dia ada operasi bentar, katanya," jawabnya, yang membuat Nadiar mengangguk dengan mulut yang membulat mengerti. "Dan jangan panggil gue Bang Sat. Biasain panggil gue Andra."Nadiar kembali nyengir. "Gak ah. Lebih enak manggil Bang Sat.""Lo ini, ya!" seru Satria kesal, lalu mengubah posisinya menjadi duduk di karpet. "Kenapa, sih, lo selalu ngasih nama panggilan yang jelek ke orang? Nama gue itu Satria Inandra! Orang-orang manggil gue Andra!""Ah enggak. Bang Alden manggil lo Sat mulu."Satria mendelik lagi, lalu
Hati²! Alvis drama mode on!Baga$kara : bebBaga$kara : sayangkuBaga$kara : cintakuBaga$kara : aku kangenJ Aldendi : sok banget lu njingJ Aldendi : biasanya ngatain gw muluJ Aldendi : napa sih?J Aldendi : minta gw rajam, ya?Baga$kara : kejam lu nyetBaga$kara : ama pacar sendiri gitu amatJ Aldendi : gausah basi²J Aldendi : napa lu nyet?Baga$kara : w beneran kangen lu, njingBaga$kara : buka pager rumah, deh. Satpam gaada, soalnyaJ Aldendi : canda ya lu?J Aldendi : tumben banget rajin nyamperin gueBaga$kara : liat keluar, dongs, sayangkuhJ Aldendi : ANJING BAGAS GAK USA CANDA! INI DAH MAGHRUB BEGO!J Aldendi : sialan typoBaga$kara : gw beneran kangen lu, njing. Semenjak lu kerja, kita jarang kontekan. Lo mending buka pager rumah lo sekarang, deh. Nyamuk²
Akan ada saatnya manusia selalu mengintropeksi dan mulai memperbaiki apa yang salah. Nadiar itu manusia biasa, yang tidak luput dari dosa dan banyak kekurangan. Maka dari itu, setelah hari di mana ia membuat Alvis marah, Nadiar mulai mencari-cari kesalahannya dan apa saja yang membuatnya ceroboh.Ternyata, sepatu pentofel ber-hak tinggilah yang membuatnya agak limbung ketika menyajikan kopi pada Alvis saat tragedi itu. Karena hal itu, dengan flat shoes yang melekat di kakinya, bibir Nadiar tidak berhenti menggunjingkan senyum. Beberapa karyawan yang tersadar akan tinggi Nadiar yang berkurang itu menoleh, lalu menatap ke bawah, di mana sepatu flat shoes itu bertengger manis di kakinya.Nadiar merasa dirinya baik-baik saja. Maka, saat beberapa orang menatapnya takjub, Nadiar hanya tersenyum manis dan mengibaskan rambut dengan gaya anggun. Sampai di ruangannya, Nadiar yang baru saja akan duduk di kursinya, mengurungkan niat saat Alvis
Olahraga yang Alvis jalani ternyata bukan olahraga yang berlatar tempat di gym atau lapangan golf. Olahraga yang di jalani Alvis benar-benar olahraga yang berbeda. Yaitu, memanah dan juga menembak. Jika seperti ini, namanya bukan olahraga. Tetapi latihan.Nadiar benar-benar tidak mengerti. Nadiar kira, olahraga Alvis itu elite. Semacam golf, billiard, atau bowling. Namun ini berbeda. Nadiar bahkan tidak terbayang jika memanah dan menembak adalah suatu bidang olahraga. Jadi, yang dilakukan Nadiar saat sampai di ruangan memanah adalah melongo, lalu menatap Alvis dengan mata membelalak kaget. "Bos ..."Seperti biasa, Alvis hanya menoleh sekilas, lalu bertanya menggunakan kata, "Hm?""Olahraga Bos, memanah? Saya kirain golf.""Bukan," jawab Alvis, tanpa menoleh pada Nadiar dan hanya menatap datar pada latihan memanah di depannya.Nadiar mengerjapkan matanya, lalu menatap aneh pada Alvis. "Semenjak kapan
Besok absen dulu ya~ HCnya gaada stok.Nadiar menggigit bibir bawahnya dengan gugup saat lelaki di depannya menatap intens kepada Nadiar, dan tidak berkedip sedetik saja. Seolah, lelaki di hadapan Nadiar kini memang menginginkan Nadiar ketakutan dan terintimidasi.Mereka berdua duduk di kursi salah satu warung pinggiran yang berada di depan gedung olahraga memanah dan menembak itu. Setelah meminta izin pada Alvis dan menjelaskan siapa itu Calvin, Alvis terlihat mengerti namun sesaat sebelumnya terdapat kilatan heran di mata Alvis. Nadiar mengabaikannya karena anggukan kepala Alvis lebih penting di banding kilatan heran Alvis.Lelaki di depannya, adalah Calvin, salah satu dari ke-4 pacar Nadiar. Calvin itu seumuran dengan Nadiar, namun benar-benar kekanakan karena sifatnya yang cemburuan dan posesif tapi cuek. Hmm, bagaimana ya cara menjelaskannya? Bisa di bilang, Calvin itu agak masa bodo pad
Ngeh, gak, sih, kalo setiap judul di chapter HC pada judul lagu semua?"AYAH!! BUNDA!! BANG ALDEN!! KABAR GEMBIRA UNTUK KITA SEMUA!! BUKAN TENTANG KULIT MANGGIS, TAPI TENTANG HAPE NADIAR YANG DI KASIH GRATIS SAMA CEO NADIAR YANG BAIK HATI DAN TIDAK SOMBONG ITU!!"Nadiar langsung berteriak heboh dan mencari-cari ketiga anggota keluarga di rumahnya. Namun, Nadiar tidak menemukan siapapun di ruang makan rumahnya. Nadiar mengerenyit heran, lalu mencari-cari tiga anggota keluarga di rumahnya. Nadiar menemukan 3 anggota keluarga disana ternyata sedang berkumpul mengelilingi satu objek di tengah-tengah, yang entah apa itu Nadiar pun tidak tahu. Nadiar lalu menghampiri mereka. "Bun, Yah, Bang, lagi ngapain?"Ketiga orang di sana mengangkat wajah, lalu tersenyum pada Nadiar."Sayang, kamu sudah pulang?" tanya sang Ayah dengan senyum cerah, yang terlihat kilatan jahil di matanya.Nadiar