Sepatu kulit hitam terhentak elegan ditengah kegusaran pria tampan berdarah campuran Russia-Turkey, jas surbiton yang melekat ditubuhnya terlihat sempurna dan berusaha menyembunyikan otot pria itu yang terus memberontak ingin memperlihatkan nya dengan menawan.
Kemeja biru dengan merk Turnbull & Asser ikut menyempurnakan penampilan pria tersebut.Seisi Rumah Sakit menjadi gaduh saat kehadiran kedua pria yang benar benar mencuri perhatian.
Mata cokelat indah itu tampak mengamati nomor kamar yang ia lewati bersama sahabatnya Matt Lebiance. Alis tebal yang dimiliki pria itu mengerut begitu tak mendapati nomor kamar yang ia cari. Namun hembusan nafas lega terdengar samar saat Matt terlebih dahulu menemukannya.
"Hallo Dad," sapa Matt saat pintu terbuka dan menemukan sosok pria paruh baya terbaring tak berdaya diatas bed berukuran setengah dari kasur king size yang biasa ia tempati di mansion.
"Mr Kiel masih dalam pengaruh obat anastesi, butuh sekitar 4 jam agar kesadarannya kembali." Perawat tersebut keluar setelah memasang beberapa infusan ditangan Tn. Kiel yang merupakan ayah kandung Vincent.
"Vin, sebaiknya kau segera menikah," Matt berjalan mendekati bed dimana pria paruh baya itu terkulai lemas dan menatap iba saat melihat kondisi Dadd yang mulai lemah.
”Hentikan omong kosong mu." Vin menggenggam jemari Dadd yang tampak rapuh dan mulai keriput.
"Tak semua wanita seperti ibumu, kau harus melihatnya dengan cara pandang yang lebih luas dude!" peringat Matt menusuk.
Vin memilih diam daripada membalas perkataan Matt yang akan berujung dengan pertengkaran diantara mereka. Ia mengecup punggung tangan sang ayah dan berlalu meninggalkan Matt dan Daddy.
Vin butuh udara segar untuk menghilangkan segala kegusaran yang terus menyelimuti dirinya. Ia tahu diusia 34 tahun adalah hal yang wajar untuk mulai memikirkan pernikahan dan anak anak dari darah keturunannya.
Namun, ia juga tak dapat menampik kejadian keji yang ia alami oleh wanita yang begitu dicintainya 'Sonnia Kiel' ibu kandungnya sendiri dan bayangan itu terus menerus merenggut segala pikiran Vin dengan tragis.
Ia tak bisa mencintai wanita manapun bahkan ia selalu membunuh siapa saja yang bersinggungan dengan dirinya. Langkah kaki Vin terus melewati lorong sepanjang Rumah Sakit hingga menemukan taman yang indah dan beberapa orang yang tampak bercengkrama dengan teman, kerabat bahkan ada beberapa yang tengah berkeliling menggunakan kursi roda untuk sekedar melihat pemandangan yang sejuk.
Vin menggaruk tengkuknya sebelum duduk menghampiri kursi yang mengarah pada danau dibawah rimbunnya pohon trembesi.
Sesaat memori menyedihkan dalam hidup nya tertarik kembali dan berputar seperti CD kusut dengan menampilkan beberapa potongan kejadian di masa lalu.
Siksaan demi siksaan mulai menghadang penglihatan Vin namun dengan cepat Vin menggeleng kasar dan mengusap wajahnya gusar, peluh mulai bercucuran di pelipis yang tampak mengerut dalam merusak kesempurnaan wajah tampan yang biasa ia perlihatkan.
***
"Kau akan pergi visite sekarang?" Gabriella mengikat rambutnya dengan cekatan sebelum kembali mengambil beberapa list pasien yang akan mereka kunjungi.
"Hmmm," Tara membiarkan rambut hitam nya terurai menutupi sebagian punggung yang terbalut oleh jas dokter. Tak lupa ia selalu membawa stetoskop yang setia tergantung dileher wanita tersebut.
"Hoaaammm kalian bekerjalah aku akan pergi tidur sebelum pesta pertunangan ku malam nanti," Joey menaruh beberapa list di meja nurse station dan segera berlalu meninggalkan Tara dan Gabriella yang mendelik malas.
"Mengapa kau tak mengambil spesialisas anastesi?" tanya Tara yang mulai berjalan mendahului Gabriella.
"Karena aku tak ingin bertemu dengan Joey si bodoh yang menyebalkan," kekeh Gabriella lalu membuka pintu kamar salah satu pasien yang mereka tangani.
"Good afternoon Madam," sapa Tara tersenyum lembut dibalas dengan pancaran sinar bahagia dari sorot mata wanita tua yang sedang duduk diatas bed ditemani cucunya yang masih duduk di bangku kuliah.
"Kau selalu terlambat mengunjungi ku!" kesal wanita tua tersebut ditengah guratan wajah yang mulai membaik dari sebelumnya.
"Oh God! Kau selalu tampak lebih cantik jika tengah kesal seperti ini, pertahankan! " goda Tara yang dibalas kekehan geli wanita tua tersebut.
"Kau selalu saja mengerjaiku,"
Pembawaan Tara yang supel, ramah, ceria, dan penuh canda membuat beberapa pasien turut bahagia ditengah kondisi nya yang tak sehat dan penuh dengan rasa putus asa.
"Biar aku memeriksa mu, berbaringlah perlahan," Tara menuntun wanita itu dengan hati hati sebelum mencuci tangan lalu meraih stetoskop dan menempatkan nya di area dada.
"Apa kau masih ada keluhan nyeri?" Tara mulai menggeser stetoskop tersebut ke dada sebelah kanan.
"Sedikit"
"Lakukan apa yang aku anjurkan padamu oke?" Tara mulai menarik stetoskop tersebut dan menggantungnya kembali dileher.
"Tapi aku-"
"Jika kau lupa akan aku ingatkan kembali, lakukan latihan fisik aerobik selama 20-30 menit dalam waktu 5 hari selama satu minggu, kedua diet rendah sodium, ketiga harus menurunkan berat badan dan selanjutnya."
"BERHENTI MEROKOK," sambung wanita tua itu dengan memutar bola mata malas.
"Good," balas Tara tertawa geli, ia pun tak habis pikir mengapa seorang wanita bisa sangat menyukai rokok bahkan kepulan asapnya saja dapat membuat sesak napas dan batuk batuk.
"Kau akan lebih sempurna jika meninggalkan kebiasaan itu." Tara mengusap dada wanita tersebut dengan lembut.
"Baiklah aku akan mencoba nya."
"Harus."
"Dokter Tara, bisakah aku belajar banyak padamu?" tanya Maria yang merupakan cucu satu satunya wanita tua yang sedang berbaring saat ini. Rambut burgundy miliknya diikat diatas dengan ikat rambut yang memiliki beberapa pernak pernik didalamnya, kacamata besar membingkai matanya yang diperkirakan minus 3 sebelah kanan juga silinder pada mata sebelah kiri.
"Kau akan mengganggu waktu nya yang berharga," potong neneknya tak enak hati.
"Aku mengambil jurusan kedokteran di kampus ku, aku ingin menjadi dokter hebat seperti dirimu. Maka dari itu bantulah aku," Maria menyatukan kedua telapak tangan didada dan menatap Tara penuh permohonan.
"Aku tidak keberatan sama sekali, berikan ponselmu aku akan menghubungi mu jika senggang," jawab Tara seraya memberikan senyuman manis pada calon anak didik dihadapannya.
"Yeay!" Maria segera memberikan ponsel yang sedang ia genggam, jemari lentik itu menggeser layar dan mengetik nomor handphonenya sendiri.
"Thank youuuuuu soooo muchhh," girang Maria mengambil alih handphone yang diberikan Tara. Senyum Tara mengembang melihat raut kebahagiaan diwajah polos Maria. Jarang sekali ia bertemu dengan mahasiswa polos seperti Maria.
Terkadang Tara selalu melihat Maria menyempatkan diri membaca buku ditengah kesibukannya mengurus sang nenek. Maka dari itu ia tak keberatan jika memang Maria ingin belajar banyak darinya, bahkan Tara akan sangat senang memiliki penerus dirinya yang handal juga tangguh.
'percaya diri sekali' kekeh Tara dalam hati.
***
-To Be Continued-
Terimakasih banyak udah baca sampai chapter ini ;) tinggalkan jejak cintamu di kolom komentar ya ;) dan dukung Luna Lupin dengan VOTE menggunakan GEM, thank you!
Novel karya Luna Lupin yang lain :
- My Wife is Bodyguard (Emily Blunt & Mike Delwyn - Romance Action 21+)
- BEATRIX ADELINE: (Beatrix Adeline & David Mills - Romance Erotic 21+) : Novel ini eksklusif hanya ada di HotBuku
Visual book follow Instagr*m : @_lunalupin
"Pada akhirnya kau pun bertemu dengan Joey," Tara menulis beberapa point perkembangan pasien dan resep obat yang harus ditebus. "Yeahh setidaknya dikampusku dulu, aku tidak pernah terganggu oleh kejahilannya," Gabriella terkekeh pelan. Joey memang sahabat yang terkadang menjengkelkan dan bodoh dalam versi geniusnya, dia selalu mendapat nilai bagus bahkan di semester akhir ia mendapat nilai diatas rata rata (cumlaude). "Setidaknya kau bisa memanfaatkan kecerdasan nya bukan? Dia selalu senang jika dimanfaatkan olehmu," tawa Tara sebelum menutup list pasien dan berjalan menuju kamar yang akan ia visite selanjutnya. "Good afternoon Mr.Kiel," sapa Tara saat mendapati pria paruh baya yang tengah duduk berbincang dengan seorang pria muda yang ia perkirakan adalah kerabat nya. "Good afternoon My Queen Angel," balasnya tersenyum cerah memamerkan gigi rapi dan putih yang dimilikinya. "Oh My God, bahkan kau pun memanggil ku seperti itu? Astaga berlebihan
"Bagaimana keadaan mu Dadd?" tanya Vin mulai mendekat saat kedua dokter tersebut melangkah pergi dari kamar sang ayah. "Simpan semua omong kosong mu anak nakal!" kesal Mr Kiel membuang wajahnya kearah lain. Ia malas melihat anak laki-laki satu satunya yang sulit diatur bahkan masih terlihat mementingkan dirinya sendiri. "Maafkan aku, aku sedang memikirkan keinginanmu," jelas Vin sabar dan duduk tepat dibelakang punggung sang ayah yang tengah merajuk layaknya anak balita. "Ayahmu sudah tua! Aku sudah meminta mu untuk segera menikah berulang kali tapi kau..?" "Aku sedang memikirkan nya Dadd tolong bersabar lah," Vin mulai merangkul bahu sang ayah mencoba menetralkan amarah yang bersarang dihati pria paruh baya tersebut. "Semua wanita berlomba untuk mendapatkan mu, apa salahnya kau pilih salah satu diantaranya. Itu bukan hal yang sulit," ujarnya lagi dengan kerutan alis yang semakin dalam. "Dadd... Kau tau? Aku sedang mempersiapkan
Happy reading :)----------------------Jantung yang berpacu dalam dada bidang pria bermata cokelat tampak ia hiraukan ketika bersitatap dengan manik legam wanita dihadapan nya. Ia tak mengerti mengapa jantungnya berdebar seperti ini dan juga.. mengapa bisa wanita bermanik legam ini terasa menusuk ke dalam relung dirinya yang dalam. Seakan jiwa mereka melebur menjadi kesatuan yang utuh dan menerobos benteng kokoh yang ia bangun selama ini. Mustahil!"Ahhh Tara Clarke," Tara memilih mengulurkan tangannya megakhiri kontak mata dengan pria yang menakjubkan seperti Vin. Ia takut menemukan segala bentuk kekejaman dan hal keji yang ia rasa pedih dan menyayat. Luka itu terlalu besar, luka itu sudah terlalu lama hingga menyebabkan mata cokelat indah itu tampak dingin dan tajam."Vincent Hogan Kiel." sambut Vin tak melepas pandangan sedikitpun pada Tara yang tampak gugup dan gusar. Tara menatap jemari tangan yang tengah digenggam hangat oleh Vin, hatinya berdesir
Happy reading! ---------------------------- "Don't touch." Tara mulai membalikkan badan berusaha melepas cengkraman pria yang ia hindari selama ini. "Mengapa kau menjauhiku Tara? Aku mencarimu selama ini!" Nick terus menggenggam erat pergelangan Tara yang semakin merah, namun wanita bermanik legam tersebut menahan rasa sakitnya dan lebih menyalangkan matanya pada pria berambut hitam tersebut. "Hentikan omong kosong mu dokter Nick Scotti!" Tara menyunggingkan senyum sinis padanya, ia benci menatap mata pria didepannya kini dan yang paling sangat ia benci bahwa dirinya justru merindukan tatapan rindu pria bermanik legam yang sama denganya. "Jelaskan padaku mengapa kau menghindar dan pergi meninggalkan ku?!" Sentak Nick mulai geram. "Kau ingin tau jawabanku?" tanya Tara getir bersamaan dengan bibirnya yang bergetar menahan amarah bercampur kecewa. Mta Tara yang dulu selalu memancarkan kebahagiaan serta kelembutan padanya, kini sir
Happy reading!-------------------------------------"Aaaarghh!!" Vin memejamkan matanya erat, bibirnya ia gigit kuat bermaksud mengalihkan rasa sakit atas segala cambukan yang ia terima dari sang ibu ditengah tubuh kecilnya, sekuat tenaga ia menopang tubuh tersebut diatas lantai marmer beralaskan sikut yang hanya menempel pada lantai itu.Punggung mungil yang menjadi alas dan sasaran atas cambukan amarah sang ibu, membuatnya menjadi merah mengeluarkan darah pada tiap inci kulit yang sebelumnya tampak putih dan mulus. Suara cambukan demi cambukan terdengar begitu keras dan menggila ditelinga Vin kecil saat itu. Ini adalah cambukan yang kesekian kali ia terima."Ini adalah balasan untuk mu karena sudah mengganggu kesenangan ku!" Geram sang ibu tanpa henti mengayunkan tangannya memberikan pecutan yang entah keberapa kali ia layangkan pada Vin."Kau telah menghianati ayahku wanita jalang!" Sentak Vin dengan amarah yang berkobar namun menyayat. Sesungg
Happy reading my lovely reader ;) ----------------- Maybach Exelero hitam membelah jalanan kota menuju Glendale. Vin memutuskan akan mengunjungi mansion miliknya disana. Ia menolak keras saat Matt berusaha membujuk agar dapat mengantarnya pulang. Beberapa kali ia memukul stir ditengah konsentrasi yang terbagi dua. Mengapa ia harus mengingat masa lalu saat bersama wanita asing yang baru dikenal? Namun rasa nyaman dekapan wanita bermanik legam itu tak mampu ia pungkiri. Bahkan degub jantung yang berpacu saat bersamanya hingga kini masih begitu terasa. Aroma Rosemary yang menguar dari tubuh Tara telah memanjakan indra penciumannya. Perlakuan lembut, pandangan khawatir Tara begitu menggetarkan disetiap syaraf tubuh Vin, apalagi ketika wanita bersurai hitam itu begitu menggebu menceritakan kejadian tadi pada Matt namun tergambar jelas rasa khawatir disana. Senyum samar menghiasi wajah Vin sesaat sebelum getaran ponsel yang diletakkan di dashboard mobil mengalihkan perhatiannya. "Gospod
Happy reading :)----------------"Kita terlambat Queen Angel!" Gabriella melangkah cepat menuju ruang konferensi tempat meeting para dokter dilakukan."Itu salahmu!" Tara sedikit berlari menyusul langkah Gabriella yang hendak mencapai pintu."Jika bukan karena mu, aku tak akan mabuk hingga pagi!" Kesal Gabriella lalu merapikan penampilannya yang sedikit kusut pada bagian rambut."Calmdown Gab, kau seperti akan bertemu hantu," Tara menarik napas dalam sebelum memegang daun pintu didepannya."Mungkin lebih dari itu,"Tara mendorong pintu perlahan lalu membungkuk hormat meminta maaf atas keterlambatannya. Gabriella ikut melakukan hal yang sama dibelakang Tara."Jangan kau ulangi Mrs Tara!". tegur Mr Ryan yang merupakan director asistant di rumah sakit.Sesaat pandangan Tara terkunci pada pria yang sangat ia benci dan ia hindari selama ini, Nick Scotti. Bagaimana bisa ia telah duduk manis dalam konferensi besar pagi ini? Ta
Happy reading :)------------------"Hallo Mr Kiel," sapa Tara tersenyum ramah saat melihat wajah pria tua yang berbinar karena kedatangannya. Ia harus memakan waktu lama berdebat dengan Nick hingga berakhir disini tanpa diikuti pria brengsek itu. Segala usaha ia lakukan agar dapat terhindar dari pria yang sudah berhianat padanya, namun pada akhirnya semesta bercanda dengan mempertemukannya kembali ditempat ini."Kau menepati janjimu nona," pria tua itu terkekeh pelan meraih gelas diatas nakas lalu meneguknya perlahan.Sesaat manik legam Tara menangkap pria bermanik coklat tengah duduk disamping Mr Kiel dengan santai. Pria yang sempat membuat nya merona ditengah keberanian untuk mendekapnya. Tara ingat, betapa halus dan keras surai chestnut blonde itu yang sempat ia usap dengan telapak tangannya, bahu dan punggung kokoh itu sempat ia peluk mampu menggetarkan seluruh syaraf ditubuhnya, manik cokelat yang tampak berkilau selalu menyembunyikan segala laranya