Share

Chapter 7: My Guess

Happy reading!

-------------------------------------

"Aaaarghh!!" Vin memejamkan matanya erat, bibirnya ia gigit kuat bermaksud mengalihkan rasa sakit atas segala cambukan yang ia terima dari sang ibu ditengah tubuh kecilnya, sekuat tenaga ia menopang tubuh tersebut diatas lantai marmer beralaskan sikut yang hanya menempel pada lantai itu.

Punggung mungil yang menjadi alas dan sasaran atas cambukan amarah sang ibu, membuatnya menjadi merah mengeluarkan darah pada tiap inci kulit yang sebelumnya tampak putih dan mulus. Suara cambukan demi cambukan terdengar begitu keras dan menggila ditelinga Vin kecil saat itu. Ini adalah cambukan yang kesekian kali ia terima.

"Ini adalah balasan untuk mu karena sudah mengganggu kesenangan ku!" Geram sang ibu tanpa henti mengayunkan tangannya memberikan pecutan yang entah keberapa kali ia layangkan pada Vin.

"Kau telah menghianati ayahku wanita jalang!" Sentak Vin dengan amarah yang berkobar namun menyayat. Sesungguhnya ia pun sesak atas semua kebenaran tentang penghianatan sang ibu terhadap ayahnya. Bukankah ayah telah memberikan semua yang ibunya inginkan? Bukankah ayahnya telah memenuhi semua kebutuhan wanita ini? Lalu apa ini? Apa yang telah ibunya lakukan bersama pria brengseknya sekarang?

Tidak. Bukan hanya sekarang, tapi sudah 1 tahun berlalu dia melakukan hal gila dan menjijikan seperti saat ini. Vin berusaha melepas tali yang mengikat kuat kedua kakinya dibawah sana. Rasa panas yang tercipta dipunggung berusaha ia abaikan demi memusatkan seluruh tenaganya untuk melepas tali yang sedari tadi memberi goresan sadis pada pergelangan kakinya.

"Hentikan sayang," pria yang diperkirakan berusia sama dengan ayahnya kini mulai menyibak selimut yang menutupi tubuh polos itu, membuat hati Vin semakin teriris bersama dengan kebencian yang terpancar dalam manik cokelat tersebut. Benar, mereka telah melakukan hal yang menjijikan didepan anak laki laki berusia 10 tahun dengan cara liar dan kasar. Vin benar benar muak dengan kedua manusia yang tak pantas dikatakan sebagai manusia.

Pria itu tampak mengambil bathrobe maroon yang tergeletak diatas sofa dan mengenakan nya dengan santai seolah tak terjadi apa apa dikamarnya saat ini. Pria itu mengikat tali bathrobe sebelum seringai tajam di bibirnya mengembang dan meraih botol Space Barley lalu menenggaknya dengan kasar, kedua mata biru itu tampak menatap tajam kearah anak laki-laki yang tertelungkup diatas lantai marmer dan dipenuhi darah yang berasal dari tubuh nya sendiri.

"Anak nakal, kau bahkan telah menikmati pemandangan indah tadi bukan?" Ia berjalan mendekat, berjongkok dan mengarahkan ujung botol Space Barley pada dagu Vin sebagai perantara untuk mengangkat wajah kecil itu agar bersitatap dengan dirinya. Saat itu pula dengan tak segan Vin meludah tepat diatas kening pria yang menjadi selingkuhan ibunya, Sonia.

"VINCENT!" Bentak sang ibu geram, tangannya terkepal erat hendak melayang kan pukulan pada putranya sendiri bersama amarah yang telah ia tahan sejak tadi. Namun pria itu segera menahannya lalu mengusap air liur Vin dengan ibu jari dan menjilatinya dengan gerakan memutar didalam mulutnya sendiri.

"Bajingan keparat!"

"Apakah itu pujian untukku?" Senyum seringai tampak menghiasi wajahnya yang justru terkesan memiliki rencana untuk membunuh Vin secara perlahan. Ia mengambil pisau belati Gerber Mark II diatas laci nakas lalu meraih dagu Vin dengan ujungnya dan saat itu pula darah mengalir perlahan akibat goresan dari pisau tersebut.

Vin tau, pisau yang menyayat nya saat ini adalah pisau yang dibuat oleh seorang veteran Kapten Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, Bud Holzman dan diproduksi oleh Gerber Legendary Blades. Hanya tentara militer Amerika lah yang memiliki senjata ini, dan itu berarti pria tersebut merupakan mantan dari seorang militer Amerika Serikat.

"Tampaknya kau tak asing dengan benda ini," ujarnya kemudian. Ia membawa pisau tersebut dekat pada bola mata Vin yang membulat sempurna.

"Apa kau takut?" Pertanyaan yang keluar dari mulut pria didepannya tampak sebuah ancaman yang mematikan bagi Vin.

"Bagaimana bisa anak seusiamu tahu mengenai benda tajam ini? Apa ayahmu yang memberi tahu?"

"Sepertinya, kau akan menikmati hidup mu yang hancur bersama pisau ini," Ia menjauhkan pisau tersebut memandang lekat ketika darah Vin mengalir indah hingga menetes diujung jemarinya.

"Ceroboh sekali Kiel membiarkan anak ini berada ditempat ku tanpa bodyguard."

"Kau, akan mati dengan sayatan indah dipunggung mu anak nakal!"

Mata Vin terpejam saat pria itu mulai menusuk ujung pisau tersebut dikulit punggungnya secara perlahan hingga ia menggeser benda tajam itu mengukir mengikuti jejak luka cambuk yang Sonia berikan.

"Aaaaaaaarggh!!!" Sungguh kali ini terasa amat menyakitkan dibanding ratusan cambuk yang ia terima. Bahkan ia dapat merasakan perih saat ujung pisau itu menari diatas luka yang belum pulih akibat kejadian yang sama.

"Aku akan membalasmu brengsek!!" Teriak Vin diatas kesakitan yang sama sekali tak bisa ia tahan, ia berjanji dan bersumpah akan membunuh kedua orang ini dengan cara yang sama oleh tangannya sendiri.

Sesaat pria itu menghentikan aksinya dan melangkah menuju nakas untuk meraih Crown Ambassador Reserve lalu menyirami punggung kecil Vin secara perlahan diatas luka yang baru saja ia ukir. Rasa sakit itu kembali menguasai diri Vin kecil yang seketika itu pula membuat pandangannya kabur dan menggelap.

***

"Vin!?" Teriak Tara yang saat ini telah berdiri menghadap Vin dengan meraih wajah pucat penuh buliran keringat di pelipis pria bermanik cokelat itu.

"Tak apa Vin, iam here.." Tara mengusap surai chestnut blonde Vin perlahan tanpa ragu, hingga membawa nya kedalam pelukan, entah ini benar atau tidak yang pasti ia mengikuti apa yang pria ini butuhkan, Menurutnya.

PTSD? Benarkah? Nafas memburu Vin masih terasa dalam dekapan Tara, jemari yang sedari tadi terkepal erat mulai meregang, tubuhnya yang gemetar perlahan mulai berkurang saat Vin mencoba menghirup aroma tubuh Tara yang kecil dan menenangkan.

"It's okay, take a deep breath Vin, semuanya akan baik baik saja," Tara mengusap tengkuk hingga bahu yang terasa keras dan kokoh namun tampak rapuh. Ia tak tahu dugaannya benar atau salah, mungkinkah Vin mengalami post-traumatic stress disorder? Tapi, kejadian apa yang telah ia alami? Manik Tara kembali pada objek seorang anak laki-laki yang dimarahi oleh ibunya. Mungkinkah ia pernah dilakukan serupa oleh ibunya sendiri atau..?

Pertanyaan itu hilang bergantikan degupan jantung yang mulai tak biasa, saat jemari Vin melingkar pada pinggang Tara yang begitu pas dalam genggamannya, Vin balas mendekapnya erat hingga mereka sama sama merasakan rambatan asing pada dirinya sendiri.

"Tetaplah seperti ini, sebentar saja.."

***

-To Be Continued-

Untuk visual book follow I*******m @_lunalupin :)

Karya Luna Lupin yang lain ---> My Wife is Bodyguard

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status