Happy reading!
-------------------------------------
"Aaaarghh!!" Vin memejamkan matanya erat, bibirnya ia gigit kuat bermaksud mengalihkan rasa sakit atas segala cambukan yang ia terima dari sang ibu ditengah tubuh kecilnya, sekuat tenaga ia menopang tubuh tersebut diatas lantai marmer beralaskan sikut yang hanya menempel pada lantai itu.
Punggung mungil yang menjadi alas dan sasaran atas cambukan amarah sang ibu, membuatnya menjadi merah mengeluarkan darah pada tiap inci kulit yang sebelumnya tampak putih dan mulus. Suara cambukan demi cambukan terdengar begitu keras dan menggila ditelinga Vin kecil saat itu. Ini adalah cambukan yang kesekian kali ia terima.
"Ini adalah balasan untuk mu karena sudah mengganggu kesenangan ku!" Geram sang ibu tanpa henti mengayunkan tangannya memberikan pecutan yang entah keberapa kali ia layangkan pada Vin.
"Kau telah menghianati ayahku wanita jalang!" Sentak Vin dengan amarah yang berkobar namun menyayat. Sesungguhnya ia pun sesak atas semua kebenaran tentang penghianatan sang ibu terhadap ayahnya. Bukankah ayah telah memberikan semua yang ibunya inginkan? Bukankah ayahnya telah memenuhi semua kebutuhan wanita ini? Lalu apa ini? Apa yang telah ibunya lakukan bersama pria brengseknya sekarang?
Tidak. Bukan hanya sekarang, tapi sudah 1 tahun berlalu dia melakukan hal gila dan menjijikan seperti saat ini. Vin berusaha melepas tali yang mengikat kuat kedua kakinya dibawah sana. Rasa panas yang tercipta dipunggung berusaha ia abaikan demi memusatkan seluruh tenaganya untuk melepas tali yang sedari tadi memberi goresan sadis pada pergelangan kakinya.
"Hentikan sayang," pria yang diperkirakan berusia sama dengan ayahnya kini mulai menyibak selimut yang menutupi tubuh polos itu, membuat hati Vin semakin teriris bersama dengan kebencian yang terpancar dalam manik cokelat tersebut. Benar, mereka telah melakukan hal yang menjijikan didepan anak laki laki berusia 10 tahun dengan cara liar dan kasar. Vin benar benar muak dengan kedua manusia yang tak pantas dikatakan sebagai manusia.
Pria itu tampak mengambil bathrobe maroon yang tergeletak diatas sofa dan mengenakan nya dengan santai seolah tak terjadi apa apa dikamarnya saat ini. Pria itu mengikat tali bathrobe sebelum seringai tajam di bibirnya mengembang dan meraih botol Space Barley lalu menenggaknya dengan kasar, kedua mata biru itu tampak menatap tajam kearah anak laki-laki yang tertelungkup diatas lantai marmer dan dipenuhi darah yang berasal dari tubuh nya sendiri.
"Anak nakal, kau bahkan telah menikmati pemandangan indah tadi bukan?" Ia berjalan mendekat, berjongkok dan mengarahkan ujung botol Space Barley pada dagu Vin sebagai perantara untuk mengangkat wajah kecil itu agar bersitatap dengan dirinya. Saat itu pula dengan tak segan Vin meludah tepat diatas kening pria yang menjadi selingkuhan ibunya, Sonia.
"VINCENT!" Bentak sang ibu geram, tangannya terkepal erat hendak melayang kan pukulan pada putranya sendiri bersama amarah yang telah ia tahan sejak tadi. Namun pria itu segera menahannya lalu mengusap air liur Vin dengan ibu jari dan menjilatinya dengan gerakan memutar didalam mulutnya sendiri.
"Bajingan keparat!"
"Apakah itu pujian untukku?" Senyum seringai tampak menghiasi wajahnya yang justru terkesan memiliki rencana untuk membunuh Vin secara perlahan. Ia mengambil pisau belati Gerber Mark II diatas laci nakas lalu meraih dagu Vin dengan ujungnya dan saat itu pula darah mengalir perlahan akibat goresan dari pisau tersebut.
Vin tau, pisau yang menyayat nya saat ini adalah pisau yang dibuat oleh seorang veteran Kapten Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, Bud Holzman dan diproduksi oleh Gerber Legendary Blades. Hanya tentara militer Amerika lah yang memiliki senjata ini, dan itu berarti pria tersebut merupakan mantan dari seorang militer Amerika Serikat.
"Tampaknya kau tak asing dengan benda ini," ujarnya kemudian. Ia membawa pisau tersebut dekat pada bola mata Vin yang membulat sempurna.
"Apa kau takut?" Pertanyaan yang keluar dari mulut pria didepannya tampak sebuah ancaman yang mematikan bagi Vin.
"Bagaimana bisa anak seusiamu tahu mengenai benda tajam ini? Apa ayahmu yang memberi tahu?"
"Sepertinya, kau akan menikmati hidup mu yang hancur bersama pisau ini," Ia menjauhkan pisau tersebut memandang lekat ketika darah Vin mengalir indah hingga menetes diujung jemarinya.
"Ceroboh sekali Kiel membiarkan anak ini berada ditempat ku tanpa bodyguard."
"Kau, akan mati dengan sayatan indah dipunggung mu anak nakal!"
Mata Vin terpejam saat pria itu mulai menusuk ujung pisau tersebut dikulit punggungnya secara perlahan hingga ia menggeser benda tajam itu mengukir mengikuti jejak luka cambuk yang Sonia berikan.
"Aaaaaaaarggh!!!" Sungguh kali ini terasa amat menyakitkan dibanding ratusan cambuk yang ia terima. Bahkan ia dapat merasakan perih saat ujung pisau itu menari diatas luka yang belum pulih akibat kejadian yang sama.
"Aku akan membalasmu brengsek!!" Teriak Vin diatas kesakitan yang sama sekali tak bisa ia tahan, ia berjanji dan bersumpah akan membunuh kedua orang ini dengan cara yang sama oleh tangannya sendiri.
Sesaat pria itu menghentikan aksinya dan melangkah menuju nakas untuk meraih Crown Ambassador Reserve lalu menyirami punggung kecil Vin secara perlahan diatas luka yang baru saja ia ukir. Rasa sakit itu kembali menguasai diri Vin kecil yang seketika itu pula membuat pandangannya kabur dan menggelap.
***
"Vin!?" Teriak Tara yang saat ini telah berdiri menghadap Vin dengan meraih wajah pucat penuh buliran keringat di pelipis pria bermanik cokelat itu.
"Tak apa Vin, iam here.." Tara mengusap surai chestnut blonde Vin perlahan tanpa ragu, hingga membawa nya kedalam pelukan, entah ini benar atau tidak yang pasti ia mengikuti apa yang pria ini butuhkan, Menurutnya.
PTSD? Benarkah? Nafas memburu Vin masih terasa dalam dekapan Tara, jemari yang sedari tadi terkepal erat mulai meregang, tubuhnya yang gemetar perlahan mulai berkurang saat Vin mencoba menghirup aroma tubuh Tara yang kecil dan menenangkan.
"It's okay, take a deep breath Vin, semuanya akan baik baik saja," Tara mengusap tengkuk hingga bahu yang terasa keras dan kokoh namun tampak rapuh. Ia tak tahu dugaannya benar atau salah, mungkinkah Vin mengalami post-traumatic stress disorder? Tapi, kejadian apa yang telah ia alami? Manik Tara kembali pada objek seorang anak laki-laki yang dimarahi oleh ibunya. Mungkinkah ia pernah dilakukan serupa oleh ibunya sendiri atau..?
Pertanyaan itu hilang bergantikan degupan jantung yang mulai tak biasa, saat jemari Vin melingkar pada pinggang Tara yang begitu pas dalam genggamannya, Vin balas mendekapnya erat hingga mereka sama sama merasakan rambatan asing pada dirinya sendiri.
"Tetaplah seperti ini, sebentar saja.."
***
-To Be Continued-
Untuk visual book follow I*******m @_lunalupin :)
Karya Luna Lupin yang lain ---> My Wife is Bodyguard
Happy reading my lovely reader ;) ----------------- Maybach Exelero hitam membelah jalanan kota menuju Glendale. Vin memutuskan akan mengunjungi mansion miliknya disana. Ia menolak keras saat Matt berusaha membujuk agar dapat mengantarnya pulang. Beberapa kali ia memukul stir ditengah konsentrasi yang terbagi dua. Mengapa ia harus mengingat masa lalu saat bersama wanita asing yang baru dikenal? Namun rasa nyaman dekapan wanita bermanik legam itu tak mampu ia pungkiri. Bahkan degub jantung yang berpacu saat bersamanya hingga kini masih begitu terasa. Aroma Rosemary yang menguar dari tubuh Tara telah memanjakan indra penciumannya. Perlakuan lembut, pandangan khawatir Tara begitu menggetarkan disetiap syaraf tubuh Vin, apalagi ketika wanita bersurai hitam itu begitu menggebu menceritakan kejadian tadi pada Matt namun tergambar jelas rasa khawatir disana. Senyum samar menghiasi wajah Vin sesaat sebelum getaran ponsel yang diletakkan di dashboard mobil mengalihkan perhatiannya. "Gospod
Happy reading :)----------------"Kita terlambat Queen Angel!" Gabriella melangkah cepat menuju ruang konferensi tempat meeting para dokter dilakukan."Itu salahmu!" Tara sedikit berlari menyusul langkah Gabriella yang hendak mencapai pintu."Jika bukan karena mu, aku tak akan mabuk hingga pagi!" Kesal Gabriella lalu merapikan penampilannya yang sedikit kusut pada bagian rambut."Calmdown Gab, kau seperti akan bertemu hantu," Tara menarik napas dalam sebelum memegang daun pintu didepannya."Mungkin lebih dari itu,"Tara mendorong pintu perlahan lalu membungkuk hormat meminta maaf atas keterlambatannya. Gabriella ikut melakukan hal yang sama dibelakang Tara."Jangan kau ulangi Mrs Tara!". tegur Mr Ryan yang merupakan director asistant di rumah sakit.Sesaat pandangan Tara terkunci pada pria yang sangat ia benci dan ia hindari selama ini, Nick Scotti. Bagaimana bisa ia telah duduk manis dalam konferensi besar pagi ini? Ta
Happy reading :)------------------"Hallo Mr Kiel," sapa Tara tersenyum ramah saat melihat wajah pria tua yang berbinar karena kedatangannya. Ia harus memakan waktu lama berdebat dengan Nick hingga berakhir disini tanpa diikuti pria brengsek itu. Segala usaha ia lakukan agar dapat terhindar dari pria yang sudah berhianat padanya, namun pada akhirnya semesta bercanda dengan mempertemukannya kembali ditempat ini."Kau menepati janjimu nona," pria tua itu terkekeh pelan meraih gelas diatas nakas lalu meneguknya perlahan.Sesaat manik legam Tara menangkap pria bermanik coklat tengah duduk disamping Mr Kiel dengan santai. Pria yang sempat membuat nya merona ditengah keberanian untuk mendekapnya. Tara ingat, betapa halus dan keras surai chestnut blonde itu yang sempat ia usap dengan telapak tangannya, bahu dan punggung kokoh itu sempat ia peluk mampu menggetarkan seluruh syaraf ditubuhnya, manik cokelat yang tampak berkilau selalu menyembunyikan segala laranya
Hallo, kembali lagi setelah hampir dua hari merenungi perjalanan mereka hihihiHappy reading ;)----------------------"Mengapa kau terus mengabaikan ku?" Nick semakin kesal karena sedari tadi ia merasa tak dianggap keberadaannya oleh Tara."Kau yang sejak tadi terus membahas masa lalu konyol kita Nick, we are in the hospital area, prioritize professionalism okay? because we are working with the patient's life!". Tara mendelik tajam, lalu mengambil dokumen yang diberikan oleh seorang perawat dan mencatat beberapa tindakan yang akan dilakukan besok.Ia tak mampu berkonsentrasi ditengah pikiran yang bercabang, bagaimana bisa Vin menciumnya secara tiba-tiba seperti tadi? Bukankah sebelumnya pria itu mengacuhkan dirinya. Tara merasa kesal seakan dilecehkan oleh pria bermata cokelat itu, namun ia tak dapat menampik bahwa rasa lembut dan kelembaban yang Vin torehkan padanya begitu memabukkan."Okay, aku minta maaf." Nick mengangkat kedua tan
Happy reading :)--------------------Tara lebih menikmati pemandangan malam dari atas gedung Ronald Reagan UCLA Medical center, ia butuh suasana hening untuk sekedar menenangkan hati dan pikiran nya sesaat. Ia tak mungkin meminta Gabriella untuk menemaninya ditengah kondisi ibunya yang sakit. Ia juga tak akan mungkin meminta Joey untuk sekedar menghibur mengingat pria itu tengah menikmati rasa bahagia atas pertunangannya.Surai hitam miliknya menari lembut saat hembusan angin membelainya perlahan. Catsuit putih yang dilapisi oleh Cardigan cokelat membuat ia tampak manis dan santai. Hot Chocolate menemani setiap jemari yang mulai mendingin karena suasana malam. Pergi ke tempat tertinggi di rumah sakit adalah keputusan yang tepat.Tara masih merenung mengenai kejadian yang membuatnya seakan mengikuti latihan shock therapist. Bagaimana bisa Vin berubah sepersekian detik dari ketidak pedulian terhadapnya menjadi keberanian yang nyata untuk menyesap bibirnya
Happy reading ;)-----------------------Mobil Maybach Exelero hitam kembali membelah jalanan kota California menuju Los Angeles dengan kecepatan penuh. Suara tembakan demi tembakan membuat siapapun yang berada dijalan tersebut lebih memilih untuk menepi."Shit! Mengapa ia menemukan ku?!!" Vin segera memasang anti peluru dalam jaket kulit navy yang ia kenakan, lalu kembali mengarahkan desert eagle pada mobil Koenigsegg CCXR Trevita silver milik salah satu anggota Mafia Checnya. Sialnya ia tak memiliki banyak peluru dan hanya menggunakan Desert eagle untuk menembak lawan."Aku kira ada penghianat kedua setelah Gagiyev," jawab Matt santai namun matanya masih menajam pada jalanan didepannya."Fyodor, temukan beberapa penghianat Bratva!" Perintah Vin dibalik car kit handsfree."Ya, Gagiyev! Anda yakin tak membutuhkan tim penyelamat Sir?" Tanya Fyodor ragu."Tidak, aku bisa mengatasinya sendiri. Setelah ini berikan informasi yang ku harapk
Happy reading ;)-------------------"Ada yang mengetahui tentang misi kita Sir," Fyodor akhirnya mendatangi Vin di rumah sakit, setelah menemukan seluruh bukti mengenai dua orang penghianat yang bersekutu dengan mafia Checnya."Apa kau telah membunuhnya sesuai dengan yang ku inginkan?""Ya, gospodin."Vin menyandarkan punggung pada head bed, jemari kokoh itu terus menggulir cursor laptop yang berada dalam pangkuannya. Rasa sakit pada luka post operasi tak menghalangi ia untuk menyaksikan dua orang penghianat tengah disiksa secara brutal oleh anak buahnya. Disamping itu, ia membagi konsentrasi pada beberapa dokumen perkembangan penjualan uranium pekan lalu."Ketua CCJ Cameco Corp, Mr Arnoldus. Menyewa anggota Mafia Checnya untuk membunuhmu, Gospodin," pria bersurai Cinnamon Brown itu berdiri disamping Vin. Kulit putih yang ia milik sangat kontras dengan baju ungu yang tampak santai. Pasalnya Vin menyuruh Fyodor untuk mengganti gaya casual se
Happy reading ;)-----------------------Suasana malam yang begitu sunyi tak menyurutkan tawa diantara mereka. Setelah mengganti luka perban, Vin meminta Tara menemaninya saat senggang. Pria bersurai chestnut blonde itu tampak lebih santai dari sebelumnya. Tara bahkan lebih nyaman saat duduk berdua diatas bed berbagi cerita masa kuliah yang menyulitkan hidupnya."Aku bahkan sangat putus asa saat menjalani coass di rumah sakit, pada kenyataannya.. sekolah kedokteran seakan menjadikan ku siswa abadi," Tawa Tara menyeruak merdu di lorong pendengaran Vin. Tawa itu teramat indah hingga menampakkan lesung pipi yang menambah kesan manis pada wajah mungil yang wanita ini miliki. Vin tak menyadari jika Tara memiliki lesung pipi yang sempurna."Namun kau tahu, saat aku memberikan pertolongan pada pasien dan itu berhasil, aku bahkan seperti berubah menjadi Iron Man," Tara menepuk dada dan melebarkan kedua tangan berusaha memperlihatkan otot lengan dibalik jas putih ya