Share

Chaps 5: Stealing Your Heart

10 tahun yang lalu

Semester ganjil telah datang! Semester kenaikan kelas dan semester kelulusan bagi siswa kelas tiga! Semester yang penuh dengan kelas tambahan dan remidi di setiap ujian. Semester penentuan. Semester yang pendek katanya, karena berisi belajar belajar dan belajar.

Icha datang lebih pagi hari ini. Dia kangen berat dengan sahabat - sahabatnya, sudah seminggu sejak terakhir kali mereka bertemu, walaupun sering berkontak lewat sms dan telepon, beberapa kali ketemu di rumah Jaja dengan dalih ‘membantu Jaja pindahan’, tetap saja, kangen! Telpon sms nggak seefektif kalau ketemu orangnya langsung. Iya, mereka masih pakai ponsel yang cuma bisa telpon dan sms. Maklum, cuma hape Jaja dan Ida yang sudah upgrade dan memiliki fitur aplikasi chat.

Dia duduk di bangku panjang depan kelas sambil mencoba belajar sedikit materi semester lalu. Selang beberapa waktu, dari gerbang depan, dia melihat Hafid dan Jaja datang beriringan. Dua dari empat sahabatnya sudah dating! Icha melambaikan tangan dengan heboh, yang dibalas Hafid santai. Jaja tidak membalasnya, melihat ke arahnya pun tidak! Mungkin Jaja belum melihatnya, matanya kan memang agak - agak rabun, begitu pikir Icha.

Tapi betapa kagetnya Icha saat Jaja hanya lewat begitu saja di depannya, tanpa senyum, tanpa menoleh, apalagi membalas sapaannya. Icha mencoba mencari jawaban dari Hafid, hanya untuk mendapatkan tatapan serupa dirinya di sana. Bingung. Kaget. Bertanya - tanya.

Icha mengekor Jaja ke dalam, menghampiri bangkunya dan duduk di depannya.

"Jaja, Pagi!"

Senyum Icha menghilang, binar matanya meredup kala Jaja lagi - lagi mengacuhkannya dan keluar meninggalkan kelas, seolah Icha tidak berada di sana.

Dan sepanjang hari itu, Icha terus invisible untuk Jaja. Bahkan Jaja menghilang begitu belistirahat berbunyi tanpa menunggu mereka, padahal mereka biasa ke kantin bareng saat istirahat pertama.

Anehnya, hanya pada Icha Jaja seperti itu5t Dia masih tertawa lepas bersama Hafid, masih bercanda dengan Ida dan Nisya. Hanya pada Icha.

Jaja, kenapa? Icha salah apa? Kenapa Jaja cuekin Icha?

***

Icha’s Current POV

Icha terbangun, tersedak nafasnya sendiri karena mimpi buruk yang sering berulang sepuluh tahun terakhir ini. Hari pertama semester ganjil saat dia kelas tiga SMP adalah disaster bagi masa putih birunya. Mimpi buruk! Hari - harinya tak pernah sama lagi sejak saat itu. Dia seperti kehilangan dirinya dan menjadi orang baru sejak saat itu. Orang baru yang sama sekali tidak disukainya.

Icha bahkan sempat di bully terang - terangan oleh anak cheerleader yang mengidolakan Jaja. Sebenarnya kejadian ini sudah lumayan sering, tapi tidak pernah terjadi secara terang - terangan sebelumnya karena Jaja dan teman - temannya yang lain selalu melindunginya. Anehnya dari Ida, Nisya dan Icha yang dengan Jaja, hanya Icha yang mendapat perlakuan tidak enak di sekolah. Berbagai rumor jelek mulai menguar tentang dirinya, membuat dia dikucilkan. Rumor tentang dia dan Jaja, ada yang bilang mereka berantem, ada yang bilang Icha ditolak Jaja, macem - macem. Bahkan ada juga rumor kurang enak tentang Bapak. Walaupun nggak terlalu santer terdengar. Kebetulan Bapak adalah ketua komite wali murid SMP Nusantara. Hanya Ida, Nisya dan Hafid yang masih tetap berada di sampingnya hingga mereka lulus.

Icha trauma. Amat sangat. Trauma pada orang - orang yang terlihat superior. Karena alasan itulah, dia yang sudah mendapat beasiswa di SMA yang sama dengan Nisya, Ida, Hafid dan Jaja, memutuskan untuk mendaftar di SMA yang berbeda agar bisa memulai lembarannya yang baru. SMA yang nyaris nggak ada teman - teman yang berasal dari SMP yang sama dengannya. Dia tidak mengenal siapapun di SMA barunya. Lebih baik begitu, jadi dia bisa memulai lembaran barunya. Susah payah dia meyakinkan Bapak. Untung saja dia juga akhirnya mendapatkan beasiswa di SMAnya, membuat dia tidak begitu merasa bersalah pada Bapak karena sudah menyia - nyiakan tawaran beasiswa sebelumnya. Dia hanya tidak ingin masa SMA nya juga sama mengerikannya dengan tahun terakhir SMP nya.

Dengan nafas masih tersengal, Icha meraih botol minum yang dia taruh di meja nakas di sebelah kirinya sebelum tidur tadi.

Jam 4 pagi. Sebaiknya dia bangun dan sholat subuh saja. Mungkin setelahnya mengerjakan beberapa laporan perjalanan yang harus dia kerjakan selama dia di sini. Dan mungkin, jika badannya sudah lebih enakan, hari ini dia ingin ikut kelas pelatihan lagi. Nggak enak absen lama - lama. Sudah sampai sini.

Icha selesai melakukan rutinitas paginya saat jam menunjukkan pukul setengah 7 pagi. Dia memaksakan diri mandi air dingin tadi, niatnya biar seger, tapi malah badannya menjadi agak lemas sekarang, dan kepalanya bertambah pusing setelah dia mengerjakan laporannya. Duh, asam lambung benar - benar tidak bisa diajak kompromi ya. Harus beneran sembuh dulu baru bisa melanjutkan aktivitasnya. Rencananya untuk ikut kelas pelatihan hari ini sepertinya harus ditunda dulu.

Memutuskan untuk berbaring lagi di tempat tidurnya, dia membaca ulang chat Hafid dan sahabat - sahabatnya di group kemaren malam yang belum sempat di balasnya:

Al-Hafid: Cha, pingsan? Jaja barusan telpon katanya lagi nganter lo balik ke hotel

NisyaAhmad: Icha pingsan? Kenapa Cha? Kata Jaja kenapa Fid?

Al-Hafid: Kata Jaja tadi kecapekan sama over stressed. Asam lambung naik

FaridaZein: Jaja masih sama Icha? Udah sampe hotel?

FaridaZein: Yang?! Ih dikacangin gue

NisyaAhmad: Kok bisa, sih?! Aku kepikiran gilak! Kondisi Icha gimana?

FaridaZein: Gue kepikiran yang lain

NisyaAhmad: :v focus Nyak, focus!

FaridaZein: Kenapa Jaja yang nganter? Fokusku masih disitu aja dari tadi

Al-Hafid: Barusan Jaja telpon lagi, Girls. Icha udah sampe hotel dengan selamat. Uda diperiksa dokter juga. Tadi gue minta Jaja nungguin sampe Icha siuman, tapi dia harus balik katanya

FaridaZein: Alibi teros!!

Al-Hafid: Udah, yang penting Icha nya gak kenapa-napa

Setelah panggilan dengan Nisya terputus, baru dia tau ada puluhan missed call dari sahabat - sahabatnya dan bahkan dari Ibu, tiga di antaranya. Dia sempat berpesan pada Nisya yang masih sekota dengannya untuk tidak melapor apapun, apapun tentang keadaannya, kepada Bapak dan Ibu. Nggak lucu aja panic, tapi jauh. Percuma. Nggak bisa ngapa - ngapain. Cuma jadi beban pikiran aja nanti.

Jadi... Azra tau kalau dia tinggal di hotel ini selama di Bangkok. Dia juga yang mengirim room service tempo hari. Dia mengantarkan Icha yang pingsan kembali ke hotel setelah pemeriksaan dokter. Susunan Puzzle mulai tertata rapi di kepala Icha. Pertanyaaan Icha tetap sama. Kenapa, Ja? Kenapa ke Icha?

Ketukan di pintu menariknya kembali dari lamunannya.

"Room service!"

Lagi?

***

Azra’s 10 Tahun Yang Lalu

Sepanjang liburan semester genap dia sibuk. Ya sibuk belajar, sibuk packing karena Mamanya akan pindahan, kembali ke Jakarta, dan sibuk menyusun strategi baru untuk membuat Icha peka pada perasaannya. Kata Hafid, yang penting peka dulu.

Tapi sebenernya Azra khawatir. Setelah Icha jadi peka terus gimana? Iya kalo perasaannya berbalas kayak Hafid ke Ida. Kalo mentok di friendzone gimana?

Icha beberapa kali datang ke rumah untuk bantu Mama packing. Seperti hari ini, dia bantuin Mama dan Azizah, adiknya, mengosongkan kamar Mama. Sebagian besar barang - barangnya memang akan di pindahkan ke Jakarta. Karena rumah lamanya juga sudah selesai di renovasi. Dulu mereka memboyong isi rumah ke Jogja karena di rumah lama kosong dan Mama ingin merenovasinya. Niatnya biar nanti pas Papa pulang ke rumah, keadaan rumah lebih kondusif untuk Papa. Tapi takdir berkata lain. Papa belum sempat pulang ke rumah itu lagi, Papa langsung pulang ke rumahnya yang abadi.

“Tadi Icha dianter siapa? Mas Eka?” Didengarnya Mama bertanya.

“Sama Mas Eka, Ma. Sekalian mau main sama temennya katanya.”

Di antara teman - temannya, Mama memang lebih dekat dengan Icha. Mungkin karena Azra juga lebih dekat sama Icha? Kalau ada Icha di rumah, Mama pasti nggak waro dia. Auto invisible Azranya. Kesel? Dikit sih, malah lebih ke seneng gitu. Dia jadi bayangin masa depan.

Ini Azra, umur 16 tahun, belum pernah pacaran, naksir berat sama temen deketnya dan bayanginnya udah masa depan bersama.

“Nanti di jemput lagi?”

“Kalo nggak dijemput Jaja aja yang anter, Ma.” Sahutnya lantang.

Waktunya berdua dengan Icha ya hanya seperti itu. Tapi itu yang membuatnya jadi special. Jarang - jarang dan singkat. Bikin nagih.  

Saat Icha nggak ke rumahnya, mereka hanya bertukar SMS atau conference call bersama yang lain. Tapi jangan dibayangkan isi SMS nya akan romantic. Karena Jaja tetap Jaja dan Icha tetap Icha. Yang satu konyol dan yang satu ngambekan. Azra pernah mencoba menelpon Icha, hanya Icha saja, sekali selama liburan, tapi malah berakhir dimarahi karena dikira iseng.

Kebayang kan, bagaimana putus asanya Azra pada Icha sampai harus membuat strategi baru?

Tapi semuanya runtuh di malam terakhir liburannya. Karena satu SMS yang datang dari nomor tak dikenal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status