Azra's Current POV
Dia sampai rumah lagi - lagi jam setengah sepuluh malam. Lembur lagi. Dia sudah mengabari istrinya tentang hal ini, dan Icha bilang dia akan menunggu.
Ida sudah dijemput Hafid sekitar jam tujuh malam tadi. Temannya itu memang selain akhir bulan, jadwalnya amat bikin iri. Masuk jam sembilan pagi dan pulang jam enam sore, idaman, sungguh!
Dia membawakan Icha oleh - oleh bakmie jawa yang khas Jogja yang dimasak dengan arang. Hitung - hitung mengurangi kerinduan Icha pada kampung halamannya. Memang Icha tidak pernah bilang, tapi doa jadi suami kan harus tau diri. Masa biasanya kumpul, serumah, pas pergi nggak dikangenin.
Dia melangkah ke dalam rumah dengan langkah ringan. Menemukan istrinya menonton TV sambil rebahan. Segera dia membungkuk di atas istrinya untuk mengecup dahinya, membuat Icha kaget.
"Eh, udah pulang. Kok nggak denger suara mobil kamu?" Tanyanya heran.
"Kamu fokus banget kali, nontonnya sampe nggak denger
Azra's Current POVMereka sudah bersiap sejak pagi. Sabtu mereka yang biasanya dihabiskan dengan bangun siang, hunting sarapan di luar, lanjut belanja mingguan dan memberekan urusan domestik, kini berganti dengan travel kit yang terpacking rapi di bagasi belakang mobilnya untuk staycation mereka semalam saja di Angke Kapuk sekalian Azra menyelesaikan pekerjaannya di sana.Dia melihat istrinya yang amat bersemangat. Katanya tadi, Akhirnya dia bisa lihat usaha yang dikelola oleh suaminya itu jauh sebelum mereka menikah. Siapa tau dia juga bisa diajak staycation di hotel yang di Batam besok - besok. Well, itu tentu saja, tapi mungkin setelah Highseason berakhir.Dan dia juga sempat bilang pada Istrinya itu, kalau profit tahun ini bagus, mungkin mereka bisa membuka sister hotel satu lagi di pantai Wates dekat bandara baru Yogyakarta.Dan reaksi istrinya tentu saja heboh dan bahagia sekali. Dia berharap banget kalau hal itu terlaksana.Katanya, kalau it
Icha's Current POVDia hanya berjalan - jalan sebentar di pantai yang ada di sekitaran hotel. Sunset yang jadi cita - citanya terpaksa dia nikmati dari resto saja. Nggak terlalu bagus karena tertutup pepohonan magrove, tapi dia tetapdapet golden hournya. Lumatan. Karena kalau harus masuk hutan dan lewat jempatan setapak, dia tidak yakin akan selamat saat pulang nanti. Gelap, takut tercebur ke air.Bukan karena nggak bisa berenang, tapi dulu sekali waktu dia masih kecil, Mas Eka pernah menakutinya saat liburan ke pantai Mangrove di Kulon Progo, katanya, Mangrove itu rumahnya buaya putih. Jadi kalo kamu nakal, kamu bisa di lempar ke perairan mangrove dan nantinya dimakan sama buaya putih. Nah, dia takut gara - gara itu.Setelah matahari terbenam, dia berjalan - jalan di sepanjang gang masukke hotel. Di sana banyak stall makanan dan souvenir. Dia tetiba kepikiran ingin membelikan Azra sesuatu."Silakan, Kak, dilihat - lihat souvenirnya." Salah satu pramuniag
Azra's Current POVEmpat bulan... beberapa hari lagi, mereka hampir lima bulan menikah, dan Azra masih merasa luar biasa karena bisa menjadikan Icha miliknya. Perempuan mungil yang sedang tertidur meringkuk dengan rambut setengah basah di sampingnya ini, adalah istrinya.Selepas subuh bersama, Icha langsung merangkak naik lagi ke ranjang untuk melanjutkan tidurnya. Salahnya, dia mengacaukan tidur istrinya semalam. Entahlah, dia merasa akhir - akhir ini sangat ingin memiliki istrinya seutuhnya. Berapa banyak pun mereka melakukannya semalam dan kemarin, rasanya masih belum cukup.Azra tersenyum sembari mengelus pipi lembut Icha yang hanya dibalas gumaman tak jelas. Gemas sekali. Dia sudah rapi. Berkas yang dibutuhkannya juga sudah siap di meja samping pintu kamar. Hari ini dia ada rapat direksi hotel. Sekitar lima belas menit lagi. Karena alasan itulah mereka menginap di sini dua hari ini. Dan seperti biasanya, dia memanfaatkannya dengan sangat baik.
Icha's Curent POVHasilnya mungkin sebentar lagi keluar. Dia kembali ke kamar dengan tubuh gemetaran. Ya karena lemas, ya karena harap - harap cemas."Gimana?"Azra bertanya saat dia membuka pintu kamar.Dia langsung menyerahkan strip tipis yang dipegangnya pada suaminya itu. "Kamu aja yang lihat, aku nggak berani." Jawabnya pelan.Azra diam, mengambil strip tersebut, sementara dia duduk di sebelah Azra. Tangannya saling terkepal di pangkuannya. Takut, cemas. Mimpi buruknya beberapa bulan lalu seperti terulang lagi. Azra yang seperti tahu kecemasannya, menggapai tangannya dan meremasnya pelan. Seolah memberikan kekuatan melalui genggaman tangan tersebut.Beberapa saat berlalu dalam keheningan seperti itu. Kenapa Azra diam saja? Seharusnya sudah terlihat kan, hasilnya? Kenapa nggak dibuang itu stripnya? Kalau negatif harusnya langsung dibuang saja, nggak usah dilihatin. Bikin sakit hati."Ja?""Hmm?""Negatif ya?" Dia mem
Azra Current POV Dia melihatnya. Akhirnya dia melihatnya lagi. Di sana, di deretan meja barisan kedua. Dengan papan nama yang jelas menampakkan identitasnya; Icha Aryani – Jogjakarta, Indonesia. Ichanya. Perempuan yang menawan hatinya sejak pertemuan pertama mereka dua belas tahun yang lalu. Yang mewarnai naik turun kehidupannya di masa puber. Maklum, cinta pertama, kata orang susah di lupakan. Perempuan yang harus dijauhinya karena kesalahpahaman yang dia biarkan meradang seperti borok yang menjamur tak pernah sembuh. Hanya karena dia terlalu pengecut untuk meminta maaf. Padahal kalau dipikir, awalnya bukanlah masalah yang terlalu serius andai dia mau terbuka. Screw him and his ego. Pertama melihatnya pagi itu, Azra mengenalinya seketika, bahkan sebelum dia berbalik. Terlihat nyaris sama seperti dua belas tahun yang lalu, tapi versi upgrade nya. Icha yang dulu dingatnya adalah anak perempuan remaja manis deng
10 Tahun lalu Hari ini adalah hari pertama Classmeeting. Minggu bebas yang diadakan sekolah sebagai ajang unjuk gigi kebolehan dan kekompakan antar kelas yang biasanya dipanitiai oleh OSIS. Ujian Akhir Semester berakhir minggu lalu. Lomba olahraga dan festival seni menggaung memenuhi seluruh atmosfer SMP Nusantara. Karena gerbang dibuka sepanjang hari, banyak siswa ndableg yang datang siang dan pulang gasik. Beberapa dari siswa ndableg itu adalah lima pelajar bandel yang ngumpet dari kejaran wali kelas karena tidak ingin mengikuti lomba dan festival apapun. Mereka sedang ngadem di bawah pohon akasia di belakang aula yang pasti sepi karena sebagian besar massa siswa berkumpul di lapangan dan halaman utama sekolah. Kelima siswa ndableg itu adalah Hafid, Nisya, Ida, Icha dan Azra, tapi teman - teman dekatnya memanggilnya Jaja. Mereka berhasil kabur setelah mengarang sejuta alasan untuk absen dari kegiatan kelas. Pada
10 tahun lalu Mereka berlima berdesakan di ruang BK yang agak sempit karena letaknya berada di pojok koridor. Bu Dewi mencatat sesuatu di kertas yang nantinya harus mereka berikan kepada orang tua mereka masing - masing. "Selamat siang." Pak Widodo, kepala sekolah SMP Nusantara yang sedari tadi ditunggu Bu Dewi akhirnya tiba. Dengan wajah sumringah, bersemangat, tapi masih terlihat nyebelin di mata anak-anai itu, Bu Dewi berdiri, memberi laporan pada Pak Widodo. "Pak Kepsek, saya menangkap basah mereka bolos dari kegiatan sekolah dan malah bermain kartu di belakang aula." "Kan jam bebas, Bu..." "Diam! Masih kecil hobinya membantah! Kalo ada orang tua ngomong itu didengerin!" Bu Dewi dengan ketus memotong pembelaan Icha. Yang ditegur langsung ciut. Icha yang berbadan kecil seolah berusaha agar badannya makin kecil tak terlihat. Takut. "Jadi saya sudah menyiapkan surat panggilan kepada orang tua. Silahkan bapak tanda ta
10 Tahun Lalu Hari ini hari pembagian raport dan pengumuman juara umum class meeting SMP Nusantara. Hafid sudah sibuk sejak pagi karena OSIS membutuhkan seluruh anggotanya agar dua acara besar penutup semester ganjil ini berjalan dengan baik. Para orang tua, wali murid dan murid - murid sudah berkumpul di Aula belakang. Bersemangat menanti sambutan kepala sekolah dan sekaligus juga pengumuman ranking 3 besar tiap kelas. Icha duduk berjejer di samping Jaja, Ida dan Nisya. Mereka menyisakan satu bangku kosong untuk Hafid jika nanti cowok itu mau bergabung. Wajah mereka datar, bosan dan ngantuk luar biasa mendengarkan sambutan kepsek yang diulang - ulang tiap tahunnya. Hari ini Bapak yang datang mengambilkan raportnya. Bapak sudah datang dan duduk di barisan belakang berjejer dengan orang tua Ida, Nisya, Hafid dan juga Jaja. "Hafid lagi deh yang ranking satu." Jaja menggumam, meramalkan nasib temannya saat pengumuman ranking dimulai.