Share

4-Tertangkap Basah

Elena meletakkan gelas yang sedari tadi ia pegang. Kini Alva tepat di belakang Elena mendekatkan wajahnya ke arah telinga Elena sehingga ia dapat menghirup wangi sabun yang Elena pakai.

"Apa ini kebiasaan lo." Suara itu membuat Elena terlonjak kaget dan langsung berbalik, ponsel yang hampir terjatuh ia pegang erat dengan kedua tangannya.

"A..A..Alva!" Wajah terkejutnya begitu lucu dan menggemaskan dimata Alva, sungguh ia menahan senyumnya agar tak tersungging. Mata Elena membulat dan tubuhnya sedikit bergetar.

Alva melangkah semakin mendekat dan memperangkapnya. Kedua tangan Alva tumpukan pada pinggiran meja bar, mengurung Elena di dalamnya. Elena langsung menutupi bagian dadanya yang sedikit terlihat padahal Alva sudah menyadarinya sejak tadi. Elena semakin beringsut ke belakang walaupun tak ada ruang lagi di sana.

"Mau menggoda hm?"

"Mm m..maaf Va aku gak tau kamu bakal datang," lirih yang terdengar jelas bahwa ia sedang ketakutan. Elena kini menunduk.

"Gak takut ada orang yang akan masuk terus lihat penampilan lo kayak gini?" Elena tak menjawab ia terus menunduk. Sungguh Elena merutuki dirinya sendiri. Kenapa ia sampai lupa Alva yang punya apartemen ini, dan mungkin akan masuk sembarangan seperti saat ini.

"Gimana kalo ada yang nerkam lo?" Elena memalingkan wajahnya ke arah lain seraya membasahi bibirnya. Sungguh ia sangat takut saat ini.

Alva melirik bibir Elena yang basah. Shit! Itu bibir menggoda banget sih. Alva melirik rambut Elena yang dicepol asal, menjadikan beberapa helai rambutnya menjuntai, bahkan ada yang menempel di lehernya karena basah dan itu membuat Alva harus semakin menguatkan imannya.

"Maaf Va aku mau ke atas dulu." Elena mendorong dada Alva.

"Jangan harap lain kali gue lepasin lo gitu aja," ucapan itu membuat Elena menambah keterkejutannya. Alva kembali berdiri tegak dengan kedua tangan yang ia lipatkan di depan dada. Elena langsung berlari menaiki tangga menuju lantai atas untuk segera mengenakan pakaiannya. Alva terkekeh melihatnya.

Alva berjalan menuju kulkas. Isinya tak terlalu banyak. Ia mengecek video cctv terlebih dahulu. Rupanya Elena belum masak dan belum memakan sesuatu. Alva mengambil beberapa bahan masakan lalu memasaknya dengan sangat lihai. Ia memang pandai memasak, karena dulu Alva pernah tinggal sendiri di luar negeri untuk kuliah dan selain itu ia juga sempat tinggal di apartemen ini selama setahun sebelum panggilan kembali membuatnya pulang dan tinggal di rumah orang tuanya.

Di lain tempat, Elena terus merutuki dirinya sendiri. Kenapa bisa-bisanya lupa sih. Teledor banget sih, gerutu Elena dalam hatiSungguh ia kesal pada dirinya sendiri. Untung Alva tak berbuat macam-macam padanya, bagaimana jika hal buruk terjadi.

"Argh!"

Apakah Alva masih dibawah? Elena kembali menuruni tangga. Indra penciumannya menikmati aroma yang sangat menggiurkan dan ini berasal dari arah dapur. Langkah Elena terhenti ketika melihat Alva yang sedang berkutat dengan peralatan perang dapur.

Dia masak?

Alva meletakkan beberapa piring yang berisi masakan itu di atas meja bar.

"Ayo makan," ajaknya pada Elena yang berdiri terpaku seraya menatap semua masakan yang tersedia disana.

"Gak mau makan?" Suara itu membuyarkan keterpesonaan Elena pada masakan yang menggiurkan itu. Elena langsung duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Alva duduk bersebrangan dengan Elena.

"Kamu bisa masak?" Elena menatap Alva. Alva menggeleng, "Gue jago masak," ucap Alva. Huh sombong banget, gumam Elena. Elena Pun ikut menyendokkan nasi dan beberapa lauk pauk ke dalam piring nya. Ia mulai mencicipi masakan Alva dan matanya membulat. Sungguh ini sangat lezat, batinnya.

Mata Elena berbinar, kesombongan ucapan Alva tadi membuktikan semuanya. Alva benar-benar jago memasak.

"Enak," ucap Elena.

"Pasti." Alva menimpalinya sebelum memasukkan suapan berikutnya. Elena tersenyum dan melanjutkan makannya.

"Lo gak suka makan daging?"

"Suka.”

"Di Kulkas gak ada."

"Aku gak bisa masaknya," ucap Elena jujur. Alva mengangguk lalu kembali melanjutkan makannya.

Setelah itu, Elena mulai mencuci semua perlengkapan masak dan makan. Alva masih duduk disana memperhatikan Elena yang sedang berdiri di depan wastafel. Dia gak pake celemek? batin Alva.

Elena yang sedang menyabuni semua perabotan kotor itu menoleh karena ada tepukan lembut pada pundaknya.

"Ya?" Melihat Elena yang hanya menoleh, Alva membalikan tubuh Elena dan memakaikan celemek tersebut. Elena terpaku ketika Alva mendekat seperti memeluknya, Elena tahu Alva sedang menalikan tali celemek yang baru saja laki-laki itu pakaikan padanya.

"Aku gak biasa pakai ini," ucap Elena dengan tubuh yang masih membeku. Alva yang sudah selesai, kembali berdiri tegak.

"Baju lo bisa kotor dan basah."

"Ma...makasih," Elena kembali membalikkan tubuhnya dan melanjutkan pekerjaannya. Alva tersenyum melihat kegugupan Elena yang sangat kentara. Alva kembali duduk dan membuka flap ponselnya.

***

Alva melihat Elena yang telah selesai membereskan pekerjaannya. Alva bangkit dan berjalan menuju sofa. Menyalakan televisi seraya duduk menyilangkan kaki. Elena yang melihat itu pun ikut bergabung, tak lama setelah itu ponsel Elena bergetar menandakan ada panggilan masuk. Ia Pun naik ke lantai atas untuk mengangkat telepon.

"Halo sayang, kamu udah pulang?"

"Udah ma."

"Gimana kerjaan kamu?"

"Lancar ma. Mama uda makan? Mama lagi apa?"

Telepon dari siapa sih, ko sampe naik ke atas. Alva yang penasaran pun ikut bangkit dan menyusul Elena ke lantai atas. Lo kenapa sih Va, kepo banget, batin Alva.

"Iya ma, aku masih tinggal disini, pemiliknya baik. Aku dibolehin tinggal. Katanya sayang kalo gak berpenghuni. Oh ya ma, apa sekarang mama lagi sibuk?"

"Gak terlalu sayang, ada beberapa yang masih mama kerjakan. Oke selamat tidur sayang, istirahat yang cukup, jaga kesehatannya"

"Iya, mama juga. I love you."

"Love you too sayang." Panggilan terputus.

Oh dari mamanya, gumam Alva. Rasa lega begitu saja berdesir pada perasaannya. Lah gue kenapa?

Elena bangkit dari sisi ranjang dan berbalik, ia sedikit terperanjat karena Alva ada di sana. Alva membuka kaos yang ia kenakan. Elena yang melihat itu, langsung berbalik.

"Kamu..kamu mau apa?"

"Mandi," ucap Alva. Alva langsung pergi ke kamar mandi yang ada di lantai bawah.

Aduh apa yang tadi aku liat, perut alva yang ada kotak-kotaknya, ya tuhan.

Elena menoleh dengan hati-hati. Perasaannya lega karena Alva tak ada disana. Ia melirik pakaian Alva yang begitu saja tergeletak diatas ranjang. Ia tak berani menyentuhnya, takut disangka lancang.

Elena Pun memilih kembali ke ruang tengah, mencari siaran televisi yang menurutnya menarik. Perut yang sudah terisi menjadikannya mengantuk, dan sudah beberapa kali ia menguap.

***

Alva keluar dengan menggunakan bathrobe yang berada di salah satu lemari yang ada di kamar mandi. Ia berjalan menuju dapur menuangkan segelas air dan meminumnya. Alva berjalan menuju tangga, tapi langkahnya terhenti ketika melihat Elena yang tertidur menahan kepalanya dengan tangan kanan yang di tumpukan di pinggiran sofa.

Alva memundurkan langkahnya dan berjalan ke arah sofa, duduk di sana memperhatikan Elena yang tertidur. Tanpa Alva sadari ia menyunggingkan senyumnya. Tumpuan tangan Elena melemah, beberapa kali kepalanya hampir terjatuh dan kali ini hampir saja Elena benar-benar terjatuh tapi Alva dengan sigap menjadikan dadanya bantalan kepala Elena.

"Huh untung aja," ucapnya pelan. Alva menunduk memandangi Elena yang tertidur di dadanya. Alva menyingkirkan beberapa helai rambut Elena yang menutupi wajahnya. Ia Pun mengelus lembut rambut Elena, memberikannya kenyamanan agar semakin pulas.

Alva mengangkat tubuh Elena, menggendongnya ala bridal style, membawanya menuju lantai atas. Alva menghentikan langkahnya di anak tangga ketiga, ketika Elena melingkarkan tangannya di leher Alva, ia kira Elena akan terbangun tapi tak ada pergerakan setelah itu. Alva menyunggingkan senyumnya. Ia kembali menaiki tangga menuju lantai dua. Membaringkan Elena di atas ranjang king size miliknya. Menyelimutinya sampai sebatas dada. Setelah itu Alva memilih untuk memakai pakaiannya terlebih dahulu, pakaian yang tadi pagi ia beli secara o****e. Ia kembali setelah mengenakan celana pendek dan kaos oblongnya. Ketika Alva hendak menaiki ranjang, ia menoleh kearah Elena. Kalo gue tidur disini, emang gapapa? Alva berpikir terlebih dahulu. Elena mengerang dan memiringkan posisinya menghadap Alva. Alva duduk seraya menyandarkan tubuhnya pada headboard. Memandangi wajah Elena yang terlihat sangat damai. Tangan Alva refleks mengelus rambut hitam pekat yang masih diikat itu. Alva mendekat, ia menarik pelan ikatan rambut Elena. Ia pikir akan tidak nyaman jika rambut itu terikat selama tidur, jadi Alva melakukannya.

***

Elena membuka matanya seraya menggeliat, ia melirik ke arah jam dinding kayu. Pukul 4.30 pagi. Pandangannya menyapu ke seluruh ruangan.

"Loh ko aku ada disini. Bukannya semalem aku ketiduran di sofa ya." Elena bangkit seraya menyentuh rambutnya, rupanya ikatan rambut itu sudah terlepas. Ia pun mencari keberadaan ikat rambut berwarna hitam miliknya. Matanya menangkap benda kecil itu tapi kenapa ia menemukannya.

“Aku rasa mengikatnya sejak semalam,” batin Elena.

Elena mulai bangkit dari tempat tidur dan langsung merapikannya. Setelah itu, ia berjalan keluar kamar menuju lantai bawah.

Mata Elena terpaku pada sosok Alva, yang tertidur di atas sofa, dengan selimut yang menutupi sebagian badannya. Apa dia yang pindahin aku ya? Ah mana mungkin, mungkin aja aku emang tidur di ranjang dari semalam.

Dirinya berniat pergi ke kamar mandi. Tapi langkahnya begitu saja membawanya ke arah sofa. Ia berjongkok memperhatikan Alva yang tertidur pulas di sana. Mata Elena menelusuri setiap lekuk wajah Alva, mengabsennya dan keterpanaan begitu saja ia rasakan. Alva benar-benar tampan, tak dapat Elena pungkiri akan hal itu. Elena pun melirik ke arah telinga kiri Alva. Ada sebuah anting yang menggantung si sana. Hanya di bagian telinga sebelah kiri dan Elena melihat itu sejak ia bertemu dengan Alva. Apa dia selalu pakai itu, bahkan ketika mandi? batin Elena.

Alva bergerak memiringkan posisi tidurnya, Elena cukup kaget sampai ia memundurkan tubuhnya hampir saja terjatuh. Tapi bersyukur karena Alva tidak sampai bangun. Bukannya segera beranjak dari sana, Elena malah kembali memperhatikan Alva di sana.

Elena kembali mengerjapkan matanya, menyadarkan dirinya agar tak berlebihan memandangi Alva yang tertidur pulas. Ia bangkit, dan hendak berbalik. Tapi tiba-tiba tangannya ditarik dan ia terkesiap kaget. Tarikan itu membuat Elena duduk di pinggir sofa dengan mata yang masih saja terbelalak dan jantung berdegup cepat. Kekhawatiran menghampiri Elena. Ia khawatir Alva mengetahui dirinya yang dengan lancang memandangi wajah Alva ketika tertidur. Elena melirik tangan Alva yang menariknya, matanya kembali membulat karena mendapati benda kecil yang ia cari sejak tadi. Ikat rambutnya yang berwarna hitam melingkar di pergelangan tangan kiri Alva.

Kenapa bisa ada di situ, batin Elena.

            “Udah puas liatnya?” suara serak Alva terdengar, dan memberitahu Elena bahwa dirinya memang tertangkap basah telah memandangi Alva sejak tadi. Sungguh Elena merasa malu.

            Mata itu mulai terbuka, Alva melirik Elena yang terlihat lucu dengan wajah keterkejutannya. Elena memalingkan wajah ketika melihat Alva yang melirik ke arahnya.

“Maaf,” ucap Elena, ia ingin bangkit tapi Alva masih mencekal lengannya.

Good morning,” sapa Alva yang mengalihkan pembicaraan ke arah lain.

“Mmm mo..morning,” jawab Elena dengan terbata.

Alva bangkit dari tidurnya dan lagi-lagi Elena terbelalak karena mereka duduk berdekatan. Tangan Alva terangkat, ia mengucek matanya dengan sebelah tangan lain yang tak memegang lengan Elena.

“Mm maaf Va, tangan aku,” ucap Elena seraya melirik tangannya yang masih dipegang Alva.

“Kenapa tangannya? Sakit?” tanya Alva, yang menumpukan wajahnya seraya ikut memperhatikan tangan Elena yang ia masih genggam sejak tadi. Alva pura-pura tak mengerti dengan maksud Elena, entahlah rasanya ingin mengerjai wanita ini padahal masih pagi. Mungkin raut wajah lucunya yang menjadikan Alva ingin mengerjainya.

“Lepas Va.” Elena menarik pelan tangannya.

“Jangan dulu lah, masih betah gue.” Pandangan Alva berpindah, kini ia mengangkat wajahnya memusatkan pandangannya ke arah wajah Elena yang bersemu merah. Elena mengerjapkan matanya dengan wajah berpaling ke arah lain. Ia terlihat salah tingkah dan Alva suka melihatnya.

“Aku mau ke kamar mandi.” Elena menarik paksa tangannya, ia pun mulai bangkit dan meninggalkan Alva yang kembali tidur terlentang.

“Jangan lama-lama gue pengen pup,” seru Alva yang terdengar jelas dipendengaran Elena. Di balik pintu kamar mandi Elena menyandarkan tubuhnya di sana. Ia menghembuskan nafasnya perlahan seraya menenangkan detak jantungnya. Alva kenapa sih, dia mengigau ya, gerutunya.

***

"Gue anter lo," ucap Alva, keduanya keluar dari apartemen bersamaan.

"Gak usah Va, aku bisa naik taksi," ucap Elena seraya tersenyum. Elena membiarkan Alva berjalan lebih dulu. Ia memandangi tubuh kekar Alva, hari ini Alva mengenakan kemeja putih yang dimasukkan ke dalam celana jeans yang pas ia kenakan dan terlihat keren di mata Elena. Bukan hanya dirinya, mungkin orang lain juga berpendapat hal yang sama dengannya ketika melihat penampilan Alva.

Alva menarik tangan Elena agar segera masuk ke dalam lift menuju basement. Elena melihat tangannya yang masih Alva genggam, Alva yang sedang sibuk dengan ponselnya pun lupa dengan hal itu. Ia begitu saja tak melepaskan tangan Elena.

"Va..maaf," Elena melepaskan tangannya dan itu membuat Alva menoleh sebentar.

"Oops sorry," ucap Alva bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.

Alva keluar lebih dulu dengan Elena yang mengikutinya dari belakang. Tak tahu harus bagaimana Elena mengikuti Alva begitu saja. Geraknya begitu saja menyetujui ajakan Alva mengantarnya bekerja.

Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan antara mereka. Elena hanya memandangi apa yang ada di luar jendela dan sesekali mendengar Alva yang berbicara lewat telepon dengan seseorang di seberang sana.

Percakapan perihal pekerjaan yang Elena dengar karena Alva yang sesekali menyebutkan jadwal dan nama brand yang sedang bekerja sama dengannya. Mobil Alva kini sudah sampai di depan butik Meisie. Elena segera membuka seatbelt yang sedari tadi ia kenakan, ia pun menoleh kearah samping dimana Alva berada.

“Va makasih atas tumpangannya,” ucap Elena. Alva yang sibuk dengan ponselnya menyempatkan menoleh kearah Elena.

“Hm, sorry gue gak bisa anter lo sampai dalem.” Elena mengerjap mendengar ucapan Alva. Lagian aku gak ada pikiran sampai kesitu, batin Elena.

“Aku turun,” ucap Elena yang mulai membuka pintu mobil. Alva kembali mengangguk dan tersenyum. Baru saja keluar dari mobil Alva, seseorang yang tiba-tiba berdiri di depannya dan cukup mengagetkannya. Seorang wanita dengan tatapan tajam tertuju padanya. Tanpa mengucapkan apapun, wanita itu membuka pintu mobil Alva menjadikan Elena terdorong ke samping.

"Alva!" panggil wanita itu pada seseorang di dalam sana.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status