Share

5-Memaksa

Audy Queena seorang yang memiliki profesi yang sama seperti Alva. Wanita itu duduk di samping Alva seraya bergelayut manja di lengannya. Alva merasa risih dengan kedatangan Audy, ia menghempaskan tangan itu berkali-kali tapi Audy terus kembali melingkarkannya.

"Audy! Gue risih tau gak." Alva sungguh geram, ia pun memilih untuk segera melajukan mobilnya meninggalkan parkiran butik.

“Lo turun di halte depan,” ucap Alva yang segera melajukan mobilnya. Dengusan kesal terdengar dari arah sampingnya. Alva tak memperdulikan itu, ia fokus pada jalanan yang ada di depan sana.

“Siapa dia?” tanya Audy seraya menoleh ke arah samping, Alva tak kunjung menjawab membuat Audy kesal dibuatnya.

“Aku kecewa semalam kamu gak datang.” Kini Audy mengganti topik pembicaraannya. Tapi masih saja Alva terdiam tak menimpali. Sungguh dirinya kesal, ia meremas pakaiannya menahan kekesalan yang ia rasakan.

“Turun,” perintah Alva. Audy mengedarkan pandangannya, benar saja mobil ini berhenti tepat di depan sebuah halte. Alva tak main-main dengan ucapannya. Audy tak menurut, ia tetap diam di tempatnya.

Terdengar Alva yang berdengus kesal. Tak lama keluar dari mobil dan berjalan memutari mobil untuk membuka lebar pintu bagian Audy kembali menyuruh wanita itu untuk segera keluar dari sana.

“Gue gak punya waktu banyak, lo bisa keluar sekarang?” suara dingin itu terdengar memuat Audy terpaksa turun. Alva menutup pintu mobilnya, ia berdiri menghadap Audy dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam saku celana.

“Lo liat cewek tadi?” tanya Alva. Audy mengangkat wajahnya membalas tatapan Alva tanpa menjawab pertanyaan itu.

“Dia cewek gue,” ucap Alva kemudian. Mata Audy terbelalak, tak menyangka dengan apa yang Alva ucapkan sampai ia tak bisa berucap apa-apa. Tanpa pamit, Alva kembali memasuki mobilnya dan meninggalkan Audy di sana.

Emosi sungguh tak dapat Audy tahan, apa yang baru saja Alva katakan sungguh menyakiti hatinya. Wajah wanita tadi kembali ia ingat, seorang wanita asing yang baru ia temui begitu saja Alva akui sebagai kekasihnya. Ada apa ini, Audy merasa dipermainkan.

***

Elena keluar dari butik sekitar jam 5 sore, ia menghentikan taksi yang lewat dan segera menaikinya. Ia menyandarkan tubuhnya rileks ke sandaran kursi dan memejamkan matanya sejenak. Elena teringat mamanya tiba-tiba. Ma aku kangen, batinnya. Elena langsung mengeluarkan ponsel dari tas dan mencari nomor kontak orang yang selalu ia rindukan.

Ckittt! Tapi tiba-tiba taksi berhenti mendadak dan menjadikan ponsel Elena hampir saja terjatuh.

"Ada apa pak?" tanya Elena pada sang sopir taksi.

"Maaf mbak, ada mobil yang tiba-tiba berhenti didepan," jawab Pak sopir.

Elena hendak melihat tapi kaca mobilnya terlebih dulu diketuk seseorang. Matanya membulat melihat Alva di luar sana. Alva langsung membuka pintu taksi.

"Keluar," suruhnya.

"Alva, aku-"

Alva memberikan dua lembar uang seratus ribuan pada sang sopir taksi. "Pak ini."

"Alva gak usah, aku bisa bayar sendiri."

"Kembaliannya mas."

"Gak usah, ambil aja pak."

"Makasih mas."

"Ayo cepet keluar?"

"Maaf mas siapanya mbak ini ya?"

"Saya.. suaminya." Alva segera menarik tangan Elena dan membuat Elena keluar dari taksi. Alva membuka pintu mobilnya dan menyuruh Elena masuk. Elena segera masuk karena beberapa mobil di belakang sudah mengantri menunggu mobil di depannya segera melaju.

"Maksud kamu apa sih Va?" Elena yang tak mengerti maksud Alva geram dan segera bertanya. Alva tak menjawab, ia terus melajukan mobilnya. Elena yang kesal hanya diam dan melihat keluar jendela. Beberapa menit jalanan ditelusuri, dan kini Alva memasukkan mobilnya ke sebuah basement mal.

"Ayo turun," pinta Alva.

"Mau ngapain kita kesini." Elena mengedarkan pandangannya.

"Nonton bola," Elena mengerutkan keningnya seraya mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Ya belanjalah."

"Ya terus, buat apa aku ikut. Kamu yang mau belanja."

"Kita belanja bahan masakan, kulkas di apartemen sudah hampir kosong, kemarin semua gua masak. Lo gak sadar?"

"Apa?" Apa iya, kenapa Elena tak menyadarinya. Padahal ia sendiri yang belanja dan ikut makan juga.

"Cepet turun, jangan bikin gue nunggu, gue gak suka." Walaupun sedikit kesal Elena tetap keluar dari mobil dan mengikuti Alva dari belakang. Elena mengambil troli, Alva mengambil alih dan mendorongnya.

"Eh."

"Udah cepet, pilih aja mau beli apa." Elena Pun melihat-lihat, sebenarnya ia belum hafal beberapa nama sayuran dan bumbu yang harus digunakan, walaupun dulu dia sering bertanya tapi belum tentu Elena mengingatnya.

"Ko lama banget sih, gue udah laper nih," gerutu Alva.

"Ya udah makan aja sana," timpal Elena yang masih melihat-lihat sayuran yang da di depannya.

"Gue pengen makan di apartemen," balas Alva. 

Ck! Ribet banget sih ni orang, batin Elena.

Lama banget elah, gumam Alva. Di satu jenis sayuran saja Elena bisa menghabiskan waktu berpuluh-puluh menit.

"Tunggu di  sini, biar gue yang cari.” Elena mengerjapkan matanya ketika melihat Alva berjalan mendekat ke beberapa sayuran, ia terlihat begitu mahir membuat Elena terperangah melihatnya.

Alva memilih beberapa bahan masakan beserta bumbu-bumbunya. Tak lupa ia juga membeli beberapa daging.

"Kamu beli daging?"

"Lo gak suka?"

"Suka, tapi masaknya gimana?"

Alva tak menjawab, ia kembali mendorong troli dan memasukkan beberapa bahan lagi yang Elena tak tahu itu apa. Setelah satu jam berputar, akhirnya mereka menghampiri kasir.

Sumpah demi apa ini troli penuh banget, gumam Elena.

"Alva, kenapa banyak banget sih belanjanya. Aku gak mungkin makan semua ini.” Elena mengeluh melihat belanjaan mereka begitu banyak.

"Lo pikir, lo aja yang mau makan? ya gue juga lah," timpal Alva.

Hah! Apa maksudnya, apa dia mau tiap hari makan di apartemen, iya aku tau itu tempat tinggal dia, tapi kan ah sudahlah. Alva harus memperjelas semua ini nanti.

Diperjalanan menuju apartemen, Elena tak bersuara. Ia terus memikirkan apa maksud Alva belanja sebegini banyaknya.

Sampai di basement apartemen. Elena keluar dari mobil sambil membawa dua kantong kresek kecil sedangkan Alva membawa dua kantong besar lainnya. Elena segera menekan pin apartemen dan membuka lebar pintu itu. Belanjaan itu mereka tahun di area dapur tepatnya di atas meja bar.

"Va, maksudnya kamu mau makan di sini tiap hari?"

Alva mengeluarkan beberapa bahan masakan dan mencucinya, tak lupa juga ia mengeluarkan bumbu-bumbu yang diperlukan "Kalo iya, kenapa?"

"Tapikan Va rumah kamu jauh, masa setiap jam makan datang kesini."

"Gue pindah aja ke sini, gampangkan." mata Elena membulat, maksudnya kita tinggal satu apartemen gitu. Elena ingin mengomel tapi ia urungkan. Elena tahu, di sini dialah yang menumpang.

"Yaudah, aku usahakan secepatnya aku pindah Va, makasih ya sebelumnya udah kasih aku tempat tinggal." Alva yang sedang memotong sayuran pun langsung berbalik. Ia meletakkan pisau dan berjalan mendekati Elena.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status