"Aku bisa makan sambil melakukan pekerjaanku Alva." Alva menggeleng, ia kembali mengajak Elena untuk duduk di sofa dan mendudukkannya.
"Gak El, makan ya makan dulu aja, jangan nyambi."
"Ish," Elena menggerutu, tapi ia tetap menurut dan hal itu membuat Alva senang.
"Gitu dong," Alva mengusap sisi wajah Elena. Elena terbelalak lagi-lagi Alva memberi perlakuan manis padanya. Bersamaan dengan itu, Rosie datang dan melihat aksi Alva.
"Alva," keduanya menoleh. Elena tampak kaget sedangkan Alva merasa santai saja.
"Ya ma?"
"Kamu, lagi apa? Disini?"
Elena langsung bangkit dari duduknya ia tak enak karena sebelumnya duduk berdekatan dengan Alva, ralat Alva yang mendekatinya.
"Mm ma..maaf Nyonya kami.."
"Sudah saya bilang, jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Tante hm."
Mata Elena mengerjap, membuat Alva gemas melihatnya. Bukannya membantu Elena untuk menjelaskan keberadaannya di tempat ini. Alva malah menyandarka
Suara berisik itu membangunkan Alva yang masih sangat mengantuk, ia mulai membuka matanya seraya menguap. Bangun dari tempat yang cukup membuatnya sakit badan, karena walaupun empuk tetap saja sofa tidak senyaman tempat tidur. Alva merenggangkan ototnya, ia menoleh ke arah dapur dimana seseorang berada. Ia mengulum senyumnya seraya berjalan menghampiri Elena yang sedang sibuk dengan perlengkapan tempur."Pagi Al," sapa Elena ketika melihat Alva datang dengan wajah khas bangun tidurnya."Hm pagi." Alva menghampiri Elena yang sedang menyiapkan sarapan."Mm aku cuman masak nasi goreng, g..gapapa?" Elena tak berani menatap Alva yang melirik bergantian dirinya dan nasi goreng yang sudah tersedia di atas meja."Thanks." Alva mengusap puncak kepala Elena seraya tersenyum. Senyum yang membuat Elena menahan nafasnya sejenak. Senyuman Alva cukup membuatnya terpesona. Alva sudah duduk manis dan meminum air putih yang tersedia di dalam gelas tinggi itu.Alva m
"Hhh..." Elena berjalan gontai memasuki lift, satu jam lalu ia baru kembali setelah acara pulang kampungnya beberapa hari kebelakang. Cukup melelahkan membuat Elena ingin segera sampai dan merebahkan tubuhnya, kulit yang terasa lengket rasanya ingin segera berdiri di bawah shower dengan air dingin yang menghujaninya. Membayangkannya saja sudah membuat Elena nyaman. Tapi apa daya keinginannya harus tertunda terlebih dahulu karena keberadaan Alva di sana yang berdiri seraya melipatkan kedua tangan menyambut kedatangan Elena. Tatapannya terasa mengintimidasi, sedikit membuat Elena heran."Hai Va, apa kabar?" Tak kaku memang, tapi mata mengintimidasi Alva membuat Elena semakin lama menjadi takut."Mm aku bersih-bersih dulu." Baru tiga langkah kakinya berjalan, suara Alva membuatnya kembali berhenti."Kenapa gak bilang d
"Kamu tau, Anya pernah memanggilku bibi, padahal aku neneknya." Mei terkekeh, sedangkan Elena membulatkan matanya. Anak kecil saja menganggapnya seperti itu, tidak heran memang Mei masih terlihat muda, mungkin jika Elena tak mengenalinya, ia akan menganggap umur Mei hanya 3 tahun lebih tua darinya."Walaupun begitu aku tidak lupa umur ko, tenang saja. Gini-gini aku sudah punya cucu satu," Mei kembali tersenyum lebar membuat matanya yang sipit semakin menyipit.Elena memang sangat membenarkan itu, Mei memang terlihat 10 tahun lebih muda dari umurnya yang sekarang, ia memang sangat pandai merawat diri dan lihatlah kulitnya masih terlihat kencang dan segar. Tak heran jika cucunya sendiri memanggil bibi, bukan oma atau nenek seperti seharusnya. Mungkin untuk ukuran oma, Mei belum cocok menyandang gelar itu.Drrrttt!Ponsel Mei bergetar, menandakan ada panggilan masuk."H
Elena bergerak kesana kemari, bersyukur tak ada siapapun di toilet kecuali dirinya. Beberapa kali ia bercermin lalu kembali memalingkan wajahnya ke arah lain. Tangan kanannya terangkat dan menyentuh tempat dimana kecupan itu mendarat.“Alva kenapa sih!” gerutunya yang merasa kesal karena Alva yang beberapa saat lalu tiba-tiba mengecupnya. Aku pikir posenya tidak perlu seperti itu, apa dia sengaja, gerutu Elena uang dipusatkan pada laki-laki menyebalkan yang berani membuat perasaannya kalut.Pintu toilet tiba-tiba terbuka dan membuat Elena terkejat.“Elena aku pikir kamu dimana, ternyata masih disini,” tutur Mei yang mulai masuk ke dalam toilet dan mendekat ke arah wastafel dimana Elena berada. “Ada apa? Perutmu sakit?” tanya Mei yang memperhatikan keadaan Elena yang terlihat gelisah.“Oh, enggak tan,” jawab Elena yang mencoba menyembunyikan kekesalannya. Mei mengusap bahu Elena seraya tersenyum.&ldqu
Alva terus melangkah dan menuruni tangga menuju lantai satu. Kedatangannya mengundang perhatian tapi ia tak memperdulikan tatapan mereka yang tertuju padanya. Penampilan Alva yang santai membuat semua heran, termasuk Roy yang merasa malu karena Alva yang tiba-tiba muncul dengan penampilan seperti itu.Alva yang tak memperdulikan sekitarnya terus melangkah menuju pintu keluar, termasuk ia melewati Roy yang menatap tajam ke arahnya. Desas-desus terdengar, Roy semakin malu dibuatnya.“Eh Va, lo mau kemana? Dan penampilan lo?” Reno yang berada di sana mendekat pada Alva dan berusaha menghalangi jalan Alva.“Kunci mobil lo mana?” Alva mengangkat telapak tangannya untuk meminta benda yang baru saja ia sebutkan.“Hah?” Reaksi Reno terhadap apa yang Alva minta. “ Buat apa?”“Gue minta kunci mobil lo,” ucap Alva yang kini menatap tajam mata Reno. Reno bingung dibuatnya, tangannya pun mulai merogoh
Hampir selesai, tinggal campurkan sausnya dan jadi. Elena tersenyum lebar karena apa yang ia buat sebentar lagi siap dikonsumsi dan itu artinya Alva akan segera mencoba masakannya. Elena menoleh ke arah Alva yang sedang menonton televisi. Masih seperti tadi, tatapan Alva terlihat kosong. Matanya tertuju pada layar besar itu tapi Elena rasa Alva tak memperhatikannya betul. Elena kembali memusatkan perhatiannya pada makanan yang sebentar lagi siap dihidangkan, aromanya enak ia berharap Alva menyukainya dan spageti yang ia buat tak mengecewakan.Selesai, serunya dalam hati. Elena hendak mengangkat wadah yang berisi spageti itu untuk dipindahkan ke atas meja makan, tapi sesuatu mengagetkannya dan membuatnya terdiam membeku. Sepasang tangan melingkar di pinggangnya dan bahu kirinya teras berat.Alva memeluknya dari belakang dan membuat Elena terdiam begitu saja, keterkejutan membuat Elena seperti itu.“A..Alva.” Elena mulai menjemput kesadarannya, tangann
Keraguan menghampiri Elena yang masih saja berdiri di depan pintu ruang pribadi Alva. Rasanya ia tak berani masuk takut mengganggu pikirnya. Mengingat Alva yang begitu saja melewatinya tanpa mengatakan apa-apa membuat Elena enggan begitu saja. Ceklek! Suara itu mengagetkan Elena dan membuatnya terperanjat. Begitu juga dengan Alva yang cukup terkejut karena mendapati Elena berada di depan pintu. Berhubung studionya kedap suara menjadikan Alva tak mengetahui jika Elena berada di depan pintu studionya sejak tadi. Jika ruangan ini hanya ruang biasa mungkin Alva dapat mengetahuinya dari sekedar suara langkah kaki yang mendekat atau suara kecil semacamnya. “Kenapa?” tanya Alva yang sudah meredakan keterkejutannya. “Mmm...” Elena terlihat bingung atau mungkin ia ragu menjawab apa yang Alva tanyakan. “Sudah larut, kamu harus istirahat,” ucap Elena kemudian sambil berusaha menutupi keterkejutannya. Alva mengangkat tangan kirinya dan melirik jam yang melingkar
“Makan yang banyak Va,” ucap Elena. Alva yang hendak memasukkan makanan pada mulutnya menoleh terlebih dahulu dan tersenyum. “Aktivitasmu akan padat bukan,” tambah Elena yang kini menimbulkan respon lain yang Alva berikan. “Apa Reno mengatakan sesuatu?” tanya Alva seraya mengaduk makanan dan melahapnya kembali. Ia menatap Elena menunggu jawaban yang akan Elena lontarkan. Keinginan mendapat jawaban segera tak berhasil Alva dapatkan, ia perlu menunggu jawaban apa yang akan Elena berikan setelah terdiam beberapa saat. Kegugupan sangat terlihat dari raut wajah dan gestur tubuh Elena. “Iya, Reno bilang hari ini kamu ada photoshoot salah satu brand pakaian,” jawab Elena dengan senyum yang ia berikan pada akhirnya agar sedikit menyamarkan kegugupannya. Alva melanjutkan sarapannya, begitu juga dengan Elena yang tak lagi berani mengatakan sesuatu karena Alva belum menimpali ucapan sebelumnya. Tapi Elena merasa tak tenang, ia belum bisa memastikan kalau Alva akan pergi