"Hei, apa yang kalian lakukan? Berhenti sekarang juga!"
Bentakan suara berat yang mendekat, membuat Nay dan Mona yang sedang adu fisik, sontak berhenti bergerak seketika, malah kini sama- sama fokus pada lelaki yang baru datang dengan mengenakan seragam satpam.
"Ayo semua ikut saya ke kantor." Pak satpam berusaha menjangkau tangan Nay. Namun, Nay menepis halus.
"Tapi saya harus menjaga pasien, Pak. Orang ini yang tiba tiba datang dan langsung menghina saya," lapor Nay dengan tangan menunjuk ke arah Mona. Dan perempuan yang ditunjuk itu pun hanya bisa melirik sinis ke arah Nay.
"Benar, Pak. Mbak ini yang datang, dan langsung berkata kasar, saya dengar dan melihatnya sendiri." Entah darimana datangnya, tiba tiba seorang lelaki dengan jas kebanggaannya yang berwarna putih, sudah berdiri di dekat Nay.
Nay yang kaget langsung melangkah mundur, seolah sedang bertemu dengan seorang hantu, tapi tampan sangat.
<Nay tak lagi menunggu jawaban atau tolakan dari Ratna lagi, dia langsung menyuapkan sesendok nasi dan lauk yang sudah ia beri kuah ke dalam mulut Ratna."Tadi kamu dari mana, Nay? Aku seperti mendengar kamu tadi berkata tentang hamil-hamil gitu?" Ratna bertanya pada Nay sebelum akhirnya membuka mulutnya lagi.Mendengar pertanyaan Ratna, Nay langsung merubah ekspresi wajahnya, dia tak menyangka kalau Ratna mendengar tadi."Mimpi kali kamu, aku nggak ngomong apa -apa kok?!" sangkal Nay, dia tak ingin Ratna sakit hati saat tahu apa yang terjadi tadi."Aku bangun dari tadi, Nay. Aku tadi malah berusaha mengambil air sendiri, tapi malah jatuh ke bawah."Sontak Nay menurunkan pandangannya ke bawah kursi, dan benar di sana ada segelas air mineral yang masih bisa utuh, tergeletak tak berdaya di bawah, berada di antara kaki ranjang dan kaki kursi.Nay kembali menyuapkan sesendok nasi sebelum mengulurkan tangannya mengambil ge
"Bruugh!"Delon terhenti saat di depannya terjadi incident, sang sekretaris menabrak orang yang baru saja keluar dari ruangan bagian keuangan."Maap, Pak!" ujar pria yang tampaknya terburu buru itu pada Deni, sang sekretaris.Orang tersebut langsung pergi setelah sebelumnya juga menundukkan kepalanya kepada Delon.Delon terdiam, dengan mata menyipit saat melihat wajah orang yang tadi menabrak Deni. Sepertinya dia sedang mengingat sesuatu."Ah ...." Delon berseru sambil menjetikkan tangan kirinya, di bibirnya ada senyum yang tak bisa di artikan."Den, kamu cari tahu siapa orang yang baru saja menabrak kamu, aku ingin identitas lengkapnya ada di mejaku sebelum makan siang.""Siap, Pak." jawab sang sekretaris yang kemudian langsung berlalu dari samping Delon mengikuti ke mana tadi arah orang yang menabraknya pergi.Delon melangkah sendirian ke arah lift yang khusus untuk para petinggi kantor. Hingga pintu l
"Delon--""Bunda bersiap siaplah, aku mau ke ruanganku sebentar, ada yang ingin aku lihat." Delon langsung memotong ucapan bunda, sambil membalikkan badannya cepat."Tapi, Delon--""Hanya sebentar, bunda. Aku janji." Sekali lagi, dari ambang pintu, Delon memotong ucapan bundanya.Ia kemudian melangkah lebar ke arah ruangannya, di sana sudah ada sang sekretaris yang tersenyum menyambut Delon dengan sebuah map."Apakah kau sudah mendapatkan apa yang aku suruh?" tanya Delon dari luar ruangannya, tampak sekali dia sudah tak bisa mengendalikan rasa penasaran nya."Sudah, Pak!" jawab Deni, kepalanya mengangguk sesaat.Delon segera menerima map yang di sodorkan Deni kepadanya, sambil melangkah ke kursi di belakang meja kerjanya."Mmm ..." Delon hanya berdehem, sambil membaca isi map."Ada apa dengan orang itu, Pak? Sepertinya anda mempunyai masalah pribadi?" tanya Deni yang rupanya terus mengamati air mu
Ratna terbangun saat merasa ada yang mengelus rambutnya pelan. Matanya mengerjap berulang kali, rasanya tak percaya saat melihat sosok perempuan separuh baya yang berada di sampingnya."Ibu ...! Ada apa ibu repot-repot ke mari?" tanya Ratna yang terdengar agak ketus."Maaf sudah membangunkan mu ....""Ibu belum menjawab pertanyaanku. Ada kepentingan apa yang membuat ibu mau datang, aku pikir ibu tidak sekedar menjengukku, iya kan?" tanya Ratna lagi yang kemudian bangun dari tidur dan memilih duduk dengan bersandar menggunakan bantal yang ia susun dengan tangan yang bebas dari infus."Aku hanya ingin menyampaikan rasa bersalah Rizal kepadamu, dia tak sengaja membuatmu luka seperti ini, jadi tolong, jangan membuat ini menjadi sebuah masalah." Ibu menjelaskan maksud kedatangannya dengan raut wajah sedih, entah ... apakah itu jujur atau tidak?"Sudah kumaafkan, ibu tidak perlu khawatir tentang itu." Ratna menjawab dengan lugas, kini t
"Anda ternyata seorang ibu yang berlidah tajam, untung saja dapat menantu menurut seperti Ratna, kalau tidak mungkin anda sudah diberi racun sianida." Aldo langsung menjawab pertanyaan perempuan separuh baya yang masih duduk di samping ranjang Ratna, dengan kata kata yang tak kalah pedas."Ngaku saja kalau kalian ternyata adalah pasangan selingkuhan bukan? Mana ada baru kerja saja sudah dapat gaji sebesar itu?" Ibunya Rizal terus berusaha menyakiti hati Ratna. Tampak sekali kalau beliau masih sangat tidak puas dengan jawaban Aldo."Yang selingkuh kan anak anda, kenapa marahnya malah ke saya dan Ratna? Anda aneh ...."Mendengar ujaran Aldo, Ratna dan Nay yang baru datang tak kuasa menyembunyikan senyum mereka. Namun, tidak dengan sang mantan mertua, mata beliau mendelik tak suka pada Aldo yang masih menyisakan senyum di wajahnya."Dengar, Ratna. Kalau kalau kamu masih ingin bersama Rizal. Ku beri waktu sampai besok, kalau tidak?! Ibu tidak bisa
"Maap, permisi, Dokter ingin memeriksa pasien." Suara seorang perawat perempuan masuk ke dalam ruangan, sontak Ratna, Bunda dan Delon mengurai pelukan mereka.Delon dan Bunda langsung menepi, memberikan tempat yang lebih luas untuk sang Dokter dan perawat, meninggalkan Ratna yang menyambut tamu spesial nya, dengan senyuman.Ratna melihat betapa akrabnya dokter yang biasa memeriksanya dengan pak Aldo, yang kemudian di biarkan mendekat ke sisi tepi ranjangnya.Sang Dokter di bantu perawat kemudian melakukan pemeriksaan rutin.Perawat itu dengan cekatan melepaskan selang infus dari lengan mulus Ratna, kemudian membuka perban di kepala, membersihkan, mengobati dan menggantikannya dengan yang lebih kecil, hanya sekedar untuk menutup jahitan akibat luka robek saat membentur tembok.Lagi, Ratna memerhatikan sikap Nay yang diam seribu bahasa. Dengan pandangan mata yang tak lepas dari sosok si Dokter tampan yang sedang serius memeriksa det
"Diandra?" ulang Nay, yang merasa asing dengan nama yang di sebut oleh bunda."Ya, itu nama yang almarhum ayahnya dulu sematkan pada Ratna, sebelum pihak panti merubahnya. Entah dengan alasan apa mereka mengubahnya." Bunda menjawab, matanya menatap nanar ke depan.Mulut Nay langsung membentuk huruf 'o' saat mendengar penjelasan dari perempuan cantik yang duduk di sebelahnya."Diandra, nama yang cantik ya ... Bun?""Dulu, kami adalah keluarga yang kurang beruntung, kemiskinan membuat bunda harus tega mengirim Delon ke desa, untuk dirawat oleh kakeknya di sana. Dan memutuskan hanya Diandra yang kami rawat sendiri."Tanpa menjawab pertanyaan Nay, Bunda tanpa diminta langsung memulakan cerita hidupnya pada perempuan berhidung bangir itu."Tahun '97, saat yang paling sulit bagi keluarga kami, kehidupan yang mulai membaik kembali memburuk saat penjarahan dan perampasan yang tak dapat kami kendalikan, semuanya bagai mimpi buruk, m
Dooock! Dock!"Rizal cepat buka pintunya!" Suara ketukan keras di pintu dan jerit suara ibu yang tampak tidak sabar dari luar pintu membuat lelaki yang baru saja meletakkan punggungnya ke ranjang, harus kembali berdiri lagi dan melangkah terseok ke arah pintu."Ada apa, Bu?" tanya Rizal pada sang ibu yang langsung masuk ke dalam rumah tanpa butuh ijin dari sang pemiilik."Kau harus membatalkan rencana mu untuk menceraikan Ratna!" seru ibu yang sudah duduk di kursi, dengan mata menatap tajam ke arah Rizal."Tidak bisa!""Bisa!""Bu ... bukankah ini keinginanmu agar aku cepat cepat mempunyai keturunan." Rizal yang dulunya tak pernah membantah kemauan sang ibu kini bingung dengan perubahan sikap perempuan yang telah melahirkannya."Kau bisa mempunyai keturunan bersama Ratna?""Aku sudah menjalani pernikahan ini selama bertahun tahun, Bu. Tapi dia belum juga hamil.""Kalian bisa punya anak, percayalah pada ibu." Tampak