HARI pernikahan akhirnya tiba. Lilya hanya bisa menundukkan wajah dengan banyaknya pikiran yang menghantui isi kepala sejak beberapa lama.
Bukan hanya tentang bagaimana rupa calon suaminya, tetapi juga dengan malam pertama.
Ini pengalaman pertamanya. Dia tidak punya pengalaman apa pun yang berkaitan dengan asmara. Begitu, dia mendapatkan kesempatan untuk merasakannya, dia akan langsung mendapatkan semuanya.
Lilya menelan ludah tanpa sadar. Tatapannya terarah pada Kaisar dan Mawar yang tersenyum bangga karena berhasil menikahkan Lilya dengan orang kaya raya. Sedang Kenanga terlihat tak peduli, dengan satu kaki menyila, dia duduk di kursi.
"Apa mereka akan terlambat?" Penghulu yang lebih dulu datang mulai melirik jam di tangan.
Kaisar tak bisa banyak komentar. Dia hanya berharap seorang Evan tidak sedang mempermainkan dirinya. Memang, mungkin dia tidak akan terlalu malu, karena tak ada satu pun tamu yang diundang ke sana, selain pembantu, sopir, dan pekerja lain di rumahnya.
Deru suara mobil membuat mereka berdiri. Beberapa orang datang dengan pakaian rapi. Keluarga besar Gunawan semuanya hadir, termasuk August dan Rosaline yang sudah lanjut usia dan beberapa Gunawan lain yang namanya terkenal ada di sana.
Lilya melirik gerombolan yang dipimpin seorang pria dewasa, tinggi, tampan, dan memakai tuksedo berwarna putih. Di sebelahnya ada Christian Andromeda yang kini tersenyum padanya.
Di mana calon suaminya?
Adalah pertanyaan tak terucapkan yang sedang Lilya pikirkan. Dia bahkan mencari orang tua gemuk yang mengaku sebagai ayah dari calon suaminya satu minggu yang lalu.
Namun, orang itu tidak ada. Semua orang yang datang, tidak ada yang memiliki ciri-ciri seperti orang tua itu. Bahkan, semuanya terlihat layaknya penghuni kerajaan, para pangeran, putri, ratu, bahkan rajanya.
"Apa yang kamu cari?" Suara laki-laki dewasa yang mengenakan tuksedo berwarna putih menyapanya. Laki-laki itu kini berdiri di hadapan Lilya.
Lilya hanya diam, membatu, dia tidak bisa berbicara, mulutnya menganga lebar melihat laki-laki yang kini menatapnya heran.
"Apa ada yang salah dengan saya?"
Chris menutup mulutnya, dia sangat ingin tertawa terbahak-bahak sekarang, tapi dia takut Evan akan mencekiknya hingga mati di tempat.
"Ka-kamu ... siapa?" tanya Lilya tak sanggup menahan rasa penasarannya lagi.
"Saya calon suami kamu," kata Evan dengan nada datar. Namun, kalimat itu sanggup membuat Kenanga menatapnya nyalang.
Dia ... Evan?
Kenanga tidak percaya. Benarkah dia Evan? Bahkan kedua orang tuanya pun sama terkejutnya dengannya. Mereka bahkan mencari-cari orang tua yang melamar Lilya minggu lalu, tapi mereka sama sekali tak melihatnya ada di jejeran pengiring Evan yang banyak itu.
"Ka-kamu ... masih muda?" tanya Lilya dengan polosnya. Mulutnya bahkan sampai menganga.
Dia tidak tahu, pertanyaannya membuat satu sosok tinggi di belakang Evan cengar-cengir layaknya setan kegirangan.
"Kamu kira saya sudah tua?"
Lilya menggeleng panik. "Tapi, kata Kak Kenanga, kamu orang tua mesum dari keluarga Gunawan yang terkenal."
Rein dan temannya sontak tertawa keras tanpa bisa mereka cegah, bahkan Raffa, omnya langsung tersenyum miring, sisanya hanya tersenyum-senyum aneh. Mereka menatap Evan yang terlihat kesal, tapi tetap mencoba tenang.
Evan mendengkus. "Itu hanya rumor palsu tentang saya, jangan percaya rumor sebelum kamu melihat sendiri buktinya."
Evan berlalu, mendahului Lilya yang masih terpaku di tempat ia berdiri.
Hari itu mereka menikah dengan sah. Tidak ada halangan apa pun, lebih tepatnya, tidak ada yang berani mengganggu. Walau satu sosok di ruangan itu tampak mengepalkan tangan dan menahan geram karena salah mengambil keputusan.
PERNIKAHANNYA tidak meriah, tidak ada banyak tamu yang datang, tidak ada makanan apa pun yang terhidang, hanya ijab singkat, dan bubar. Lilya dibawa pergi oleh suaminya setelah ijab selesai dikumandangkan.Lionel Ervan Gunawan, atau yang dikenal dengan nama Evan. Begitu yang Lilya ingat tentang nama suaminya.Laki-laki mapan itu langsung membawanya ke sebuah rumah besar yang berisikan satpam, penjaga kebun, dan pengurus rumah. Lalu kemudian, Lilya dan Evan akan mulai tinggal di sana."Kuharap kamu bisa terbiasa dengan rumah baru, karena aku tidak mau tinggal bersama keluargamu."Dada Lilya terasa tercubit mendengar penuturan itu. "Mengapa? Mereka orang tuaku, sekarang mereka juga menjadi orang tuamu."Evan menghela napasnya kasar. "Jangan salah sangka, aku hanya ingin menjaga diriku sendiri dari bahaya ular yang ada di dalam sana."
"MEMANG kenapa kalau aku bukan anak kandung mereka?" Lilya mengulang pertanyaannya, karena Evan tidak mengeluarkan balasan apa pun. Laki-laki itu hanya diam, menarik kursi, lalu duduk dengan nyaman. "Kak, memang kenapa kalau aku ....""Diam, jangan banyak bicara di meja makan," potong Evan yang kini membalik piring dan menatap Lilya tajam.Lilya terdiam, dia mulai mengambil piring Evan lalu mengisinya dengan nasi. "Mau lauk apa?" tanyanya, menawarkan pada orang yang tadi pagi resmi menjadi suaminya."Apa pun yang menurutmu enak," balasan Evan membuat Lilya membatu. Dia menatap Evan, lalu piring di tangannya secara bergantian, tapi dia urung bicara lagi karena laki-laki itu tadi menyuruhnya diam.Lilya menghela napas kasar, dia mengambil semua lauk satu per satu hingga piring suaminya penuh. Bahkan lebih banyak dari nasi yang dia tuangkan ke piring.Evan diam, tatapannya datar,
SEKOLAH tidak terlalu menyenangkan untuk Lilya. Karena statusnya hanyalah anak angkat yang diperalat keluarga, dia tidak berani berteman dengan anak-anak lain seusianya. Dia menjadi perangai pendiam dan sulit diajak bicara, karena takut aib keluarganya terbongkar. Dia pun membentengi diri dan fokus belajar.Sama seperti tadi pagi, Evan kali ini datang menjemputnya setelah tadi pagi mengantarnya ke sekolah. Bedanya, kali ini pria itu datang lebih awal, menunggu sembari memainkan ponselnya di mobil.Begitu Lilya sampai dan duduk di sebelah kursi kemudi. Evan mengambil sesuatu dari bawah kemudi, lalu melemparkan sebuah kotak seukuran tangan besar pria itu ke pangkuan Lilya. Lilya hanya memandangi kotak smartphone dengan wajah tidak mengerti."Pakai itu untuk menghubungiku," katanya, sembari menyalakan mesin dan mulai melajukan mobil.Lilya membuka kotak di pangkuannya dan sebuah ponsel baru kini
EVAN tidak tahu apa saja yang tengah Lilya lakukan. Dia lebih memilih beristirahat, walau tidak benar-benar bisa beristirahat.Dikeluarkannya ponsel dari saku kemeja dan ia mulai mengecek perkembangan saham perusahaan atau mengecek email Chris tentang berkas-berkas laporan yang harus dia tanda tangani nanti.Pekerjaannya sangat melelahkan dan membosankan. Satu-satunya alasan yang membuat Evan tidak mau menampakan dirinya sejak lama, karena alasan serupa. Dia tidak mau menambah daftar pekerjaan baru seperti diliput media atau masih banyak perkara lain yang bisa menambah beban di otaknya. Dia hanya ingin bekerja, memastikan semuanya berjalan baik-baik saja, walau dia tidak perlu melihat langsung ke lapangan.Seperti apa yang telah Kaisar lakukan. Dia menipu beberapa investor dan membuat nama perusahaannya buruk. Pria itu dituntut ganti rugi dan Kaisar tidak bisa lari. Terlebih, dengan anak sert
EVAN melirik Lilya dari ekor matanya. Kali ini, eskpresi wajah istrinya terlihat sedikit lebih cerah dan tampak sekali kalau ia sedang bahagia. Entah apa yang membuat Lilya senang hanya karena dia habis bantu-bantu Nayla di restoran, tapi Evan cukup puas melihat Lilya nyaman bersama ibu tirinya."Mommy kamu orangnya baik banget, ya?" Lilya membuka percakapan begitu keduanya sampai rumah."Kamu suka padanya?" tanya Evan, sembari melirik istrinya yang mengangguk-angguk penuh semangat."Entah kenapa dia kelihatan baik banget sama aku, padahal aku cuma——""Masih memikirkan soal kamu yang cuma anak angkat?" Evan mendengkus keras, dia berhenti dan menatap istrinya dengan serius. "Baginya, kamu adalah menantunya, salah satu anaknya juga. Jangan bicara seperti itu di depan Mommy, kalau nanti dia sakit hati, apa yang mau kamu lakukan?"Lilya menundukkan kepala. "Maaf!"
HARI demi hari berlalu, Lilya selalu menghabiskan waktu bersama mama mertuanya dan mulai belajar banyak hal soal memasak serta mengelola restoran. Nayla bahkan memuji Lilya yang begitu rajin belajar dan kerap membantunya jika pengunjung sedang ramai.Hadirnya Lilya banyak membantu Nayla dan Nayla membalasnya dengan memberi tahu Lilya beberapa rahasia kecil mengenai suaminya. Alhasil, Lilya sekarang tahu banyak, soal apa yang disuka dan tidak disukai Evan.Terutama tentang Evan yang aslinya suka makan, terutama makanan manis-manis dan hal itu membuat Lilya memandang mama mertuanya dengan tatapan tidak percaya."Mommy serius? Kak Evan di rumah jarang banget makan. Dia gila kerja, makan sampai lupa."Mendengar balasan menantunya membuat Nayla menghela napas kasar. "Pantas sekarang dia lebih kurus." Nayla menatap Lilya dengan wajah memohon. "Tolong, kamu ingatin Evan buat makan secara teratur, ya?
"BAGAIMANA kabar mereka?" tanya Evan yang duduk di hadapan Chris yang sedang memegangi tabletnya, siap membaca laporan yang ia dapatkan dari orang-orang suruhan Evan."Kedua orang tua angkat Lilya sepertinya pindah ke luar kota, sedangkan Kenanga tetap tinggal di sini." Chris menatap Evan serius. "Sepertinya, dia berencana mencari pekerjaan di sekitar sini, saya punya firasat kalau dia akan mengganggu rumah tangga Anda, Tuan."Evan menghela napas kasar. "Kamu bisa mengurusnya untukku, Chris?"Chris menganggukkan kepala. "Saya berpikir untuk sedikit bermain-main dengannya."Evan tersenyum tipis. "Lakukan sesukamu, jangan lupa kirimkan beberapa orang untuk mengawasi Kaisar dan Mawar di luar kota, jangan sampai mereka kembali dan mengusik Lilya."Chris mengangguk mengerti. Walaupun Evan sebenarnya sangat kejam, tapi pria itu masih punya sedikit hati nurani, terutama untuk sang ist
EVAN tidak menyangka, rencananya menjauhkan Lilya dengan keluarga perempuan itu berjalan lancar. Lilya tidak tahu sama sekali kabar kedua orang tua angkatnya, bahkan Kenanga yang kerap mencari Lilya ke sekolah, tapi dihalangi oleh orang-orang suruhannya pun tidak pernah diketahui perempuan itu sama sekali.Lilya kini lebih memilih membantu Nayla di restoran atau belajar dengan giat. Sepertinya, dia benar-benar serius ingin mengunjungi panti asuhan di mana dia dirawat dan dibesarkan dulu, sebelum dipungut oleh keluarga Atmawijaya."Kak, sibuk, nggak?" Pintu ruangannya dibuka bersama Lilya yang masuk dengan langkah ragu mendekat ke arahnya.Evan mendongak. Dia baru saja selesai menandatangani berkas yang dikirimkan ke rumah ini oleh Chris. Juga sebuah pesan dari Raffa untuk mengawasi kelakuan putrinya yang kini tinggal di apartemen Evan. Evan yang sebelumnya selalu menonaktifkan CCTV yang berada di apartemennya pun mulai menyal