EVAN tidak menyangka, rencananya menjauhkan Lilya dengan keluarga perempuan itu berjalan lancar. Lilya tidak tahu sama sekali kabar kedua orang tua angkatnya, bahkan Kenanga yang kerap mencari Lilya ke sekolah, tapi dihalangi oleh orang-orang suruhannya pun tidak pernah diketahui perempuan itu sama sekali.
Lilya kini lebih memilih membantu Nayla di restoran atau belajar dengan giat. Sepertinya, dia benar-benar serius ingin mengunjungi panti asuhan di mana dia dirawat dan dibesarkan dulu, sebelum dipungut oleh keluarga Atmawijaya.
"Kak, sibuk, nggak?" Pintu ruangannya dibuka bersama Lilya yang masuk dengan langkah ragu mendekat ke arahnya.
Evan mendongak. Dia baru saja selesai menandatangani berkas yang dikirimkan ke rumah ini oleh Chris. Juga sebuah pesan dari Raffa untuk mengawasi kelakuan putrinya yang kini tinggal di apartemen Evan. Evan yang sebelumnya selalu menonaktifkan CCTV yang berada di apartemennya pun mulai menyal
MENIKAH dengan seorang pembunuh jelas tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun, Lilya pernah memikirkan calon suaminya yang jelek, tua, mesum, berperut buncit, dan memiliki banyak istri. Dia bahkan menyiapkan diri, jika suatu hari dia akan ditindas oleh istri-istri suaminya yang lebih tua.Kenyataannya, Evan hanyalah pria lajang yang kejam. Dia bukan pria tua mesum dengan banyak istri. Dia hanya pria mengerikan yang tidak tertarik akan pernikahan.Menikah untuk bertaruh. Meletakkan Lilya pada sebuah pertaruhan tentang pernikahan abadi dengan iming-iming kebahagiaan. Syaratnya sederhana, Lilya harus bisa memahami dan memaklumi apa pun yang telah Evan lakukan di luar sana.Jika dipikir-pikir, memang keputusannya untuk menikah dulu sangatlah rawan. Mengorbankan masa muda, membiarkan diri sendiri jatuh dalam jeratan yang salah. Namun, demi keluarganya dia rela mengorbankan dirinya.Dia rela melakukan apa yang t
LILYA masih belum siuman sewaktu Evan bersiap ke kantor. Hari ini adalah jadwalnya ke perusahaan, khusus bertemu Raffa untuk membahas rencana mereka ke depannya.Sedang perusahaan Tjandra ia serahkan pada papanya yang juga tengah memimpin di anak cabang perusahaan Gunawan yang dirintisnya dari nol. Evan sama sekali tak ikut bekerja keras, dia hanya mengungkapkan ide dan strategi untuk kedua perusahaan itu ke depannya.Papanya, Ethan sudah berulang kali memintanya segera masuk dan mengurus langsung perusahaan, tapi ia tolak, lantaran Evan sama sekali tidak tertarik untuk bekerja.Untungnya, Ethan bukan tipe pemaksa. Dia pun sudah memiliki calon menantu bernama Gavin yang masih Evan selidiki secara diam-diam ditambah Chris, kaki tangan Evan yang benar-benar setia dan bisa diandalkan."Bangunkan dia untuk makan jika sampai jam sepuluh dia belum bangun juga. Jika kalian tidak bisa
"APA yang kamu rencanakan, Chris?" Evan bersedekap dada sewaktu Chris sampai di parkiran rumahnya, hendak menyerahkan dokumen yang perlu Evan periksa dan tanda tangani seperti biasa.Chris tampak mengernyitkan dahi. Dia baru saja sampai dan menemukan Evan berada di garasi. Memang hal itu cukup biasa bagi orang lain, tapi bosnya satu ini lebih suka di ruang kerjanya daripada harus menunggu orang di garasi."Apa yang Tuan maksud?""Kenanga ... apa yang kamu rencanakan soal dia?"Evan melirik rumah, dia baru saja pulang dari kantor bersamaan dengan datangnya Chris ke rumahnya. Dia terpaksa mengajak Chris bicara di sana, karena Lilya berada di rumah sekarang.Bagaimanapun juga, dia tidak mau Lilya tahu kabar terkini dari seorang Kenanga Atmawijaya. Terutama kabar Kaisar dan Mawar yang telah meninggalkan rumah besar mereka dan menetap di luar kota."Saya hanya sedikit menyibukkannya
PENOLAKAN yang ia terima dari Evan tidak lantas membuat Kenanga menyerah begitu saja. Ada yang bilang, "Cinta bisa datang karena terbiasa", maka dia akan berusaha membuat Evan terbiasa dengan kehadirannya.Satu-satunya cara adalah dengan dia tinggal bersama pria itu. Kuncinya sederhana, dia hanya tinggal menemui Lilya dan mengatakan kenyataan yang sebenarnya, dan adiknya yang bodoh itu akan mengemis pada Evan untuk membiarkan Kenanga tinggal bersama mereka.Berkali-kali Kenanga berusaha, mendatangi sekolah Lilya, tapi bagaikan ada sebuah tembok besar yang menghalangi, dia tidak bisa menemui adiknya.Hingga suatu hari ia bertanya pada anak-anak SMA yang baru keluar dari gerbang sekolah dengan serempak itu. "Itu, kalian sedang ujian?" tanyanya, pada salah seorang siswa yang ia hentikan langkahnya."Iya, Kak.""Em, kapan kalian menerima raport? Apakah orang tua atau wali yang akan mengambil r
LILYA menatap lembar kertas berisi undangan ke orang tua atau wali murid itu dengan senyuman getir. Dulu, setiap kali menerima rapor, dia selalu gembira dan dengan semangat memberikannya pada Mawar ataupun menunjukkannya pada Kaisar.Namun, tidak ada respon apa pun yang ia dapatkan.Mereka beralasan sibuk dan tidak bisa mengambil buku rapor untuknya. Lilya selalu menjadi siswi terakhir yang menerima buku rapornya sendiri. Ditanyai macam-macam oleh wali kelas perihal orang tuanya yang tidak pernah datang untuk mengambilkan rapornya, dan masih banyak soal lain yang hanya Lilya diamkan.Lambat laun, Lilya tidak lagi menunjukkan undangan itu pada siapa pun. Karena nasibnya selalu sama. Tidak akan ada yang mau mengambil rapornya.Lilya melipat kertas itu dengan rapi, sampai kecil, lalu menyimpannya ke dalam tas. Dia tidak sadar jika apa yang ia lakukan sedang diperhatikan oleh teman sekelasnya yang
HARI pengambilan rapor tiba. Lilya tidak berharap banyak Evan akan datang untuk mengambil rapornya. Namun, saat ia melihat pria itu berjalan ke arahnya memakai setelan formal dengan jas hitam mahal, Lilya tak kuasa menahan senyuman lebar yang kini menghiasi bibirnya.Evan berhenti di hadapan Lilya yang menunggu di luar kelas. Karena orang tua atau wali murid akan menempati kelas, maka siswa dan siswi terpaksa menunggu di luar sekalian menantikan kedatangan wali murid masing-masing.Evan menunduk, menatap lurus istrinya yang sedang menatapnya dengan mata berbinar-binar dan senyuman lebar. Pria itu tak kuasa tersenyum, dia membelai puncak kepala Lilya, cenderung menepuknya dengan perlahan."Aku sudah bilang akan datang, kan?" kata Evan dengan nada ringan. "Kamu tidak percaya padaku?"Lilya menggeleng dengan wajah polos. "Kukira, Kakak akan sibuk.""Aku tidak sesibuk pikiranmu——"
"AKU tidak menyangka, Kakak menyembunyikan kabar itu dariku. Apa salahnya Kakak memberitahuku tentang kondisi mereka? Ibuku sakit, Kak, beliau——"Lilya menutup mulutnya begitu Evan menaruh jari telunjuknya di bibirnya sendiri. "Nanti aku jelaskan, jangan bertengkar di sini."Evan melangkah lebih dulu. Dia sudah menghubungi Chris untuk mengumpulkan data-data terbaru tentang keluarga Atmawijaya dan memintanya ke rumah nanti. Dia juga sudah menghapus nomor ponselnya, sebelum membiarkan Lilya menyerahkan ponsel yang baru ia beli itu pada Kenanga.Evan tidak akan memberikan satu kesempatan pun untuk Kenanga masuk. Dia sudah bersyukur Lilya tidak bodoh dan main iya-iya saja, jangan sampai dia kecolongan dan membuat Kenanga merusak rumah tangga yang sedang ia bangun dengan istrinya."Tunggu!"Evan tak kuasa mengabaikan. Terlebih Lilya menghentikan langkah yang otomatis membuat Evan ik
LIBURAN sekolah membuat Lilya tidak punya kegiatan apa pun selain duduk diam di rumah. Jika dulu, dia bisa menghabiskan waktu dengan membersihkan rumah, kali ini ia tidak yakin bisa melakukannya. Apalagi Evan ada di rumah dan terus mengawasinya. Lilya ragu, Evan akan diam saja melihatnya menjelma jadi sosok pembantu yang berusaha membuang waktu dengan bersih-bersih rumahnya.Lilya mendesah kasar. Dia melirik Evan yang kali ini sedang sibuk menatap ponselnya.Jujur saja, Lilya ingin keluar kalau dia tidak berbuat apa-apa di rumah. Minimal membantu mama mertuanya di restoran, pasti hal itu lebih berguna dan tidak akan membuatnya mati kebosanan."Kak!" Lilya mencoba memanggil dengan takut-takut."Hm.""Aku mau ke restoran Mommy, boleh?"Sebenarnya, lebih enak bertanya dulu pada mama mertuanya, apakah Lilya boleh membantu atau tidak. Namun, Lilya tidak punya ponsel lagi sekara