Damian baru saja membuka pintu kamarnya saat menemukan Anyelir tengah berlari hanya dengan berbalut handuk merah muda di lantai bawah. Dengan tidak pakai malunya, gadis itu mengenakan handuk pendek sambil mengejar kucingnya yang dari sependengar Damian, tidak mau mandi dan kabur di guyuran air pertama.Damian mungkin akan bersikap abai jika pakaian yang dikenakan gadis itu cukup sopan. Tapi, handuk dengan tinggi setengah paha juga hanya mampu menutup dada itu bukan hal yang sopan untuk gadis 19 tahun loh. Dia juga tahu gadis itu tepos. Tapi tidak usah pamer-pamer juga lah. Dikira Damian bakal peduli apa?"Anyeee ... setidaknya sana mandi dulu kamunya, urusan kucing biar belakangan!" tegur Damian mulai kesal sendiri melihat gadis itu yang tidak berhenti berlari.Anyelir menghentikan langkahnya. Tangannya berkacak pinggang berikutnya melenggang menaiki tangga lagi guna ke kamar mandi."Dasar Mama Dolly! Disuruh mandi kok nggak mau?! Kayaknya mau ngikut kakaknya yang bau," dumel gadis itu
"Kamu ngapain lagi, Anyeeee?" tanya Damian tidak mengerti begitu membuka pintu rumah.Gadis itu tidak apa-apa. Hanya saja, kewarasannya yang sangat apa-apa. Damian sudah capek-capek khawatir bahkan sampai terburu-buru pulang ke rumah, tapi gadis itu rupanya capek berperang dengan kebodohannya."Ish ... Mama Dolly tuh, Om!" adu Anyelir hampir menangis.Gadis itu masih sibuk terduduk di lantai ruang tengah dengan cat air yang tumpah di pakaian juga beberapa bagian lantai rumah. Damian berkacak pinggang. Matanya menyorot Anyelir menghakimi."Bersihkan sekarang atau leher Mamamu itu kugorok pakai gergaji?!" ancam Damian membuat gadis itu segera berdiri."Jangan gitu dong, Om! Bukan salah Mama Dolly kok, aku yang tadi mau warnain bulu dia pakai cat air warna biru, tapi dia nyakar terus lari. Terus pas ngejar dia aku kesadung habis itu kena beginian. Pokoknya jangan potong lehernya Mama Dolly! Aku bersihin sekarang kok," cerita sekaligus bujuk Anyelir dengan mata sudah hampir menangis.Damia
Setelah mengerahkan beberapa suruhannya, Damian mengetahui keberadaan Anyelir. Kemudian, pria itu bergegas keluar guna mencari keberadaan gadis itu secepatnya.Kalau dia tahu panggilan yang dilakukan Anyelir beberapa kali adalah bentuk permintaan tolong gadis itu, mungkin Damian tidak bakal mengabaikannya. Sekarang, dia juga merasa bersalah karena sempat merasa ingin gadis itu segera dewasa dan tinggal sendiri saja.Begitu sampai di sebuah hutan juga depan sebuah gubuk tua, Damian menepikan mobilnya. Pria itu keluar dengan mengendap-endap agar tidak ketahuan karena suara langkah kakinya.Menurut informasi, Anyelir berada di sana. Entah dengan alasan apa orang itu malah menculik gadis itu. Sejenak, Damian menahan gemelatuk giginya begitu berbagai bayangan hal buruk berputar di kepala. Kalau sampai terjadi sesuatu pada gadis itu, Damian tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.Dia sudah diamanahkan untuk menjaga Anyelir oleh Almarhum Pak Ardi. Bagaimana bisa pria itu lalai dalam menjag
Anyelir terheran-heran begitu melihat orang yang katanya 'sahabat Damian' malah diseret beberapa pria berbadan kekar yang ia ketahui orang suruhan duda tampan itu. Gadis pendek yang merasa kasihan itu kontan berjalan mendekat ke arah orang yang tadi membawanya ke sini."Lah Om, kok Om babak belur gini? Kenapa? Kasihan loh, bentar kuaduin ke Om Duda dulu, biar Om bisa dianter ke rumah sakit, dia kan temennya Om," ucap Anyelir sambil mendekat pada pria yang babak belur karena ulah Damian itu.Pria malang itu kontan menjauhkan tubuh dari Anyelir dengan wajah takut. Apalagu begitu melirik pada Damian, duda tampan itu tampak menyorot garang."Om ... itu temenmu mau dikemanain? Ayok kita obatin!" tanya sekaligus ajak Anyelir iba.Damian menyorot gadis bodoh itu datar. Tapi, tidak berniat mengeluarkan suara. Dia antara bersyukur sekaligus kesal karena Anyelir yang tampak tidak trauma sama sekali sehabis diculik orang itu. Bukannya tidak senang gadis itu baik-baik saja sih, tapi maksudnya, kas
Entah kepala sinting macam apa yang membawanya ke sini. Tapi, detik ini Damian sudah duduk di sebuah bar club dengan gelas wine yang sudah kosong sehabis diteguknya.Ini adalah kali kedua pria itu menginjakkan kaki di tempat terlarang tersebut. Pertama kali, ketika kabar kematian istrinya sampai padanya dan meruntuhkan akal sehat pria itu. Kedua, adalah hari ini. Ketika Damian merasa rumah bukan lagi tempat menenangkan juga mengurus perusahaan merupakan hal yang membuatnya merasa keberatan.Bisa dibilang, duda tampan itu sedang dalam keadaan lelah-lelahnya. Tapi, karena bingung mengungkapkannya dengan cara apa dan kepada siapa, pria itu akhirnya melampiaskan segala kekesalannya pada tempat terkutuk ini.Padahal, almarhun ayah dan ibunya dulu selalu mengingatkan pria itu untuk tidak pernah menyentuh barang-barang terlarang seperti minuman keras apalagi narkoba. Tapi, Damian mengecewakan mereka. Pria itu mengecewakan keduanya juga dirinya sendiri."ARGH ... DUNIA YANG MENYEBALKAN!" maki
Damian terbangun dengan sekujur tubuh terasa remuk redam. Matanya baru saja terbuka saat kilasan kejadian semalam malah membayang di benaknya. Seketika, pria itu bangkit dari berbaring dan menatap sekeliling."Aku ngapain semalam?!" tanya pria itu panik apalagi begitu menemukan tubuhnya yang tidak mengenakan sehelai benang pun. Duda tampan itu segera bangkit berdiri kemudian memakai pakaiannya yang berserakan di lantai. Berikutnya, Damian mulai berlari mencari Anyelir di segala sudut kamar.Tapi, pria itu tidak berhasil menemukan apapun selain bercak darah di seprei Anyelir. Berlari lagi menuju luar kamar, Damian bertanya pada Bi Wati juga satpam rumah sekaligus meminta mereka membantu mencari perempuan itu di setiap penjuru ruangan."Bibi nggak tau, Tuan. Semalam habis isya dan sholat soalnya langsung kembali ke kamar terus tidur," jelas Bi Wati sehabis ditanyai Damian di dapur. Pria itu kini berlari menuju pos satpam dan segera bertanya pada Pak Herman. Tapi, jawaban pria itu pun
"ANYE!" Damian segera berlari dan menarik tubuh perempuan itu cepat. Kemudian, keduanya terjatuh menghantam lantai keramik balkon keras."KAMU SADAR APA YANG KAMU LAKUIN?!" tanya Damian meninggikan suara begitu mampu mengendalikan diri.Anyelir diam. Perempuan itu beringsut mundur. Tubuhnya meringkuk ketakutan dan gemetar. Damian yang melihat itu, seketika kehabisan suara.Tadi, Anyelir sudah hampir melompat ke lantai bawah dari pembatas balkon kalau saja Damian tidak segera menarik tubuhnya. Perempuan itu ... berniat menghilangkan nyawanya. "Jangan deket-deket! P-pergi!" lirih perempuan itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Anye ...." Damian memanggil lagi. Tapi, perempuan itu semakin menjauhkan tubuh."Maaf, tolong jangan kabur lagi. Aku beneran minta maaf," mohon Damian sambil mendekat perlahan pada perempuan itu.Anyelir yang tidak tahu lagi harus kabur kemana akhirnya diam saja di tempat. Matanya menyorot Damian waspada apalagi begitu pria itu perlahan memeluk tubuhnya."L
Sedari perjalanan menuju rumah Damian, yang terjadi antara keduanya hanya hening. Anyelir tidak pernah mau membuka suara lebih dulu kecuali saat Damian mengajaknya berbicara atau sekedar bertanya.Begitu sampai rumah, hal yang perempuan itu lakukan pun hanya langsung naik ke tangga guna masuk ke kamar. Tapi, sebelum itu, tangannya segera mengangkat tubuh kucing kesayangannya."Sudah makan, Mama?" tanya Anyelir pada Dolly sambil mengecup puncak kepala kucing itu gemas."Meow." Kucing tersebut menjawab dengan kalimat yang sama seperti hari-hari biasa Damian mendengarnya."Kenapa nggak makan? Ish kamu ini!" omel Anyelir sambil mengusap-usap hidungnya pada telinga kucing tiga warna itu."Meow meow," jawab kucing tersebut lagi yang sama sekali tidak dimengerti Damian.Tapi, begitu pandangan tajam Anyelir tertuju padanya, duda tampan itu mengernyit bingung."Mentang-mentang aku nggak di rumah, Om berhak gitu, nggak kasih sarapan adekmu?!" tanya Anyelir murka.Damian gelagapan. "Sudah, kok.