Share

Past 5 | Kamu Milikku!

***

Sialan!

Waktu terlalu cepat berlalu, di sisi lain kata ‘perubahan’ adalah momok ketakutan bagi Efrain. Nyaris dua minggu belakangan kedekatannya dan Caitlin terjalin, pun banyak hal mereka kerjakan bersama-sama. Caitlin yang berusaha membuka diri, serta Efrain menunjukkan bagaimana gadis itu begitu berharga.

Setidaknya, Caitlin tahu jelas perasaan Efrain tidak sekadar permainan belaka. Tindakannya bahkan bernilai menggelikan jika dilakukan pada insan lain. Hanya pada Caitlin, maka lembutnya seorang Efrain Reagan akan muncul ke permukaan.

Namun, saat ini pemandangan tak mengenakkan terpampang nyata. Efrain yang tidak satu kelas teramat berang ketika melongok keakraban pujaannya sedang tertawa puas dengan pria selain dirinya di sudut ruangan. Entah sejak kapan sifat posesif muncul, pastinya Efrain tahu tawa tersebut mengandung berjuta makna—khusus ditunjukkan laki-laki yang memiliki perasaan lebih pada lawan jenis.

Sial, saingan Efrain bertambah. Mulutnya yang gatal segera memanggil keras, “Honey, what are you doing?

“Ke-kenapa kamu di sini?”

Lihat. Bagaimana cara Caitlin berkata seperti tak menyukai kedatangannya menyebabkan Efrain terperangah, mengabaikan seonggok manusia yang seakan tertawa dalam diam dan berusaha merebut takhtanya. “Pulang, Honey. Kamu pikir apa?”

“A-aku ingin pulang bersama Zeryan.”

Makin kesal Efrain di tempat, tetapi lebih baik ditahan sementara dan memberi pelajaran pada laki-laki di sampingnya bisa nanti. “Honey, kita akan fitting baju prom night. Kamu enggak lupa, kan?”

Sebenarnya, tugas Efrain dan Caitlin di sekolah telah usai. Ujian nasional sudah berakhir dua hari yang lalu, kini sekadar mengurus segala kepentingan guna mendaftar ke perguruan tinggi. Ya ..., Caitlin pun tak dapat menolak begitu Efrain sudah menentukan di mana keduanya kuliah, juga perihal jurusan yang akan diambil. Dikekang, bisa jadi.

“Nanti aku menyusul, Ef. Aku masih memiliki kepentingan dengan Zeryan.”

“Apa?”

“Rahasia,” gumam Caitlin yang sukses menghadirkan kilatan kemarahan di mata Efrain. “Please—”

“Ikut aku!”

“Enggak!”

Zeryan sendiri terdiam sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tadinya, ia hanya hendak meminta bantuan Caitlin mengisi persyaratan mendaftar ke kampus luar negeri, apalagi gadis itu mempunyai cita-cita yang sama. Namun, sepertinya Zeryan melupakan siapa tameng yang tak segan-segan membunuh jika berani mendekati Caitlin walau niatnya tidak buruk.

Zeryan dicurigai sangatlah lucu.

“Cait, aku mengurusnya sendiri saja. Enggak perlu memikirkan aku, kamu pulanglah bersama Efrain,” ucap Zeryan hati-hati, dan menunduk agar tidak menyinggung Efrain yang beralih menatapnya marah.

“Tapi—”

“Kamu dengar, kan, Honey?”

Caitlin menggeleng, berontak melepaskan genggaman Efrain di lengannya. “Aku sudah berjanji membantu Zeryan, Ef!”

Zeryan kembali keblangsakan. “Sungguh, Cait, kamu enggakberjanji. A-aku bisa melakukannya tanpamu. Tolong, pergilah.”

Efrain tersenyum licik. Merasakan Caitlin terus melawan, ia langsung menyeretnya meninggalkan Zeryan walau penolakan masih berlangsung. Tidak mungkin Efrain membawa Caitlin pulang, apalagi hujan mulai turun. Akan tetapi, mencari tempat teduh tidak dikabulkan ... tak bila mengingat perlawanan gadisnya.

Pilihan Efrain jatuh di halaman belakang sekolah. Kemudian, ia meringis sebab gigitan yang singgah di belikatnya. Ulah Caitlin. Kian tak terkendali—belum lagi kesialannya hari ini—Efrain menggeret Caitlin dan mengeratkan cengkeramannya.

“Ef, setidaknya jangan terlalu kasar pada Caitlin! Dia perempuan!”

Peringatan Zeryan tidak penting. Selama ini, Efrain sudah sangat sabar menghadapi engkah-engkahan Caitlin yang sering kali memuakkan. Tidak masalah selagi menurut, tetapi Caitlin terlanjur tak mengacuhkan kebaikannya.

***

“Lepas, Ef!”

Ke sekian kali Efrain mengumpat. Sedikit lagi, maka waktunya melepas dahaga memberi pelajaran supaya—pikirnya—Caitlin tahu posisinya selama ini. “Apa perlakuanku enggak berarti apa-apa untukmu, hem?”

“Aku enggak peduli. Lepaskan aku, Ef!”

“Kamu tahu, Cait, emosiku sedang tidak stabil, dan kamu benar-benar memancingku, ya?”

Darurat. Gemeretak gigi Efrain membuat Caitlin meneguk salivanya susah payah, sedangkan tarikan yang diterimanya sungguh menyakitkan. Efrain tidak main-main jika telah di ambang kesabaran.

“Ef, lepaskan aku!”

“Oh, no. Our business isn’t finished yet, Cait.”

“Kamu kasar!”

“Kamu yang menyebabkanku kasar padamu, Honey!”

Seragam kekecilan Caitlin kusut di berbagai sisi, dan laki-laki yang konstan menyeretnya ke belakang sekolah adalah si berengsek cap kakap. Benar, seperti tidak ada yang menyenggol hatinya, bagi Caitlin ... Efrain tetaplah penjahat bertopeng baik hati. Pergelangan Caitlin disentak memasuki gudang tak terjamah oleh siapa pun sebelumnya, bahkan agak angker.

Caitlin merasakan nyeri di sekujur tubuh bertepatan Efrain membantingnya menabrak dinding. Ia merintih karena punggungnya turut menjerit selayaknya ingin retak. “Sakit!” pekik Caitlin, hampir menangis.

“Berani kamu?” tanya Efrain tidak peduli, melainkan menjambak sekali rambut Caitlin.

“Iya!”

Jawaban terang-terangan Caitlin memicu Efran terkekeh tak bersalah. “Tahu kamu siapa aku sekarang—mulai detik ini?”

“Aku … anak ayah dan ibuku!”

“Hanya itu?”

“Ya,” ujar Caitlin tak gentar, lalu mengeluh oleh rahangnya diremas sang lawan

Plus one more thing. Detik ini juga, kamu resmi milik aku!” ucap Efrain tak terbantahkan. “Apa pun alasannya, semua tentang kamu adalah punya aku!”

Jantung Caitlin berdetak cepat sekaligus menatap Efrain yang terus menghunjamnya tajam—terlihat sekali mengintimidasi. Namun, bukan Caitlin kalau tidak ingin kalah sia-sia. “Aku tidak mau. Kamu pikir siapa sampai berhak atas aku?” tuturnya berani.

“Sudah aku bilang tadi, kan.” Kali ini ada senyum di bibir Efrain. Caitlin-nya tidak repot-repot berubah dan menyerah tunduk padanya. “Kamu pacar aku, milik aku, dan aku berhak atas kamu. Paham?”

“Enggak ada yang berhak ataupun berkewajiban, kecuali orang tua aku! Aku juga bukan pacarmu, Efrain Reagan!”

“Dengar, Cait, apa pun yang sudah menjadi milik Efrain ... enggak akan bisa lepas, kecuali aku yang melepaskan!” tutur Efrain memperjelas. “Termasuk kamu!”

Sesaat jemari Caitlin terkepal, serta menyipit kentara meredam amukan. Ia yakin sorot netranya kalah dibanding Efrain, tetapi melawan orang yang tak sopan bukan kekurangannya. Caitlin akan mampu membuktikan kehebatannya tanpa menurunkan harga diri. “Aku bukan milik siapa-siapa!”

You can see. Sekolah sepi, hanya ada aku dan kamu.”

Caitlin menghela napas panjang. Mengenaskan, ia memang tidak mempunyai teman, alih-alih siapa yang dapat membantunya. “What do you mean?” tanya Caitlin frustrasi. “Aku enggak bikin problem sama kamu, kita aja enggak saling kenal sebelumnya.”

“Terus kemarin-kemarin apa, Cait?”

“Apa maksud kamu?”

“Enggak maksud apa-apa. Kamu cukup berjalan di bawah kenyataan aku.” Caitlin berontak saat Efrain menyentuh dagunya. “Atau keluarga kamu taruhannya.”

Napas Caitlin tercegat, pula emosi tak tertahan menangkap senyum miring Efrain. “Apa mau kamu, Efrain?”

“Aku ... mau kamu.”

Caitlin baru akan mengoceh saat ia menyentuh dagunya kembali dan sampai gigitannya di bibir terlepas, lalu sesuatu yang lembab menyentuh dan melumat dengan perlahan nan penuh pemujaan. Caitlin terbelalak syok, di waktu bersamaan wajah Efrain terasa sangat dekat.

Efrain mencium Caitlin untuk pertama kali!

Beberapa detik terasa menyakitkan dan menjijikkan bagi Caitlin. Namun, ia cukup menikmati ciuman itu. Tak terlalu lama, mungkin Efrain hanya ingin menampakkan kenyataan yang dimaksudnya. Saat Efrain melepaskan, Caitlin konstan bergeming di posisi.

You’re mine,” bisik Efrain di telinga Caitlin, lalu mencucup sudut bibirnya kembali.

“Kamu—”

Shit, kamu candu sekali, Cait!”

Caitlin menjadi kaku sekejap Efrain menekan tengkuk dan menciumnya lebih buas ketimbang di awal. Ciuman kedua yang memabukkan, dengan Caitlin yang anehnya menerima dan Efrain berusaha lembut meski emosinya belum juga turun.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status