Share

Past 6 | Tragedi Prom Night

***

Ini tepat dua minggu setelah kejadian di gudang, dan prom night masa putih abu-abu sebagai pergelaran menyimpan kenangan akhirnya tiba. Sebuah ajang memamerkan segala hal untuk sebagian siswa-siswi, tetapi tidak bagi beberapa yang menghindari malam mewah nan glamor ini, termasuk Caitlin.

Efrain tahu, membawa Caitlin ke sini bukanlah ide bagus, bahkan dirinya terkadang jijik. Walaupun berasal dari keluarga yang cukup, tetapi Efrain yakin Caitlin tidak terbiasa akan dunia malam meski sekadar acara sekolah. Martabat Caitlin Deborah Roland tinggi laksana perempuan, dan ia amat beruntung bisa memilikinya.

Caitlin milik Efrain, it’s his nice obsession.

Satu jam lalu, Efrain terpaksa meninggalkan Caitlin di balkon saat didapuk pemenang king of the year. Di sudut hatinya terdalam, Efrain benar-benar bahagia, dan beberapa rencana tersimpan baik di kepala. Sebentar lagi memasuki perkuliahan, ia berniat membawa Caitlin ke mana pun dirinya berada.

Namun, tiba-tiba saja Efrain kehilangan jejak Caitlin. Gadis tersebut tidak se-pemberontak itu hingga berlari darinya. Efrain tahu sekali saat Caitlin akhirnya berada di satu titik mempercayainya tempo hari. Jadi, kemungkinan gadisnya hanya melipir dari kemegahan di ruangan.

Bro, apa kamu melihat pacarku?”

“Si Cait? Sori, Ef, aku enggak.”

Yeah, begitu pun aku.”

Neither am I.”

Efrain mengernyit mendengar jawaban salah satu kelompok dari teman seangkatan. Mencoba berpikir positif, Caitlin juga tidak mungkin terjebak di drama mainsteam bernama pem-bully-an. Ke mana Caitlin pergi, Efrain terus membatin dengan perasaan khawatir seketika.

Bro, lihat Caitlin?”

“Coba ke taman. Aku lihat dia tadi seperti linglung dan ... hem, seperti gelisah dan enggak nyaman. Maybe.”

“Oh, oke. Thanks.”

Efrain langsung berlari ke bagian belakang dari rumah minimalis bergaya Eropa itu. Prom night tahun ini bisa dibilang sederhana daripada tahun lalu, tetapi tetap saja bagi orang-orang kemewahan selalu ada terlihat nyata walau bukan di hotel berbintang mewah.

“Honey, kamu di mana?”

Tidak ... tidak ... tidak. Mau bagaimanapun acara berlangsung, Efrain tidak peduli. Taman yang sepi, membuatnya keblangsakan. Jujur, Caitlin satu-satunya sosok yang ditakuti Efrain akan menghilang dari hidupnya. Perasaan tidak enak itu membahayakan.

I’m here. Where are you, Honey?” Tidak ada sahutan sama sekali, tetapi samar-samar Efrain mendengar rintihan. Ia melakukan percobaan kembali, “Caitlin, please … where are you?”

“Ef, tolong! Panas!”

Finally!

“Cait!”

“Aku ... aku di sini, Ef! Help me!”

Lantas Efrain berlari ke arah ayunan tertutup di paling sudut, jauh dari jangkauan biarpun sudah berlari kencang ke sana. “Cait!” jerit Efrain ke sekian kali.

“Ef, panas!”

Napas Efrain memburu hebat saat duduk di samping Caitlin yang wajahnya terlihat memerah seperti menahan sesuatu. Disentuhnya kening hangat itu, dan sekejap Caitlin mendesah. Otomatis Efrain menelan ludah. “Kamu kenapa, Honey?” tanyanya berusaha tenang.

“Panas, Efrain. Tolong, aku mohon!”

Efrain melotot horor menangkap keberadaan minuman asing di genggaman Caitlin. Demi Tuhan, ia bahkan tidak pernah sekali pun mencoba, dan Caitlin ... entah beberapa teguk telah mengalir di tenggorokannya.

Jangan-jangan ....

“Panas, Ef!” Caitlin kembali bergerak gelisah di bawah tatapan tajam Efrain yang belum bergerak sedikit pun. Sinyal bahaya yang menyelimuti perlahan mengabur bersamaan jeritan putus asa Caitlin meminta sentuhan.

“Kamu sama siapa tadi, Honey?” Caitlin mengerang dan mendesah di satu waktu, menyebabkan umpatan meluncur dari mulut Efrain. “Answer, Caitlin Sayang!”

Napas Caitlin terputus-putus begitu memberanikan diri menyentuh rahang Efrain saat laki-laki itu juga mengusap punggung terbukanya. “Caroline, Defina, Rei … Ef, touch me again!”

What a fudge!

Tanpa menunggu waktu lama, Efrain memekakkannya kupingnya dan tetap menggendong Caitlin yang terus merintih nikmat. Sekarang bukan hanya Caitin, tubuh Efrain turut meremang serta bergegas ke parkiran yang rasanya jauh dari jangkauan. Sesekali Efrain menyumpah serapahkan segelintir manusia yang menjebak gadis sepolos Caitlin.

Sialan!

Tak lupa Efrain menghardik diri sendiri yang tidak mampu menjaga Caitlin dengan baik. Sebulan ini, bukanlah hal gampang melindungi Caitlin dari pergaulan anak-anak di sekolah yang didominasi kecil akal dan tidak jarang Efrain kewalahan dibuatnya.

Dengan kewarasan minim, Efrain memapah Caitlin yang selalu mengharapkan sentuhan intens ke salah satu hotel keluarga terdekat. Persetanan ke depannya, otak sehat Efrain—atau setan di badannya—berujar lugas;

She is mine and fate is always like that!

“Cait, trust me,” ucap Efrain meyakinkan nafsinya sebelum memulai babak baru perjalanan kisahnya dan Caitlin.

Sampai sini, Efrain tidaklah salah, ’kan?

***

Dingin menggigit akibat AC yang menyentuh kulit memicu Efrain terbangun. Bukan hanya itu, secepat kilat pikirannya merespons dengan segenap kilasan yang mengubah diri seutuhnya. Masih setengah sadar, jantung Efrain berdegup ketika meraba sisi kanannya dan tidak merasakan gadis—wanita yang dipeluknya sepanjang malam.

Efrain terduduk spontan di sandaran ranjang, lalu mengeryit bingung menyadari keadaan sepi, bahkan suara dari kamar mandi yang diharapkan pun tidak ada. Ketakutan Efrain makin membesar karena tak menemukan jejak yang membuktikan kehadirannya bersama seseorang dan pernah berjam-jam bermandikan gairah.

“Caitlin!” Teriakan Efrain memantul kembali di telinganya sebab kamar yang hening. Nahas, hanya desis kedinginan tubuhnya sendiri yang menjawab. Gila, bahkan semalam suhu AC tidak menjernihkan otaknya dalam berpikir beberapa jam lalu.

Caitlin kabur; satu-satunya pendapat yang masuk akal di pemikiran Efrain. Dadanya kian berdetak tak karuan, ditambah tidak sengaja melihat sepucuk surat terlipat seadanya di nakas.

Tidak. Efrain menguatkan hati terlebih dulu, serta berpikir santai bahwa siapa tahu Caitlin sedang membeli sesuatu di ... bullshit!

Semakin Efrain menyanggah kemungkinan terburuk, kegelisahan yang disebabkan selembaran itu makin menggetarkan tangannya tatkala terulur perlahan. Semoga ... semoga ... semoga. Caitlin mustahil meninggalkan Efrain, bukan?

Semalam, Efrain ingat pasti. Pengalaman pertamanya menjadi pria dewasa di umur masih belasan, begitu pun Caitlin yang telah menjelma wanita. Mulai dari ciuman di bibir dan mahkota masing-masing diberikan pertama kali, sisi berengsek Efrain pun bangga akan hal tersebut.

Menyingkirkan segala keresahan, Efrain memungut surat keramat itu dan membacanya.

To : Efrain

Aku to the point saja, Ef. I’m leaving now, and please don’t look for me anymore. Biarkan aku mencari kebahagian sendiri walaupun sulit.

Aku hanya mau bilang, Ef. Kamu benar, Efrain salah satu contoh kekuasaan.

Terima kasih sudah membantuku selama ini. Aku akan baik-baik aja tanpamu dan menjaga diri sendiri sampai semalam menolongku. Aku harap kamu juga. I’m yours, yes.

Efrain, aku enggak sakit hati, dendam, atau benci sama kamu, sama sekali enggak. Cukup kamu jangan cari aku, ya.

Sekian.

From : Caitlin

Efrain merobek kertas yang dibacanya dengan ledakan emosi menggebu-gebu. Matanya yang nyalang mencoba menemukan setitik harapan agar semuanya hanya mimpi, tetapi badan telanjangnya di bawah selimut seolah mengejek. Sialan!

“Aku enggak akan mencari kamu, Honey. Yang ada, kamu bakal muncul di hadapanku nanti. Suatu hari.”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status