Share

Kafe Baru 2

Pagi harinya kesibukan sudah sangat terlihat di rumah keluarga Bramantya. Ayah dan Kak Hendri sudah mulai kembali membuat segala sesuatu untuk kebutuhan kafe. Sedangkan Bunda dan Deli pergi kepasar untuk membeli bahan-bahan yang akan dimasak untuk kafe. Deli meminta bantuan kedua sahabatnya untuk berbelanja ke pasar.

"Bun, kita mau beli apa dulu Bun?" kata Dian.

"Kita ke toko yang menjual tepung tepungan aja dulu. Bunda mau beli bahan-bahan buat kue."

Mereka berempat kemudian pergi menuju toko P & D. Bunda membeli semua bahan yang dibutuhkannya untuk membuat roti dan gorengan.

"Kemana lagi Bun?"

"Ketengah pasar aja. Nanti apa yang Bunda butuhkan langsung aja kita beli. Catatannyakan sudah ada itu, jadi tidak akan ribet lagi memikirkan apa yang mau dibeli."

Mereka berempat berkeliling-keliling pasar hampir sampai tiga jam lamanya. Akhirnya setelah selesai membeli piring, gelas, sendok garpu dan sumpit yang lucu-lucu, Bunda dan ketiga putrinya langsung memasukkan barang barang yang telah mereka beli kedalam bagasi mobil Dian dan Dina. Setelah semua barang masuk kedalam mobil, kedua mobil itu meninggalkan parkiran pasar, mereka menuju ke rumah Deli.

Tak berapa lama, mereka akhirnya sampai juga di rumah Deli. Ayah dan Kak Hendri membantu Deli dan kedua sahabatnya untuk menurunkan belanjaan yang mereka beli di pasar.

Bunda yang sudah memasak tadi pagi, langsung menyiapkan makanan tersebut untuk menu makan siang. Selesai Bunda menyiapkan makanan di atas meja, semuanya langsung berkumpul untuk menyantap hidangan tersebut. Mereka makan dengan sangat lahap. Hari ini mereka akan bekerja sampai larut malam, karena hari selasa kafe akan resmi dibuka.

Ayah dan Hendri serta Dian sibuk menata setiap sudut taman yang disulap menjadi kafe dan perpustakaan dengan tema outdoor. Sedangka Deli dan Dina sibuk membuat toko online untuk penjualan menu menu yang bisa dipesan secara online. Akhirnya saat jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Ayah menyelesaikan kerja hari ini.

"Baiklah karena udah malam kita istirahat dulu. Besok kita akan melakukan finishing akhir. Biar semuanya nampak sempurna saat pembukaan kafe. Satu lagi untuk yang penjualan secara online bagaimana Del?" tanya Ayah.

"Beres ayah. Tinggal besok posting semua menu yang akan dijual. Nanti beberapa gambar asli dari menu di buat Bunda, yang sisanya akan ambil gambar dari internet."

"Oke sip. Berarti udah ada tokonya tinggal isi toko yang belum. Bagus berarti itu. Brosur bagaimana?"

"Juga udah tinggal disebar. Rencananya besok siang akan disebar yah."

" Pagilah Del, biar orang tau sudah ada kafenya tinggal tunggu bukanya aja lagi"

"Oke besok pagi kami jalan untuk menyebarkan brosur."

Mereka semua akhirnya masuk ke kamar masing masing. Dian dan Deli hari ini tidak pulang kerumah mereka. Mereka berdua akan menginap di rumah Deli.

Keesokan harinya selesai sarapan mereka semua sibuk dengan aktifitas masing masing. Ayah dan Hendri di tolong Dian kembali menyiapkan pekerjaan mereka yang tinggal sedikit lagi. Bunda mencoba memasak masakan yang akan dijualnya besok. Sedangkan Deli dan Dina pergi menyebar brosur kafe ke berbagai tempat.

Tiba-tiba saat di suatu taman kota Deli dan Dina bertemu teman teman kampusnya. Deli kemudian memberikan selebaran brosur kafenya.

"Wow, si Nona kaya yang jatuh bangkrut, sekarang udah buka kafe" kata Anggel kepada teman temannya.

"Makanya, kalau belum jadi kaya beneran nggak usah sok deh loe. Pas giliran bangkrut gini jadi malukan." tambah Julia.

"Kamu di kafe itu pasti jadi pelayankan. Is untung aja kamu udah mau tamat kalau tidak, udah gue mintak ke rektor untuk mengeluarkan loe dari kampus." kata Anggel.

"Sana pergi pelayan, ogah gue deket deket sama pelayan kayak loe." Julia mengibas ngibaskan tangannya ke arah Deli.

"Din, loe jangan mau dekat dekat dengan pelayan, nanti loe akan bau bawang juga."

"Hahahahahahaha" tawa mengejek Anggel dan teman temannya.

"Satu lagi. Kami semua nggak butuh brosur kafe murahan itu. Kami nggak level makan di kafe sampah itu. Sakit perut gue nanti siap makan di sana." lanjut Anggel dengan pongahnya.

Deli hanya diam saja mendengar caci maki kedua teman sekampusnya itu. Deli masih menyabarkan dirinya, Deli bukan takut, tapi apalah guna ngelawan orang yang merasa selalu benar dan merasa derajatnya lebih tinggi dari pada orang lain. Tetapi berbeda dengan Dina yang sudah sangat geram dengan tingkah kedua teman kampusnya.

"Anggel. Gue tau bokap loe seorang direktur di kantor cabang perusahaan Sanjaya Grub. Benar begitu Anggel?" kata Dina dengan tatapan tajamnya.

"Wah itu loe tau. Makanya masih mending loe berteman dengan gue yang jelas jelas bokap gue direktur, dari pada loe berteman dengan anak yang bokapnya mantan direktur. Hahahahahaha" kata Anggel dengan semakin menyudutkan Deli.

"Oh ya? Bokap loe cuma hanya pekerja di perusahaan Sanjaya, bukan pemilik perusahaan Sanjaya."

"Walaupun bukan pemilik tapikan tetap Direktur" Anggel menekankan kata direktur setiap suku katanya.

"Wow begitu. Loe mau tau gue siapa Anggel?" kata Dina dengan menekankan kata Anggel setiap suku katanya.

"Sekarang loe gue kasih pilihan. Loe mintak maaf ke Deli atau bokap loe detik ini juga akan keluar dari perusahaan Sanjaya Grub" Dina menatap dingin Anggel.

"Hahahahahahaha. Siapa loe yang bisa mecat bokap gue. Keluarga loe aja nggak jelas." Anggel tidak sadar sudah merambah ranah pribadi Dina.

"Apa loe bilang, keluarga gue nggak jelas? Tenang loe sebentar lagi akan gue perjelas di depan muka loe. Sekarang jawab pertanyaan gue tadi." Aura dingin Dina sudah membuat Julia menggigil karena takut. Sedangkan Deli biasa saja.

" Loe denger Dina manusia tanpa keluarga. Gue tidak sudi meminta maaf kepada pelayan itu" kata Anggel sambil menunjuk Deli dengan tangan kirinya.

Dina memegang dan memelintir jari Anggel yang sudah berani beraninya menunjuk sahabat terbaiknya dengan tangan kiri. 

"Ow sakit gila. Loe kurang ajar. Lepasin jari gue." teriak Anggel yang sudah merasakan jari jarinya sakit seperti mau patah.

Deli yang kasian melihat Anggel meminta Dina untuk melepaskan jari Anggel. Dina dengan berat hati menurut perkataan Deli. Dina menghempaskan jari tangan Anggel.

"Dasar wanita bar bar." teriak Anggel sambil menahan sakit di jarinya.

"Loe akan lihat sebentar lagi betapa bar barnya gue." kata Dina.

Dina mengeluarkan ponselnya yang lain. Deli yang heran kenapa Dina tidak menggunakan ponselnya yang biasa itu. Deli hanya tau kalau Dina adalah dari keluarga kalangan biasa saja. Tapi sepertinya Dina sedang menyembunyikan siapa keluarganya sebenarnya. Dina menelpon orang kepercayaannya dan memasang loadspeker ponselnya agar Anggel dan teman temannya mendengar apa yang dikatakan oleh Dina.

"Hallo Asisten Juan. Aku minta sekarang juga kamu pecat Bapak Handoko yang memimpin kantor cabang perusahaan kita di negara A. Sekarang juga. Alasan katakan saja kepada dia, kalau putrinya yang bernama Anggel telah mengatakan kalau saya Dina Kusuma Sanjaya tidak memiliki keluarga yang jelas."

"Siap laksanakan Nona Muda. Ada lagi Nona Muda?" tanya Asisten Juan.

"Apa perusahan Sanjaya atau Kusuma ada bekerjasama dengan perusahaan receh Saputra?"

"Ada Nona Muda."

"Batalkan semua kontrak kerja itu. Saya tidak mau bekerjasama dengan makhluk sombong yang tidak tau diri itu. Laksanakan sekarang juga Juan tidak pakai nanti."

"Baiklah Nona Muda. Saya juga akan menelpon seluruh kolega kita agar tidak menerima Tuan Handoko di perusahaan manapun. Saya yakinkan kepada Nona Muda kalau Tuan Handoko dan keluarganya akan menjadi gembel." kata Juan dengan penuh emosi. Juan tersinggung karena ada orang yang sudah berani mengatakan Nona Mudanya bukan dari keluarga yang jelas.

Dina memutuskan panggilannya dengan Juan dan menatap Anggel dan Julia.

"Loe berdua dengarkan, udah taukan siapa gue. Seorang nona muda yang tidak jelas keluarganya. Sekarang silahkan nikmati kegembelan dan kehinaan kalian berdua."

Dina terhenti bicara karena sudah distop oleh Deli. Deli tidak ingin Anggel dan Julia menjadi lebih malu lagi.

"Din udah, kita jalan aja lagi. Udah mau sore, brosur masih banyak." kata Deli ingin menjauhkan Dina dari Anggel dan Julia.

"Bentar Del." Dina melepaskan pegangan tangan Deli terhadap tangannya.

"Satu lagi yang harus loe berdua ingat. Jangan pandang manusia dari gayanya, karena gaya bukan menjamin dia berasal dari keluarga mananya. Camkan itu di otak busuk kalian." kata Dina sambil menoyor kepala Anggel dan Julia.

Anggel dan Julia hanya bisa pasrah saja. Mereka kali ini salah sasaran, mereka yang niatnya pengen ngebully Deli, malah mereka yang dibully Dina, karena kesombongan mereka sendiri. Sekarang Anggel dan Julia hanya bisa meratapi nasibnya masing masing yang sebentar lagi akan jadi gembel.

"Din apakah loe dari?"

"Yup" jawab Dina sebelum Deli menyelesaikan pertanyaannya.

"Del, loe mau gue yang mengurus masalah perusahaan ayah loe?"

"Nggak usah Din. Gue hargai niat baik elo. Tapi biarkan kami bangkit dengan jalan dan usaha kami sendiri." kata Deli sambil tersenyum kepada Dina. Deli tidak menyangka kalau dia akan bersahabat baik dengan Nona Muda yang berasal dari keluarga pebisnis handal di berbagai negara.

"Ini yang buat gue nyaman berteman dengan loe dan Dian. Loe berdua sangat tulus berteman dengan gue. Walaupun saat kita perkenalan dulu, gue menutupin siapa gue sebenarnya." kata Dina sambil memeluk Deli.

Dua sahabat itu menuju kembali ke rumah yang sudah disulap menjadi kafe.

"Del, gue mau mulai hari kamis, Bunda yang menghendel katering rumah sakit gue. Gue tau bunda adalah mantan dokter ahli gizi. Jadi gue harap bunda mau untuk mengisi katering rumah sakit." kata Dina yang masih juga berusaha untuk membantu keluarga Deli.

Deli yang paham dengan maksud Dina langsung mengangguk mengiyakan.

"Tapi semua keputusan di bunda Din. Loe tanya bunda aja nanti ya." 

"Sip"

Tak terasa mereka sudah sampai di kafe. Betapa terkejutnya Deli dan Dina, melihat kafe sudah siap. Bunda juga sudah memasak menu menu yang akan dijual. Terlihat Hendri sedang mengambil foto menu menu itu, agar bisa diposting di toko online dan untuk digunakan sebagai gambar di buku menu.

"Bun, Dina mau bicara sama bunda. Bisa bunda?" kata Dina dengan serius.

"Ada apa sayang? Serius sekali kelihatannya." kata Bunda menatap Dina.

" Ayah juga duduk sini." kata Dina meminta ayah duduk di dekat mereka.

Ayah kemudian berpindah duduk ke dekat Dina, begitu juga dengan Dian yang tidak diminta duduk juga ikut duduk. Dina manatap Dian. Dian memberikan senyumnya, Dina hanya bisa menggeleng dan tersenyum membolehkan Dian untuk duduk.

"Bunda, Ayah, sebelumnya Dina minta maaf karena tidak jujur tentang keluarga Dina sebelumnya. Dina sebenarnya adalah nona muda dari keluarga Kusuma dan Sanjaya." kata Dina menatap ke wajah Ayah, Bunda dan Dian.

Ekspresi Ayah biasa saja, ayah sudah menduga dari dulu. Sedangkan Bunda dan Dian terkejut.

"Tadi Dina sudah bertanya kepada Deli. Dina ingin membantu perusahaan Ayah, tetapi Deli menolak dan Dina juga yakin ayah akan menolak. Makanya, Dina mohon yang ini jangan menolak. Dina ingin Bundalah yang mengisi catering rumah sakit milik Sanjaya mulai hari kamis. Apa Bunda mau?" Dina menatap penuh harap kepada Bunda.

"Sayang, Bunda mau. Tapi bagaimana kalau mulai bulan besok saja. Kasian kan katering yang sebelumnya. Biarkan mereka menyelesaikan untuk sebulan ini dulu, bulan besok baru bunda." kata Bunda berusaha mengelak. Bunda sebenarnya karena tidak ada modal makanya mengelak.

"Oke bunda mulai bulan besok. Dina tau kenapa Bunda milih mundur, maaf Dina, pasti bunda mikirkan modal. Bunda dimanapun Dina meminta orang jadi pengisi catering, Dina akan memberikan pembayaran di muka bunda. Tapi karena bunda meminta bulan depan dengan alasan catering lama. Oke Dina setuju, ngak apa apa." kata Dina sambil memeluk Bunda.

"Makasi sayang." kata Bunda memegang tangan Dina.

Dina melihat ke arah Dian yang seperti siap menerkamnya.

"Jangan marah teman." kata Dina sambil memeluk Dian.

"Hem dasar loe ya. Selama ini loe pura pura nggak ada uang, loe terus minta traktir ke gue atau Deli. Ternyata yang terjadi adalah uang elo nggak ada serinya. Menyebalkan loe Dina" teriak Dian dikuping Dina.

"Yan jangan loe sakitin nona muda, loe mau perusahaan ayah loe bangkrut kayak perusahaan bokap Julian?"

Deli kemudian menceritakan semua kejadian di taman kepada semua orang. Dian langsung bertepuk tangan bahagia.

"Akhirnya dua makhluk sombong itu terhempas karena kesombongan mereka. Loe the best sob" Dian memberikan dua jempolnya kepada Dina. Dina hanya tersenyum saja.

Malam ini mereka berdua kembali nginap di rumah Deli. Mereka besok akan ke kampus bersama sama setelah itu akan membuka kafe bersam sama. Jangan heran kenapa kedua orang tua mereka tidak mencari Dian dan Dina.

Dina sudah tidak punya orang tua lagi. Dina hanya hidup dengan Asisten Juan orang kepercayaan orang tuanya yang sekarang harus terpisah, karena Dina lebih memilih tinggal di negara A, negara asal orang tuanya.

Dian, orang tua Dian adalah sahabat terbaik orang tua Deli. Makanya kedua orang tua Dian tidak mempermasalahkan Dian untuk menginap lama di rumah Deli.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status