Share

Dina Pergi

Pagi hari saat kafe akan perdana di bukak. Sudah terlihat kesibukan di rumah keluarga Bramantya. Kesibukan tidak hanya terjadi di halaman tetapi juga di dapur. Malahan kesibukan di dapur sudah terjadi dari pukul empat dini hari. Bunda sudah menyiapkan cemilan cemilan untuk orang yang datang.

Ayah dan Hendri ditemani Dian sudah menata bangku bangku di halaman sesuai dengan posisinya. Pagi hari kafe akan menyediakan berbagai macam jenis sarapan. Kafe ini benar benar akan menjadi tumpuan untuk hidup keluarga Bramantya, makanya semua disiapkan seperfeck mungkin. Ayah dan Bunda tidak mau setengah setengah.

Pukul enam pagi, kafe sudah ready dan siap menerima pelanggan baru mereka. Bunda sudah meletakkan beberapa menu di sejenis container yang sudah di sulap menjadi dapur asik.

Pelanggan pertama Bunda adalah seorang pria kantoran yang berwajah tampan. Sepertinya pria tersebut termasuk orang berpengaruh di kantornya. Pria tampan itu memilih duduk di dekat buku buku bisnis koleksi ayah. Pria itu kemudian mengambil sebuah buku yang menarik minatnya. Pria tersebut sangat serius membaca.

"Maaf Tuan. Mau pesan apa" kata Deli sambil menatap ke pria tampan tersebut.

"Menu sarapan apa yang spesial di kafe ini?" pria tersebut tidak menoleh dari buku yang dibacanya sedikitpun.

" Banyak Tuan. Tapi kalau Tuan mau saya merecomendedkan katupek gulai tunjang" lata Deli.

"Makanan apa itu? Pertama kali saya mendengarnya." kata pria tampan tersebut sambil mengangkat kepalanya.

Betapa terkejutnya pria tersebut, perempuan yang menjadi pelayan adalah seorang wanita yang sangat cantik. Pria tersebut menatap lama ke arah Deli.

"Ehm. Tuan ini yang namanya katupek gulai tunjang." kata Deli sambil memperlihatkan gambar dari makanan tersebut.

"Baiklah saya pesan satu. Minumannya capucino hangat tanpa susu." pemuda tampan itu kembali membaca buku yang dibacanya tadi.

Deli kemudian memberikan pesanan kepada Bunda. Bunda langsung meracik pesanan pria tampan tersebut. Untuk urusan minuman sua Deli yang menghendle untuk urusan kopi. Selain kopi Bunda bisa membuatnya.

Deki yang tidak bisa mengantarkan pesanan pria tampan tersebut meminta Dina untuk mengantarnya.

Dina kemudian membawa baki yang berisi pesanan pria tampan yang sedang duduk serius membaca buku tentang bisnis. Betapa terkejutnya Dina karena pria yang ditemuinya adalah asisten pribadinya yang bernama Juan.

"Elo? Kok bisa di sini Juan. Perusahaan di negara I bagaimana?" kata Dina sambil meletakkan semua pesanan Juan.

" Aman terkendali Nona. Saya ke sini karena haris mengatakan sesuatu ke Nona." kata Juan sambil menutup buku yang dibacanya.

"Oke kamu cerita saya mendengar" Dina kemudian duduk di kursi sebelah Juan.

Juan kemudian menceritakan semua hal yang akan dibicarakannya dengan Dina. Dina terlihat sedikit kesal.

"Jadi gue harus kesana? Juan juan, kenapa nggal loe aja sih Juan yang menghendle masalah ini. Kenapa harus ke gue" teriak Dina.

Dian yang berada dekat dengan Dina menatap tajam ke arah Dina. Dina memberikan isyarat aman kepada Dian.

"Maafkan saya nona. Tapi memang tidak bisa diwakilkan Nona. Makanya saya datang kesini. Nona harus berangkat siang ini juga. Pesawat sudah stay di bandara." kata Juan.

"Perusahaan yang di sini bagaimana?"

" Nona serahkan saja kepada orang yang nona percaya. Saya juga tidak bisa tinggal diaini. Saya harus ikut Nona kembali." jawab Juan.

"Loe asli gila Juan. Kemana gue bisa mencari seorang direktur dalam waktu mendesak. Belum lagi gue harus ngasih tau ke semua orang di kantor."

"Gampang itu Nona. Nona tinggal tunjuk satu orang. Kemudian kumpulkan semua orang, umumkan. Gampangkan Nona." kata Juan sambil menyantap katupek gulai tunjang. Juan terkejut dengan rasanya. Juan belum pernah memakan makanan ini sebelumnya.

" Juan. Kita berangkat besok sore. Tidak ada penolakan. Gue udah tau orang yang akan memegang perusahaan di sini. Tapi gue harus membujuknya dengan susah payah terlebih dahulu." kata Dina sambil berjalan meninggalkan Juan. Juan terpaksa hanya menyetujui perkataan Dina.

Dina kemudian menuju ke arah Ayah yang sedang duduk dengan Hendri.

"Ayah, Dina mau bicara dengan ayah."

Hendri kemudian berdiri hendak meninggalkan Ayah dengan Dina saja.

"Kak Hendri di sini aja." ucap Gina ketika melihat Hendri mau pergi. Hendri kembali duduk untuk mendengarkan obrolan Dina dan Ayah.

"Ayah lihat pemuda yang duduk di dekat koleksi buku bisnis Ayah" kata Dina menunjukkan orang tersebut.

Ayah dan Hendri mengangguk. Mereka memang melihat pemuda itu dari tadi.

"Dia adalah asisten sekaligus orang kepercayaan Dina untuk mengurus kantor pusat perusahaan Sanjaya dan Kusuma di negara I. Sekarang dia datang kemari untuk meminta Dina kembali ke sana." Dina kemudian diam. Dina menatap Ayah dan Hendri.

"Dina harus berangkat ke sana Ayah. Sekarang yang membuat Dina berbicara serius dengan ayah adalah Dina mohon ayah mau menolong Dina untuk menjado dorektur di perusahaan Dina yang di sini." kata Dina sambil duduk di lantai memegang kaki Ayah. Bunda yang melihat langsung berlari ke arah Dina. Begitu juga dengan Deli dan Dian. Untung kafe masih sepi.

Juan yang melihat nona mudanya sedang berusaha membujuk hanya diam saja tidak bergeming dari duduknya.

"Dina ada apa ini?" kata Bunda dan berusaha mendirikan Dina.

Dina kemudian kembali menceritakan kenapa dia harus bersikap seperti tadi kepada Ayah. Semua orang menatap memohon agar Ayah mau menerima tawaran Dina. Mereka semua paham kalau Dina hanya percaya kepada Ayah.

"Dina, kamu tau kan nak, kemaren ayah habis ditipu rekan bisnis. Ayah takut ini terjadi lagi dengan bisnis kamu nak."

"Ayah, Dina tau. Tapi Dina sangat yakin ayah akan lebih teliti dan waspada gara gara kejadian waktu itu. Dina tau kalau ayah adalah tipe manusia belajar dari kesalahan. Dina mohon ayah tolong terima."

Bunda menatap ayah dengan wajah penuh permohonan.

"Baiklah Dina ayah akan membantu kamu nak" kata Ayah.

Dina langsung memeluk ayah. Ayah telah mengeluarkannya dari beban yang cukup berat. Juan yang melihat nona mudanya berhasil melakukan negosiasi dengan cara ekstrim itu langsung tersenyum senang.

Kafe kembali berjalan seperti semula tanpa Ayah dan Dina yang harus berangkat ke perusahaan Dina saat itu juga. Kasir langsung ditunggui oleh Deli. Tamu kafe makib rame saat jam makan siang. Pengunjung membludak tidak seperti yang dibayangkan Bunda. Bunda tidak henti hentinya memasak pesanan para pengunjung. Begitu juga dengan Deli yang tidak henti hentinya membuat berbagai macam minuman.

Dina telah kembali kenegara I, dia tidak tau kapan akan bisa kembali ke negara A. Suatu hal yang pasti Dina pasti akan kembali melihat kedua sahabatnya itu.

Malam semakin larut. Tamu kafe semakin rame. Kafe yabg seharusnya tutup jam sepuluh malam, akhirnya tutup jam dua belas malam. Mereka semua sangat lelah. Apalagi Hendri dan Deli yang harus kerja rangkap, karena Dian permisi pulang ke rumahnya tadi sore.

" Bunda bagaimana kalau kita mencari dua orang untuk dijadikan pelayan?" kata Ayah.

" Bunda setuju ayah. Tapi apakah ada yang mau jadi pelayan kafe?"

"Ada bun. Kita pasang aja pengumumannya. Baik di toko online maupun di depan kafe."

Mereka akhirnya beristirahat dengan hati gembira. Perjuangan membangun kafe terbayar lunas dengan pengunjung yang begitu banyaknya. Sehingga membuat mereka lemas tidak bertenaga. Malam ini mereka bisa tidur dengan senyum terukir di wajah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status