Share

Kepastian

Kulakukan 10

"Tunggu Mas, ya! Lusa Mas pasti kembali, dengan janji dan membawa segenap cinta untukmu. Mas akan segera menikahimu," ujarnya yakin dan mantap.

"Iya Mas, aku pasti akan menunggumu." Aku tersenyum menatap, wajahnya yang tampan.

 Mas Alex merogoh saku celananya, yang berada di belakang. "Oh, iya. Susu, masih ada kan?" tanyanya. Membuat ku mengernyit.

"Ada, masih banyak, kan kemarin kita belanja segala kebutuhan untukku, sehari sebelum kita kesini, masa Mas sudah lupa, kamu sendiri yang mengantar aku, bahkan Mas yang pilih semua barang keperluanku. Memangnya kenapa, Mas?"

Mas Alex menarik tangan kananku, "Ini, pakai untuk membeli kebutuhan kamu, kalau pakai kartu kredit atau debit kan di sini jauh, perlu waktu untuk mengambilnya,"

"Gak usah Mas, aku masih punya pegangan," sergah ku. Menarik tangan kembali, aku malu pada Mas Alex dia terlalu baik dan perhatian. Segala kebutuhanku juga calon bayiku, dia yang memenuhi semuanya. Bahkan Mas Alex tak ragu memberikan kartu kredit dan selalu mengisi saldo ATM-ku, dia mengatakan untuk jaga-jaga jika aku ingin membeli sesuatu.

"Terima! Mas, gak mau dengar alasan apapun,"

"Tapi ...." 

Mas Alex meletakan amplop coklat ke telapak tanganku. Dia menatapku dengan tatapan penuh harap.

"Besok, tanggal lima belas, jadwal kamu periksa kandungan, ini uang untuk ke dokter, jangan di tolak, tapi maaf. Mas tak bisa menemanimu kali ini,"

"Tak apa Mas, aku juga sepertinya besok tidak memeriksakan kehamilanku ini, aku bingung dan malu, orang akan tahu keadaanku, yang sebenarnya, jika aku pergi ke dokter atau bidan,"

"Ya sudah, nanti saja di Jakarta, setelah Mas melamar dan meresmikan hubungan kita ke penghulu. Mas akan menghilangkan rasa takut, dan mengembalikan rasa percaya diri kamu. Mas janji akan menjadikanmu perempuan yang sempurna, dan Mas akan selalu membahagiakanmu. Untuk selamanya,"

"Mas, kamu terlalu baik dan terlalu sempurna untukku."

Mas Alex menarik nafas, menyisir rambutku dengan ujung jarinya. Manik mata kami saling beradu, tatapannya begitu dalam dan penuh arti.

"Kamu tahu, jodoh seseorang itu, baik atau tidaknya tergantung dari orang itu sendiri. Mas yakin kamu adalah perempuan yang baik, makanya kita ditakdirkan untuk bersama. Kamu mengerti, kan?"

Hatiku terenyuh mendengar penuturan Mas Alex. Rasanya ingin menumpahkan air mataku kembali mengungkapkan rasa haru.

"Selamat tinggal, sampai berjumpa lagi. Ingat, kalau kamu kangen Mas, peluk si Bernard! Mas ada di situ. Dalam diri si beruang kutub, bayangkan dia adalah Mas! Agar nanti jika kita sudah menjadi suami istri, kamu gak ragu untuk memeluk Mas." 

Lagi-lagi aku dibuatnya tersipu.

"Iya, Mas." Aku mengangguk pasti. Kami berjalan beriringan menuju luar pagar, kuantar Mas Alex hingga ke depan jalan, sesampainya di tepian kami berdiri di dekat mobil berwarna putih, milik Mas Alex, dia menarik nafas panjang, lalu tersenyum menatapku.

"Salimnya dong! Hitung-hitung latihan." Mas Alex mengulurkan tangannya. Dengan perasaan ragu dan canggung aku meraih tangannya, dan kucium, layaknya seorang istri yang hendak melepas kepergian suaminya.

"Nah ... begini, biasakan dari sekarang ya! Biar nanti, ketika Mas sudah resmi menjadi suami kamu. Kamu gak canggung lagi," ujar Mas Alex. Dia mengusap rambutku lalu mencium puncak kepalaku dengan lembut penuh cinta. 

Ya Tuhan ... Aku sangat bahagia, rasanya aku ingin melompat karena kegirangan, untuk mengungkapkan perasaan hati ini.

Kupandangi Mas Alex yang masuk ke dalam mobilnya. Rasanya berat untuk berpisah dengannya, aku hanya bisa berdoa, semoga dia benar jodohku, dan akan menutupi aibku.

Dia mengulurkan tangannya dari jendela mobil, lalu meraih tanganku, dan menciumnya. "Selamat tinggal cinta. Mas akan merindukanmu," ucapnya selepas mencium tanganku, dia mendongak menatap wajahku, lalu pandangannya menyusur ke bawah menatap ke arah perut.

"Jaga, baik-baik anak kita! Mas tidak  mau terjadi apapun pada kamu dan calon buah hati kita," tutur Mas Alex sembari mengusap punggung tanganku dengan ibu jarinya lembut.

Hatiku terenyuh kala mendengar dia mengucapkan 'Buah hati kita' jelas-jelas ini benih yang ditanam Devan, anak yang tak kuharapkan. Terima kasih Tuhan, dibalik kesedihan, dan luka ini, masih ada orang yang peduli denganku, dan bersedia membalut lukaku.

"Pasti Mas. Akan kujaga, seperti permintaanmu, jika tak ada kamu yang selalu mendukungku, aku tak tahu bagaimana kehidupan ini selanjutnya,"

"Semua yang terjadi di dalam kehidupan kita, itu adalah takdir. Yang sudah digariskan oleh Tuhan, ringan atau berat cobaan yang Tuhan berikan kepada makhluk-Nya, itu hanya ujian. Kita tinggal menjalaninya saja, kuat atau tidak? Ikhlas atau tidak? Dan semoga saja kamu ikhlas menjalani cobaan hidup ini! Ada Mas yang akan selalu mendukung dan menguatkan diri kamu,"

"Aku sangat beruntung, dipertemukan denganmu oleh Tuhan,"

"Karena ini yang disebut jodoh, di balik kesusahan, pasti ada kebahagiaan yang menanti. Percayalah, di dalam ujian yang ia berikan padamu, semua ada hikmahnya yang bisa kita petik."

Mas Alex seolah enggan meninggalkanku, ia terus saja menggenggam tanganku erat, terpancar cinta yang amat dalam dari sorot mata dan sikapnya.

"Sekali lagi, Mas titip anak kita, jangan anggap anak itu musibah! Dia adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan untuk kita, meskipun dia bukan darah daging Mas, tapi Mas tidak akan menganggapnya seperti itu," pesan Mas Alex dengan suara rendah. Namun, terasa menekan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status