Share

3. Terluka

Napas kedua manusia yang telah merenggut kenikmatan itu saling berpacu. Mata mereka terpejam menikmati sisa-sisa percintaan panas yang entah sudah berapa lama terjadi.

Elsha yang lebih dulu membuka mata, lalu ia menatap ke sampingnya di mana Aris tengah berbaring. Dalam hati, Elsha sangat merindukan pria ini. Sangat. Tapi keadaan sudah tidak sama lagi. Elsha tahu Aris sudah beristri. Kenyataan yang saat itu membuatnya kehilangan harapan untuk bisa kembali ke pelukan sang mantan kekasih.

Mantan? Benarkah mereka sudah berakhir menjadi mantan?

Seingat Elsha, tidak ada yang mengucapkan kata-kata berpisah di antara mereka. Hanya Elsha yang terlalu pengecut dan melarikan diri karena masalah keluarga yang dulu mencekiknya.

Dia menyerah pada hubungan mereka karena Elsha yakin kalau hubungan yang terjalin saat itu tidak akan berhasil. Apalagi Elsha tahu, saat itu Aris harus melanjutkan studi ke luar negeri.

Menghela napas panjang, Elsha beranjak setelah puas memandangi wajah Aris. Wanita itu memungut pakaiannya yang sudah tidak lagi berbentuk, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Elsha mengenakan pakaian yang semula dia pakai ke kelab malam ini. Pantulan diri Elsha yang sudah terbalut pakain miliknya membuat Elsha tersenyum miris.

Ada topeng yang harus dia pakai demi mencari uang untuk kehidupan sehari-hari. Elsha tidak bisa membayangkan bagaimana respon adiknya kalau tahu dia bekerja sebagai jalang. Pasti adiknya sangat malu.

Elsha menahan napas saat pintu kamar mandi yang memang tidak dia kunci tiba-tiba terbuka. Aris berdiri di sana dengan bertelanjang dada. Pria itu sudah mengenakan celananya. Aris melihat wajah Elsha dari pantulan cermin wastafel. Begitupun dengan Elsha yang memandang balik pada Aris.

Langkah kaki membawa Aris berjalan mendekat dan memeluk Elsha dengan menyembunyikan wajah tampannya di ceruk leher wanita itu. Ada rasa tidak rela yang Aris rasakan ketika membayangkan Elsha sudah atau akan disentuh pria hidung belang lainnya.

"I Miss you so badly, El."

Elsha mencengkram erat pinggiran wastafel. Elsha tidak boleh lengah hanya karena ucapan Aris. Elsha mengelus lengan Aris yang melingkar posesif di perutnya. Lalu, wanita itu membalikkan badan sehingga kini dirinya dan Aris saling berhadapan.

Aris menatap Elsha dengan pandangan lelah dan rindu yang mendalam. Elsha tahu arti tatapan itu. Tatapan penuh cinta yang sejak dulu Elsha hafal. Tapi, benarkah masih ada cinta yang tersisa dari pria itu untuknya? Elsha meragukan hal tersebut. Mungkin, Aris hanya merindukan tubuhnya saja.

"Aku harus pergi," ujar Elsha. Bibirnya tersenyum tipis dan telapak tangannya mendorong Aris agar menyingkir dari pintu.

Aris mengepalkan tangannya saat Elsha berlalu dari dalam kamar mandi. Kesal karena Elsha seolah mengabaikannya, Aris menghantam kasar cermin wastafel sehingga kaca itu berderai tanpa sisa.

Elsha yang saat itu hampir keluar dari pintu kamar langsung tersentak kaget dan berbalik lagi hanya untuk melihat Aris yang kini berjalan keluar dari kamar mandi dengan tangan berlumur darah.

Elsha menutup mulutnya yang terkejut dengan kedua tangan. Matanya kaku menatap tangan Aris yang kini sudah memerah. Darah segar menetes ke lantai di sepanjang Aris melangkah. Pria itu meraih kemeja miliknya, lalu segera mengenakannya tanpa peduli dengan darah di tangannya.

Sakit di hati Aris lebih mendominasi daripada sakit karena pecahan kaca. Aris bahkan sama sekali tidak melirik Elsha dan segera meraih ponselnya, lalu mengancingkan kemeja sambil berjalan menuju pintu.

Elsha lebih cepat bergerak. Tangannya segera menutup pintu yang memang sudah sejak tadi terbuka karena ia ingin keluar. "Mas, tangan kamu."

Aris tersenyum tipis. Apa harus seperti ini dulu baru Elsha memanggilnya dengan panggilan sayang itu lagi?

"Gak papa." Aris meraih gagang pintu namun Elsha segera meraih lengannya.

"Mas,"

"Lepas, El, aku harus pergi."

Elsha tidak tahan. Untuk pertama kalinya dia meneteskan bulir bening semenjak hidup begitu kejam padanya. Elsha masih ingat, terakhir kali pipinya basah karena air mata adalah saat kedua orangtuanya pergi tanpa belas kasihan meninggalkannya dan Sashi. Bahkan setelah itu Elsha tahu Aris sudah menikahpun dia tidak menangis.

Elsha malah bersyukur kala itu. Karena dengan terikatnya Aris, maka Elsha bisa melupakan pria itu dengan alasan yang kuat, Aris-nya sudah milik wanita lain. Tapi, malam ini takdir begitu kejam. Mereka dipertemukan kembali dalam situasi yang sangat tidak disangka.

"Hei,"

Aris mengusap pipi Elsha dan heran melihat wanita di depannya menangis begitu terisak.

"El, kamu kenapa nangis?"

Elsha menggeleng. Lalu tanpa Aris sangka, Elsha memeluknya dengan erat. Ada rasa ketakutan yang Aris rasakan di sana. Dari pelukan Elsha, dari cara Elsha menempelkan wajahnya di dada bidang Aris, wanita itu jelas butuh sosok pelindung. Apa Aris masih punya kesempatan untuk itu? Aris masih sangat hafal dengan kebiasaan Elsha yang satu ini. Mereka kenal dan menjalin hubungan tidak sebulan dua bulan, tapi hitungan tahun.

"El?"

"Aku minta maaf."

Aris balas memeluk Elsha dengan sama eratnya. Darah dari tangan Aris ikut mengenai pakaian Elsha.

"Kita harus menyudahi semuanya dengan benar." Elsha mengurai pelukan mereka dan menatap wajah Aris. Sejak dulu, pria ini selalu tampan. Bahkan sekarang semakin tampan. Apalagi dengan bulu-bulu halus di sekitar rahangnya.

"Maksud kamu?"

"Aku pergi tanpa bilang. Dan kita gak pernah menyudahi hubungan kita sejak dulu. Mas, aku mau kita putus."

Tangan Aris yang semula memegang lengan Elsha seketika terlepas. Apa-apaan ini? Wanita di depannya ini bercanda, kan?

"El, aku gak pernah bilang mau putus dari kamu. Kita bukan anak kecil lagi, El. Bahkan sejak dulu kita udah merancang masa depan bersama. Tapi apa? Kamu yang mengacaukan semuanya dengan pergi tanpa kabar."

Elsha mengusap kasar wajahnya lalu mengangguk. "Aku tahu. Dan malam ini kayaknya Tuhan mempertemukan kita lagi supaya bisa menyelesaikan apa yang belum selesai sejak dulu."

Aris menghela napas kasar dan memandang wajah Elsha dengan tidak habis pikir.

"Selamat atas pernikahan kamu, Mas, dan aku berbahagia atas itu."

Aris menatap Elsha dengan pandangan tajam. Lalu pria itu tersenyum miring. "Makasih atas ucapan kamu. Tapi sayangnya aku duda saat ini."

Elsha mengerjap. Apa katanya? Duda? Jadi, pria ini…, sudah bercerai?

"Kok bisa?"

Aris mengernyit bingung dan geleng-geleng kepala.

"Apa yang gak bisa? Bahkan untuk membuat pacarku mendesah setelah sekian lama menghilang aja aku bisa."

"Mas!"

Aris meraih tangan Elsha. Matanya menatap genggaman tangannya di tangan Elsha dengan pandangan sedih. "Apa kita bisa memperbaiki semuanya?" tanyanya berharap.

Elsha menarik tangannya dan menggeleng. "Maaf, Mas, aku gak bisa. Kamu lihat sendiri, kan, pekerjaanku. Aku bukan wanita baik-baik dan polos seperti dulu lagi. Dan apa yang kamu bilang tadi pun benar. Aku hanya seorang jalang."

Aris menatap Elsha dengan pandangan terluka. Apa ucapannya tadi sungguh keterlaluan?

"El,"

Elsha kembali menggeleng. "Aku akan obatin luka kamu sebelum lanjut kerja. Tunggu sebentar."

Elsha berlalu menuju ruang penyimpanan obat yang tadi sempat bosnya beri tahu. "Ini demi kebaikan kita, Mas," lirih Elsha sambil berjalan menjauhi Aris. Ada dua hati yang sama-sama terluka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status