Anderson membawa Guinea ke wilayah manusia, tepatnya wilayah ibu kota tempat Guinea dulunya tinggal. Guinea langsung menutup wajahnya dengan tudung karena orang-orang di sini lumayan mengenal Guinea dengan nama Opelia.
“Hei, kenapa kau menyembunyikan wajahmu?” tanya Anderson yang mengira Guinea malu dengannya.
“Tidak perlu tahu,” balas Guinea ketus.
“Kenapa sih, nggak senang kalau aku bawa ke sini?” tanya Anderson yang belum terlalu mengenal Guinea.
“Tidak, lakukan saja apa yang kau inginkan,” jawab Guinea yang tidak berpikir panjang lagi karena bersama Anderson, ini kesempatan.
Anderson membawa Guinea pergi ke gerbang istana dan mengenalkannya dengan beberapa rekannya, tapi saat itu Guinea sangat membenci yang namanya istana. Di sini Guinea mendapatkan pakaian pernikahan dan dijadikan sebagai tumbal untuk hutan. Guinea berpikir, para gadis yang sebelumnya juga dijadikan tumbal, tidak seberuntung dirinya. Guinea pernah mendengar percakapan Enzo dan temannya yang mengatakan kalau teman Enzo sudah memakan lebih dari tiga gadis baik yang menangis di dalam hutan.
“Bisa langsung pergi? Aku sangat tidak suka keramaian,” kata Guinea yang bahkan tidak melihat sekilas pun istana megah ini.
“Baiklah sesuai keinginanmu,” balas Anderson yang merasa jika Guinea tidak suka dengan caranya ini.
Anderson membawa Guinea pada bukit yang selalu menjadi tempat Guinea menenangkan pikiran dari segala macam hal yang terjadi pada keluarganya. Kali ini Guinea membuka tudungnya dan melihat suasana ibu kota yang masih ramai. Senyuman sekilas muncul pada wajah Guinea yang senang kembali melihat pemandangan ini lagi.
“Akhirnya kau tersenyum, itu bagus,” kata Anderson yang melihat wajah Guinea dengan jelas di bawah sinar matahari. Sebelumnya wajah Guinea selalu terhalang dengan bayangan pepohonan, tapi kali ini terlihat jelas.
“Aku selalu tersenyum, kau yang tidak pernah menyadarinya,” balas Guinea pada saat di dalam hutan selalu tersenyum saat melihat Anderson.
“Benarkah? Kenapa aku tidak menyadarinya?” tanya Anderson.
“Tanya dirimu sendiri, aku mana tahu,” balas Guinea yang sudah dapat bicara santai dengan Anderson.
“Uh, bicaramu sangat tidak sopan ya sekarang,” kata Anderson yang senang bisa berbicara dengan orang yang disukainya.
“Memangnya kau raja? Aku tidak perlu bicara sopan padamu,” balas Guinea tersenyum dengan memperlihatkan giginya.
Mereka lagi-lagi berbicara santai dengan duduk di atas bukit melihat pemandangan kota dan beberapa wilayah yang dapat dilihat dari atas bukit. Waktu yang mengalir tidak membuat mereka menyesal.
“Dulunya aku ditugaskan di sana,” tunjuk Anderson mengarah pada perbatasan wilayah kerajaan.
“Jadi itu adalah batas wilayah kerajaan. Apa bisa pergi ke sana?” tanya Guinea yang sempat ingin melarikan diri dari Enzo.
“Tidak! Tidak untuk sekarang ini,” tolak Anderson dengan tegas.
“Apa hanya prajurit saja yang bisa ke sana?” tanya Guinea yang penasaran.
“Di sana ditemukan mayat dari keluarga bangsawan. Tubuhnya tidak utuh lagi, dan wajahnya tidak diketahui siapa,” kata Anderson yang bersyukur tidak lagi ditugaskan ditempat itu.
“Lalu bagaimana kalian tahu kalau dia adalah keluarga bangsawan?” tanya Guinea.
“Pakaiannya, pakaian yang mewah dengan cincin emas tergeletak di samping mayatnya. Kami memang tidak tahu itu mayat dari keluarga siapa, tapi beberapa hari yang lalu kami mendapatkan laporan anggota keluarga bangsawan yang hilang. Kami mengindentifikasi dengan pakaian yang dimilikinya dan kami berhasil mengetahui siapa itu,” jelas Anderson yang masih mengingat penemuan mayat perempuan yang sudah terkoyak-koyak.
“Siapa orang ini?” tanya lagi Guinea.
“Kau ini banyak tanya juga ya, hahaha. Memangnya kenapa kalau aku bilang identitas korban rahasia?” tanya balik Anderson dengan wajah seperti menggoda Guinea.
“Lupakan saja, aku sudah tidak penasaran lagi,” balas Guinea yang membuang rasa penasarannya.
“Putri dari keluarga Baron,” jawab Anderson mengenai pertanyaan Guinea.
Wajah Guinea berubah karena kenal dengan Blondi putri keluarga Baron itu. Senyuman terlukis pada wajah Guinea yang senang mendengarkan kabar itu. Rasanya seperti pembalasan dendam yang dilakukan orang lain. Guinea sangat bersyukur pada orang yang telah membunuh perempuan jahat itu.
“Hei! Kenapa wajahmu bahagia begitu?” tanya Anderson yang tampak jelas memperhatikan wajah Guinea.
“Jika seseorang meninggal secara misterius, seharusnya kita senang,” kata Guinea yang sangat bahagia.
“Hah?”
“Aku katakan padamu. Jika seseorang meninggal, kita harus memberikan kesan yang baik, lebih banyak tersenyum dibandingkan menangis. Putri keluarga Baron juga manusia, ada saatnya meninggal juga,” kata Guinea yang matanya berkaca-kaca senang dengan pidatonya.
“Ya ... aku masih tidak paham dengan apa yang kau katakan,” ucap Anderson tidak mau lebih tahu lagi.
Blondi Baron, anak sombong yang selalu menganggu masyarakat lain. Orangtuanya bahkan lebih kejam dibandingkan dengan anaknya sendiri. Tuan Baron pernah memotong tangan anak kecil karena mencuri sepotong roti untuk makan. Betapa jahatnya kejadian itu yang dipertontonkan di depan publik.
“Aku harus kembali,” kata Guinea yang tidak ingin tinggal lebih lama lagi di sini.
***
Selama Enzo pergi, Guinea memanfaatkan untuk pergi ke wilayah manusia bersama dengan Anderson yang mengajaknya berkeliling sambil menunggangi kuda. Perasaan Guinea terhadap Anderson semakin bertambah hingga tidak dapat disembunyikan lagi.
“Aku mulai menyukaimu,” kata Guinea pada Anderson.
Anderson dan Guinea, sudah saling memahami perasaan masing-masing, tapi sayangnya Guinea tidak pernah memberitahu Anderson bahwa dirinya sudah menikah dengan manusia serigala. Terlepas dari itu Guinea menceritakan apa yang ditanyakan Anderson, termasuk dengan keluarganya, tapi ada sedikit tambahan cerita.
Kurang dari sebulan, Enzo dan kawanannya sudah kembali. Guinea menunggu di gua seolah-olah merindukan suaminya yang baru pulang.
“Istriku!” seru Enzo yang langsung memeluk Guinea dengan wujud manusianya.
“Kau pulang lebih cepat dari perkiraan. Aku sangat senang kau kembali dengan selamat,” kata Guinea yang jika menyukai suaminya tetapi lebih suka pada Anderson.
“Aku merindukanmu,” kata Enzo yang mengecup hidung Guinea dengan hangat.
“Kemarilah, aku sudah membuat makanan untukmu,” kata Guinea yang sebenarnya selalu berjaga-jaga dengan makanan jika Enzo pulang secara tiba-tiba.
Walaupun Enzo sudah kembali, Guinea masih tetap saja suka pergi dari gua dan menemui Anderson dengan sembunyi-sembunyi. Hingga beberapa waktu, Enzo mulai curiga dengan Guinea yang selalu keluar bahkan pulang malam.
Guinea hendak pergi lagi, tapi kali ini Enzo berencana untuk ikut dengan Guinea pergi keluar.
“Aku ikut denganmu,” kata Enzo yang mulai waspada.
“Tidak perlu, aku hanya mencari makanan. Aku akan kembali dengan cepat jika aku menemukan jamur tiram dan juga ikan,” balas Guinea yang mengecup pipi Enzo membuatnya luluh. “Tunggu aku ya.”
Guinea pergi, tapi Enzo mengikutinya dari belakang. Mengapa Guinea pergi ke batas hutan? Apa yang sebenarnya selalu dilakukan Guinea? Pertanyaan muncul dalam kepala Enzo. Kekhawatiran juga ada pada pikiran Enzo yang mengira Guinea hendak pergi ke wilayah manusia dan meninggalkannya sendirian.
“Kau datang rupanya,” kata Anderson yang sudah menunggu Guinea.
“Tentu, aku sudah berjanji padamu,” balas Guinea tersenyum ramah.
Anderson memegang tangan Guinea, dan pipi Guinea langsung memerah dengan sendirinya. Enzo yang melihat dari balik pohon langsung keluar dan menarik tangan Guinea pergi dari hadapan Anderson.
“Enzo!”
Enzo datang dengan wajah marah yant langsung menarik Guinea pulang dengan emosi yang meluap-luap. Anderson tidak tahu apa yang terjadi, tapi saat hendak melangkah, Enzo memperlihatkan wajah marah seperti ingin membunuh jika melangkah selangkah lagi.“Enzo! Lepasin! Ini sakit!” teriak Guinea yang ketakutan dengan wajah Enzo yang berubah menjadi marah.“Hah! Orang itu siapa?! Pantas saja aku selalu mencium bau manusia lain, ternyata kau selalu pergi dari gua hanya untuk bertemu dengan pemuda itu!” teriak Enzo yang masih bisa menahan emosinya. Jika Enzo tidak dapat menahan emosinya, bisa saja Guinea tidak akan selamat.Guinea tidak dapat membalasnya secara langsung dan hanya menangis dihadapan Enzo yang sedang marah.“Aku katakan padamu, siapa dia?” tanya Enzo mengurangi tinggi suaranya.“Huh ... Anderson, dia adalah adikku,” kata Guinea yang berbohong pada Enzo.“Apa?” tanya Enz
Anderson muncul dihadapan Guinea yang menyendiri. Tubuh Guinea bergerak sendiri berjalan memeluk Anderson yang sudah seminggu lebih tidak ditemuinya dengan menangis. Anderson membalas pelukannya dan mereka terlihat jelas seperti keluarga.“Anderson, tolong jangan katakan kalau aku kekasihmu. Orang ini akan membunuhmu jika tahu itu. Katakan padanya kau adalah keluargaku,” bisik Guinea yang mana Guinea pernah menceritakan tinggal dengan seseorang yang sangat membenci orang-orang yang hidup di bagian kota.“Aku mengerti,” balas Anderson berbisnis pada Guinea.Enzo ikut bahagia melihat Guinea yang menangis sambil tersenyum melihat adiknya yang sangat disayanginya. Perasaan Enzo menjadi tentram setelah melihat senyuman Guinea yang menghilang selama seminggu lebih.“Hari ini aku mengizinkanmu untuk pergi bersamanya hingga malam,” kata Enzo memberikan izin yang tidak pernah diberikan pada Guinea.“Benarkah? Kau me
Setiap harinya Guinea selalu keluar bertemu dengan Anderson, kesempatan ini dimanfaatkan dengan sangat baik pada Guinea untuk lebih sering keluar dan tidak terlalu mengurus Enzo lagi di dalam hutan. “Kau pergi lagi hari ini?” tanya Enzo yang melihat Guinea dengan wajah ceria pagi. Padahal saat itu Enzo baru saja pulang dari kegiatan malamnya. “Orangtuaku juga memperlakukan adikku dengan sangat tidak baik, dia sama sekali tidak makan makanan enak, dan aku tidak tega melihat adikku seperti itu. Jangan khawatir, aku sudah menyiapkan makanan untukmu, dan janji aku akan pulang malam ini,” kata Guinea yang sudah memakai tudungnya dan hendak pergi. “Tapi kalau kau pulang malam, aku yang pergi. Apa tidak bisa kita kembali seperti dulu lagi? Bersama menghabiskan waktu yang ada?” tanya Enzo yang sudah merasakan kalau istrinya sama sekali tidak berada disisinya jika malam hari dan saat pagi istrinya malah pergi saat Enzo kembali. “Aku akan bertanya pada adikku,”
Enzo hanya melihat mereka dari jauh dan tidak melakukan aksi malam ini dikarenakan ada banyak orang yang masih terbangun dan juga akan tidak baik jika menganggu pernikahan bahagia ini. “Berbahagialah, malam ini aku akan membiarkanmu istriku sayang, tapi kesempatan lain aku tidak akan memberikan kebaikanku lagi,” gumam Enzo yang menyamar menjadi warga sekitar dan berjalan menuju ke arah Anderson dan Guinea yang baru saja keluar dengan pakaian pernikahan mereka. Guinea tidak menyadari jika orang yang disenggolnya adalah suaminya sendiri yang dikhianati. Enzo memberikan tatapan hangat pada Guinea untuk terakhir kalinya karena malam hari wajah tidak begitu tampak jelas. “Maaf,” kata Enzo yang mengubah cara bicaranya. “Tidak apa-apa,” balas Guinea tersenyum yang mana Anderson memegangnya hingga tidak ikut terjatuh. “Kalian baru saja menikah?” tanya Enzo masih berpura-pura baik. “I-iya, kami baru saja menikah,” balas Guinea yang sempat melir
Sebelumnya ... Anderson pergi ke gerbang istana untuk meminta bantuan pada teman-temannya yang sedang berjaga untuk menemaninya menuju ke hutan malam-malam begini. Semua orang tahu, jika pergi ke hutan dalam keadaan malam sama saja dengan bunuh diri. Hutan menjadi lebih misterius saat malam hari dan semua orang tidak akan masuk ke sana dengan alasan apapun. “Aku membutuhkan bantuan kalian. Tolong bantu aku menyelamatkan istriku,” kata Anderson meminta tolong pada temannya yang sedang menjaga gerbang istana dan berpikir untuk membantu Anderson. “Maaf sobat, bukannya aku tidak mau tapi kau tahu sendiri. Raja melarang warganya untuk masuk ke dalam hutan saat malam hari, itu sudah berlaku bertahun-tahun lamanya,” kata penjaga istana yang patuh pada peraturan kerajaan dan tidak ingin membuat masalah lainnya, karena bisa saja hal ini membuat jabatan mereka turun menjadi penjaga tahanan. “Aku mohon, istriku berada di dalam hutan dan seorang pria membawanya p
Anderson duduk bersama pangeran Cedric yang dengan santainya menyeduh teh bunga melati sambil menikmati kesunyian yang ada pada mereka. Anderson duduk dan mengikuti apa yang dilakukan pangeran Cedric untuk tetap terlihat sopan seperti yang dilakukan oleh pangeran Cedric. “Kenapa diam saja prajurit kerajaan? Tolong bicaralah!” perintah pangeran Cedric dengan baik tanpa memperlihatkan siapa dirinya. Seperti sekarang ini pangeran Cedric sedang berbaur dengan Anderson. “Begini pangeran, apakah jika aku menceritakan semuanya ... apakah orang itu akan kita cari?” tanya Anderson. “Aku mempertimbangkan kepentingan rakyat. Ceritakan yang terjadi,” tukas pangeran Cedric yang sepertinya tidak sabar mendengarkan apa yang telah dilalui Anderson di dalam hutan itu. Anderson mulai menceritakan kalau dirinya adalah prajurit yang berasal dari perbatasan wilayah kerajaan seberang dan dipindahtugaskan menjadi prajurit kerajaan tingkat pemula. Semuanya diceritakan dengan
Anderson kembali ke rumah lamanya. Rumah yang kecil tapi memiliki beberapa potongan sederhana mengenai kenangan yang indah. Kenangan bersama dengan Guinea, tempat tidur yang masih belum dirapikan dan juga lilin yang sudah habis karena lupa dimatikan. Kehangatan masih dirasakan oleh Anderson, tapi jika Anderson tahu kebenarannya mungkin saja Anderson akan sangat membenci Guinea yang pada dasarnya memiliki dua suami berbeda jenis. Rumah dibiarkan begitu saja, kosong tanpa mengubah atau membersihkannya terlebih dahulu. Tempat tidur yang dingin, tapi masih kusut, juga pakaian pernikahan yang berada di dalam rumah tergantung dengan baik dan tidak akan tersentuh oleh tangan orang lain. Anderson mengunci rumahnya hingga tidak ada siapapun yang bisa masuk ke dalam kecuali dengan cara paksaan yang akan merusak pintu. “Guinea sayang, beristirahatlah. Aku akan mencari Enzo dan membalas apa yang dia lakukan padamu sayangku,” kata Anderson memegang pintu rumahnya dan pergi ke ist
Anderson masuk lebih dalam menuju hutan, melewati batas hutan dan akhirnya menemukan gua yang dulunya pernah dilihatnya saat bertemu dengan Guinea. Tidak ada yang menarik, tapi ada bau darah yang menyengat pada gua itu. Anderson masuk dengan perlahan, untuk tidak mengejutkan Enzo jika dia datang ingin membunuhnya. Ada bayangan dari balik kain tipis yang menjadi tempat tidur Enzo sebelumnya. Anderson dengan sigap menembakkan anak panah hingga tembus, tapi ia tidak mendengar suara teriakan terkena panah. Anderson langsung maju dan memeriksa, bayangan itu hanyalah setumpuk bantal yang disusun rapi, tidak ada Enzo di sini dan ini membuat Anderson marah dan kecewa tidak dapat menemukan Enzo. Anderson menggeledah gua ini tapi tidak menemukan Enzo, melainkan hanya menemukan setumpuk tulang yang beberapa masih melekat dengan dagingnya. Terkejut melihat itu, Anderson langsung melihat tumpukan tulang itu, dengan anggapan jika Enzo sudah meninggal dan membusuk, atau mungkin saja sekawa