Eiji yang melihat tubuh partikel dari Shinha yang memecah dan membaur dengan udara, menggertakan gigi dan mengepal erat tangannya penuh amarah.
Bagaimana tidak? Seorang remaja berumur 17 tahun dan belum lama menduduki bangku SMA kelas dua. Kini, dia terjebak di sebuah death game dan telah merenggut nyawa orang yang tidak bersalah.
Shinha terlihat jelas bahwa dia bertarung demi mempertahankan hidupnya, dan dia tidak mempunyai pilihan lain. Begitu juga dengan Eiji sendiri. Tidak ada kemunafikan di dalamnya, mereka sebagai manusia pasti akan memiliki insting untuk bertahan hidup.
Oleh karena itu lah, Eiji sangat membenci Suei dan Linked Evolution yang telah menjebaknya.
“Lagi-lagi… aku membunuh seseorang!”
Dirinya terjatuh di kedua lutut yang menopang tubuhnya. Eiji melihat kedua telapak tangannya yang sudah merenggut nyawa seseorang.
Penyesalan dan amarah. Dua kata itulah yang dapat mendeskripsikan perasaan Eiji saat i
Sesuai dengan ucapan Eiji, dia bersama Satsuki dan Jirou pun pergi meninggalkan kota Genbukai untuk melanjutkan perjalanan. Demi menjadi lebih kuat, Eiji di beritahu oleh Genbu, bahwa dirinya memiliki koneksi dengan keempat dewa penjaga mata angin.Oleh karena itu, dia harus bertemu dengan masing-masing dewa untuk memperkuat dirinya dengan latihan dan mendapatkan kepercayaan dari mereka.Tidak ada satupun orang yang masih mengetahui niat asli Eiji. Bahkan Satsuki dan Jirou hanya menganggap Eiji ingin menjadi lebih kuat demi memenangkan Linked Tournament dan mendapatkan hadiah besar dari Suei.Namun, yang Eiji inginkan lebih dari itu. Hal yang tidak bisa di gantikan dengan sebuah uang, yaitu nyawa. Puluhan player yang terjebak di dalam Linked Evolution dan terlibat dengan Linked Tournament, dia ingin berusaha memenangkan turnamen agar tidak ada yang terbunuh secara nyata di dalam game tersebut.**Hari yang panas dan matahari yang bersinar terik di
Eiji masih terdiam dan terkejut terhadap tajamnya pemikiran Satsuki yang membuatnya bertanya seperti itu. Perasaan Takut dan khawatir mulai membesar hingga membuat Eiji menelan salivanya sendiri untuk berusaha menenangkan dirinya.Tatapan mata Satsuki yang penuh dengan makna itu haus akan jawaban, sekaligus menyiratkan perasaan sedih di dalamnya.Kebenaran membuat mulut Eiji mulai bergerak dengan sendirinya. Hati yang berkata untuk tidak mengkhianati kepercayaan kedua temannya, membuat dia ingin membuka mulut.“Aku-!”Satu kata yang dia keluarkan saat itu kembali terhenti seperti sebelumnya. Karena, sebuah ledakan terjadi jauh di belakangnya. Suara dari dentuman ledakan yang cukup keras itu masuk ke dalam telinga dan terasa dampaknya hingga ke arah Eiji dan membuat Jirou sontak terbangun.DUAR!“A-apa itu?!” ucap Eiji yang sontak menoleh ke belakangDi sisi lain, Satsuki sontak melihat ke arah yang sama dan men
Eiji yang masih merasakan hawa mencekam dan teror itu, terus-terusan berpikir terhadap makhluk yang berada di balik portal. Wajah dengan bayangan hitam yang menyeringai lebar, cakar hitam yang besar nan tajam seolah telah berpengalaman merenggut banyak nyawa dapat terasa dari dekat.“Makhluk apa itu?”“Untuk sesaat… kepalaku… di penuhi halusinasi kematian!”Di kala dirinya sedang kebingungan, tiba-tiba saja terdengar suara Satsuki dan Jirou yang berteriak memanggil namanya dari belakang.“Eiji!”Kedua temannya segera menghampiri Eiji yang terlihat begitu kelelahan. Mereka berdua yang sebelumnya bertarung menghabisi monster di sisi lain desa, sedikit kebingungan melihat kondisi Eiji.“Eiji, kau tidak apa?!” tanya Satsuki“Ya... bagaimana dengan kalian?” sahut Eiji“Semua monster itu sudah di bersihkan. Walaupun mereka memberikan exp yang banyak, teta
Sebuah laboratorium yang cukup gelap dan ditemani oleh cahaya-cahaya dari mesin-mesin yang bekerja di sekitarnya.Sebuah tabung besar layaknya mesin ronsen, ataupun ranjang panjang yang tersambung di tengahnya yang sedang menopang tubuh seorang perempuan. Setengah bagian atas tubuh perempuan tersebut masuk ke dalam mesin tabung itu.Di dalam ruangan yang sama, terdapat beberapa orang layaknya ilmuan berpakai mantel putih panjang sedang berada di belakang stasiun kerja mereka. Melihat sebuah statistika dari detakan jantung, sistem saraf otak yang terhubung langsung dengan mesin tabung yang di masukan perempuan sebelumnya.*TIK TIK TIK**TAK TAK TAK*Ketukan suara dari setiap keyboard, panel hologram, serta mesin yang sedang di rakit berasal dari berbagai arah. Suara tersebut menandakan betapa fokusnya orang-orang yang berada di ruangan tersebut dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Hening tak ada suara yang tidak penting kecuali ketukan irama itu.
Jepang, Prefektur SaitamaDi sebuah rumah dan kehidupan yang normal, terdapat satu pemuda laki-laki berambut coklat kehitaman sedang tertidur pulas di atas ranjangnya.Berbeda dengan ekspektasi kebanyakan orang, dimana jika seorang laki-laki remaja mempunyai kamar sendiri, maka dia akan memiliki kamar yang berantakan dan penuh pakaian berserakan di mana-mana.Tetapi, hal itu tidak berlaku bagi pemuda tersebut. Kamarnya tertata dengan rapih dan terstruktrur jelas. Walaupun di atas meja belajarnya terdapat sebuah komputer dan juga peralatan VR lainnya.Pemuda itu adalah Nakagawa Eiji. Seorang pelajar di SMA Kaisei, kelas dua SMA.**Tut…tut… tut…!!Jam canggih yang berada di meja samping tempat tidurnya berdering keras akan bunyi alarm. Suara yang begitu keras itu masuk ke dalam telinga Eiji dan memaksanya untuk bangun.Tanpa banyak gerak, Eiji mengangkat satu tangannya dan menepuk pelan alarm itu untuk memat
Tubuh virtual dari Eiji pun mulai terbongkar partikel demi partikel hingga lenyap sepenuhnya. Partikel tersebut terbang melayang hingga memindahkan tubuh Eiji secara efisien.Teleportasi singkat membuat Eiji membuka kedua mata secara tiba-tiba sudah berada di sebuah kota yang indah.Pemandangan dari para NPC dan player yang berlalu lalang, entah itu mereka berdagang ataupun sedang membuat party dan lain-lain.“Jadi ini Liberia, kota pemula” gumam EijiEiji mulai memeriksa kondisi tubuhnya sendiri. Latar kota yang terlihat seperti balik kembali ke abad kerajaan, membuatnya penasaran dengan pakaian yang dia gunakan.Namun, seperti standar pemain pemula Eiji hanya memakai pakaian biasa dan sarung tangan yang membalut lengannya.Tak lama kemudian, dia menyadari adanya sebuah pantulan cermin di sampingnya. Eiji menoleh dan melihat tubuhnya dari pantulan cermin tersebut.Rambut coklat kehitaman, pupil yang sama dengan warna ramb
Setelah mendapatkan penjelasan dari Shino, Eiji, Satsuki dan Jirou pun beranjak pergi ke luar kota untuk mencoba melawan monster kelas bawah seperti Slime. Slime yang cukup banyak berkeliaran di sekliling kota saat itu dapat dengan mudahnya di habisi oleh mereka bertiga. Dan dalam sekejap, mereka bertiga pun naik ke dalam level 7 setelah menghabisi belasan hingga puluhan Slime. /---/ [LEVEL UP!] [ Nama : Eiji ] [ Level : 7 ][ EXP : 52/1300 ] [ Class : Fighter ] [ HP : 980/980 ][ MP : 300/300 ][ ATK : 105 ][ DEF : 89 ] [Skill : - ] /---/ Melihat statusnya yang meningkat bukanlah hal yang mengejutkan bagi Eiji. Namun, kebetulan saja ada seekor slime yang melompat dari belakang ingin menyerangnya. Dengan naik lvlnya saat itu, Eiji berbalik badan dan menghajar Slime itu hingga hancur. *PYAAR* -87! Serangan itu menjadi lebih kuat karena sebelumnya Eiji tidak bis
Ucapan dari laki-laki tersebut sudah terlihat negatif, terlebih lagi dari tatapan mata dan senyuman liciknya itu yang mengarah kepada beberapa bagian tubuh Satsuki yang memikat. Raut wajah Eiji saat itu sudah berubah kesal ketika mendengarnya. Namun, Jirou maju lebih dulu untuk membuat suasana tidak terlalu tegang. “He-hei hei, apa maksudnya itu kawan?” ucap Jirou “Satu malam bersamaku. Baru akan ku anggap lunas hutang ini!” ucap laki-laki tersebut Kata-kata tersebut sudah benar-benar kelewatan karena melecehkan Satsuki sebagai seorang perempuan. Satsuki yang sudah tak tahan untuk mengayunkan pedangnya pun terus terpancar kesal, namun Eiji masih terus saja menahannya agar tidak melakukan hal gegabah sembari membawanya mundur. Jirou yang berada di samping laki-laki tersebut pun memegang pundaknya dan berusaha untuk bernegosiasi. “Kawan, kurasa ucapanmu ini sudah kelewatan bukan?” tanya Keji “Huh! Kalian sendiri bagaimana? Apa ka